MAKALAH SOSIAL HUKUM (Pkn)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hukum
dan masyarakat keduanya seolah-olah merupakan pasangan yang tidak bisa
terpisah, sebab berbicara tentang hukum pasti juga akan terkait dengan apa yang
disebut masyarakat begitu sebaliknya karena hukum merupakan bagian dari proses
sosial yang terjadi dalam masyarakat. Hukum tidak bisa terlepas dari pengaruh
timbal balik dengan keseluruhan aspek yang ada dalam masyarakat, itulah sebabnya
dikatakan bahwa hukum itu tidaklah otonom,dari sini terlihat bahwa hukum
merupakan suatu realitas dalam masyarakat sehingga hukum disini lebih bersifar
relistis dan empirik, yang mana hal ini sejalan seperti apa yang telah
dikemukakan oleh Prof.Dr.Satjipto Raharjo.S.H.,M.H. bahwa “ Saat ini hukum
tidak lagi dilihat sebagai suatu hal yang sifatnya otonom dan independen,
melainkan difahami secara fungsional dan dilihat senantiasa berada dalam
kaitannya dengan interdependen dengan bidang-bidang lain dalam masyarakat”,
Prof.
Soetandyo mengatakan bahwa dimana kita bertemu dengan masyarakat manusia
disitulah kita akan bertemu dengan sejumlah aturan karena tak ada masyarakat
manusia dimanapun yang tak mengenal tata aturan/norma , dimana aturan tersebut
diharapkan akan memberikan suatu keadilan, kedamaian, dan ketertiban bagi
seluruh warga masyarakat tersebut. Maka untuk dapat mewujudkannya, hukum tidak
akan bisa lepas dari tugas/fungsi yang diembankan pada hukum sebab untuk
mencapai dan mewujudkan tujuan hukum maka hukum harus difungsikan menurut
fungsi-fungsi tertentu bergantung pada apa yang hendak dicapai
Untuk
mencapai kehidupan yang aman ,tentram, tertib dan adil dalam masyarakat , maka
hukum harus dapat difungsikan dengan baik salah satu fungsi hukum yang dapat
dilakukan adalah fungsi hukum sebagai kontrol sosial (pengendalian sosial)
yakni bahwa hukum berfungsi untuk mempertahankan dan menjaga suatu keadaan pada
suatu masyarakat agar tetap berada dalam pola tingkah laku yang diterima oleh
masyarakat yang bersangkutan.
Suatu
proses sosialisasi dalam fungsinya sebagi kontrol social tidak begitu saja
berjalan mulus dan lancar, tetapi ada saja hal-hal yang menghambat pelaksanaan
proses tersebut. Untuk itu dalam makalah ini penulis akan mengetengahkan dan mengkaji
permasalahan yang terkait dengan hal tersebut dalam kacamata sosiologi hukum.
1.2.Rumusan Masalah
Melihat
keterkaitan yang begitu erat antara sosialisasi dengan proses kontrol social,
menimbulkan beberapa permasalahan terkait diantaranya:
1) Apakah
yang dimaksud sosialisasi hukum?
2) Faktor-faktor
apakah yang menghambat pelaksanaan sosialisasi hukum dalam proses kontrol
social?
3) Bagaimanakah
peranan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial?
1.3.Tujuan Penulisan
Berangkat
dari latar belakang dan permasalahan yang akan dibahas , maka makalah ini
bertujuan :
1) Untuk
mengetahui mengenai sosialisasi hokum.
2) Untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang menghambat pelaksanaan sosialisasi hukum dalam
proses kontrol social, sehingga dapat diketahui pula upaya apa yang bisa diberikan
sebagai solusinya
3) Untuk
mengetahui bagaiman peranan sosialisasi hukum yang terjadi dalam proses kontrol
social
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengendalian Sosial dan
Sosialisasi Hukum
Menurut
Satjipto Rahardjo bahwa hukum sebagai sarana kontrol sosial diartikan sebagai
suatu proses mempengaruhi orang-orang untuk bertingkah laku yang sesuai dengan
harapan masyarakat yang dapat dijalankan dengan berbagai cara , hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Steven Vago bahwa “Sosial Control refers to the
proceses and method used by members of a society or a group maintain social
order by enforcing approved behavior” artinya bahwa sisial control lebih
ditujukan pada proses-proses atau cara-cara/ mekanisme yang digunakan oleh
masyarakat untuk menjamin penyesuaian dirinya terhadap norma-norna yang ada,
dimana mekanisme tersebut disebut sebagai mekanisme social control.
Cara
atau mekanisme yang dapat dilakukan dalam pengendalian sosial menurut
J.S.Roucek ditegaskan bahwa mekanisme kontrol sosial adalah segala sesuatu yang
yang dijalankan untuk melaksanakan proses yang direncanakan atau tidak
direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar
menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan
masyarakat yang bersangkutan
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa proses pengendalian sosial dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Persuasif
yaitu tanpa paksaan, seperti mendidik, mengajak melalui proses sosialisasi.
Cara ini lebih bersifat prefentif (pencegahan) terhadap terjadinya
gangguan-gangguan pada keserasian dalam masyarakat
b. Coercive
yaitu dengan paksaan/ kekerasan, cara ini lebih bersifat represif yang berwujud
seperti dengan penjatuhan sanksi pada warga yang melanggar/ menyimpang dari
kaidah-kaidah yang berlaku
Namun
demikian penerapan cara-cara tersebut tergantung pada faktor terhadap siapa dan
dalam keadaan bagaimana hal tersebut dapat diperlakukan. Misalnya bila cara
kekerasan begitu saja diterapkan pada suatu masyarakat tanpa melihat keadaannya
maka bisa saja cara tersebut malah akan menimbulkan dampak yang negatif dimana
ketaatan/kepatuhan masyarakat timbul hanya karna adanya faktor dari luar
(outer) bukan berasal dari lubuk hatinya (inner) dimana kepatuhan yang berasal
dari outwer tidak akan berlangsung lama.
Alat-alat
yang digunakan dalam pengendalian social beraneka ragam, yang dalam pembahasan
makalah ini difokuskan pada hukum nya sebagai alat kontrol sosial ,dimana telah
dikemukakan sebelumnya bahwa hukum merupakan pedoman bagi manusia dalam
bertingkahlaku/bergaul sehingga dengan pedoman-pedoman tersebut manusia dapat
mengontrol/mengendalikan perbuatannya agar tidak menyimpang dari aturan yang
berlaku. Dalam hal ini tentunya selain diperlukan adanya peranan masyarakat
juga peran dari aparat penegak hukumnya.
Menurut
Ronny H.S Bahwa sosial kontrol merupakan aspek normatif dari kehidupan sosial
dimana hukum sebagai alat kontrol sosial berfungsi unntuk menetapkan tingkah
laku mana yang dianggap menyimpang dan sanksi serta tindakan apa yang dapat
dilakukan oleh hukum terhadap penyimpangan tersebut hal ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Donald Black bahwa “ Social control is the
normative aspect of social life “
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tujuan utama yang hendak dicapai dengan adanya
proses pengendalian sosial/ kontrol sosial adalah untuk mencapai keserasian
didalam masyarakat dan dengan keserasian tersebut akan tercipta suatu keadaan
yang damai, adil dan tertib
Hukum
sebagai kaidah positif yang merupakan dasar pembenar bagi para penguasa ataupun
aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi hukum sebagai cara untuk
mengendalikan prilaku masyarakat (social control), tidak dapat dielakkan
kaitan/hubungannya yang teramat erat dengan dengan proses sosialisasi, karena
sosialisasi merupakan suatu proses untuk menjadikan insan-insan sosial menjadi
sadar akan adanya kaidah-kaidah hukum sehingga akan tercipta insan yang sanggup
dengan sepenuh hati (to obey) atau setidak-tidaknya dapat menyesuaikan
prilakunya (to conform) dengan ketentuan-ketentuan kaidah yang berlaku.
Sosialisasi
juga merupakan suatu cara/mekanisme dalam proses pengendalian social yang dikemukakan
oleh Soerjono Soekanto diatas , sehingga dapat dikatakan bahwa sosialisasi ini
perlu dilakukan untuk menunjang fungsi hukum sebagi social control karena agar
hukum dapat mengendalikan pola tingkah laku manusia, untuk itu maka hendaknya
manusia tersebut sadar terlebih dahulu akan betata pentingnya suatu aturan
hukum yang kesadaran tersebut dapat ditumbuhkan melalui sosialisasi sehingga ia
akan tau aturan apa yang harus ditaati dan sanksi apa yang akan ditemui jika
aturan tersebut tidak dipatuhi.
2.2.Faktor-faktor yang
menghambat pelaksanaan sosialisasi hukum dalam proses kontrol sosial
Sosialisasi
merupakan salah satu aspek penting dalam proses kontrol sosial sebab untuk
dapat mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah
hukum yang berlaku, dibutuhkan suatu kesadaran yang timbul dalam diri seseorang
untuk mentaati dan melaksanakan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, yang disebut
dengan kesadaran hukum. Namun kesadaran hukum tersebut tentunya tidak begitu
saja tumbuh dengan sendirinya pada diri seseorang, tetapi perlu adanya suatu
proses yang tidak pendek untuk menumbuhkannya.
Kesadaran
tersebut dapat ditumbuhkan melalui berbagai cara seperti pengkhabaran,
pemberitahuan, pendidikan, maupun pengajaran. Melalui cara-cara tersebut diharapkan
seseorang akan menjadi tau mengenai apa isi normatif yang terkandung didalam
kaidah-kaidah hukum yang ada. Kemudian setelah seseorang tau akan kaidah
hukumnya, maka ia akan berusaha berusaha menyesuaikan segala prilakunya dengan
tuntutan kaidah hukum tersebut.
Selanjutnya
proses tersebut biasanya akan berlanjut pada proses pembangkitan rasa patuh dan
setia yang tidak hanya menanamkan pengetahuan baru (kognisi) saja tetapi dengan
proses ini akan menggugah perasaan (afeksi) pada diri seseorang yang kan
menumbuhkan dan membentuk sikap positif yakni rasa taat yang ikhlas terhadap
kaidah hukum. Kesemua proses tersebut diataslah yang disebut sebagai proses
sosialisasi.
Dari
uraian tersebut terlihat betapa sosialisasi itu dapat memberikan dampak yang
positif bagi bekerjanya hukum dengan efektif untuk dapat mengontrol dan
mengendalikan pola tingkah laku masyarakat tanpa harus menggunakan sanksi
ataupun kekerasan karena kesadaran dan kataatan yang ada pada diri seseorang
bukan tumbuh atas dorongan dan kesadaran dirinya sendiri tetapi terdorong olah
rasa takut saja terhadap sanksi/hukuman yang akan ia peroleh jika tidak
mentaatinya dan ketaatan ini hanyalah ketaatan yang sifatnya sesaat dan tidak
efektif.
Soetandyo
Wingjosoebroto menegaskan bahwa ketaatan yang ada pada diri seseorang itu ada 2
macam yakni ketaatan yang bersifat obidiance yakni yang tumbuh dari kesadaran
dirinya sendiri misalnya seperti dengan melakukan penyuluhan hukum atau yang
disebut dengan sosialisasi hukum. Dan ketaatan yang bersifat complience yakni
karena adanya faktor yang mempengaruhinya misalnya dengan adanya sanksi bagi
bagi masyarakat yang melanggar aturan norma yang ada
Dalam
proses sosialisasi ini tentunya mengalami hambatan-hambatan dalam
pelaksanaannya, dimana hambatan tersebut juga akan mempengaruhi terhadap kerja
hukum sebagai kontrol social karena didalam proses ini memerlukan
dukungan-dukungan dalam pelaksanaannya seperti, bagaimana aparat penegak
hukumnya, hukumnya itu sendiri juga masyarakat dan budayanya. Oleh karena itu untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan sosialisasi hukum
dalam proses kontrol social, penulisan akan mengkaji dan membahasnya dengan
berangkat dari konsep yang dikemukakan oleh Lawrence M.Friedman yang dikenal
dengan teori Legal System yang terdiri dari 3 komponen yakni :
a. Structure
/ Struktur
b. Substance
/ Substansi
c. Culture
/ Kultur
Dimana
ketiga unsur tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak boleh dipisah-pisah
karena antara ketiganya saling melengkapi, dimana ketiganya digambarkan oleh
Friedman sebagai berikut :
“Struktur
diibaratkan sebagai mesinnya, sedangkan substansi adalah merupakan apa yang
dihasilkan dari mesin tersebut sedangkan kultur adalah apa dan siapa saja yang
memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta yang memutuskan
bagaiman mesin tersebut digunakan “
sehingga
dari situ terlihat betata terkaitnya hubungan antara ketiganya
a. Stuktur
Menurut friedman
bahwa yang dimaksud dengan “The Structure is its skeletal frame work; it is the
permanent shape, the institusional body of the system, the thoug, rigid bones
that keep the process flowing within bounds..” jadi struktur adalah kerangka
atau rangkanya , yang merupakan bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi
semacam bentuk atau batasan terhadap keseluruhan
Lebih tegasnya
oleh Ali Aspandi dijelaskan bahwa struktur adalah aparat penegak hukum dilapangan
.
Seperti yang telah dipaparkan
dimuka mengenai apa dan siapa itu struktur, terkait dengan proses sosialisasi,
aparat penegakhukum / struktur memegang peranan yang penting didalamnya karena
aparat disini merupakan mediator dalam sosialisasi sehingga masyarakat menjadi
tau dan faham akan kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
Misalnya dengan
adanya peraturan mengenai penggunaan sabuk pengaman yang baru-baru ini
disosialisasikan, tentunya masyarakat tidak akan tau apa manfaat dari
penggunaannya dan kerugian yang didapat jika tidak menggunakannya, jika polisi
sebagai aparat penegak hukum tidak mensosialisasikannya terlebih dahulu. Banyak
cara sosialisasi yang dapat dilakukan seperti dengan seminar terbuka,
pemberitaan dikoran dan televisi, selebaran selebaran ataupun pamflet yang
dibagikan lengsung pada pengemudi kendaraan dijalan dan masih banyak
lagicara-cara lainnya. Baru setelah proses tersebut berlanjut aparat dapat
melakukan pengawasan langsung dilapangan untuk mengefektifkan peraturan
tersebut. Yang tentunya harus ada kesungguhan dari para aparat untuk
mensosialisasikan dan mengawasinya.dan tentunya hal ini membawa dampak pula
bagi pelaksanaan hukum dalam mengendalikan masyarakat sehingga tercipta suasana
yang tertib,damai dan adil.
Proses
sosialisasi menjadi tersendat-sendat dalam pelaksanaannya bila tidak ada
kemauan dan kesungguhan yang kuat dari para aparat penegak hukum sehingga
kontrol sosial lewat proses inipun kurang membuahkan hasil yang baik. Selain
itu moral/mental para aparat yang menjadi sorotan masyarakatpun turut andil
karena dalam hal ini terdapat kecenderungan yang kuat pada masyarakat kita
untuk selalu mengidentifikasikan hukum dengan aparat penegaknya. Apabila aparat
penegak hukumnya buruk/ tidak disukai maka masyarakat menganggap bahwa hukumnyapun
buruk sehingga buruk pula penerapannya sebaliknya jika aparat penegak hukumnya
baik maka akan baik pula dampaknya.
Akibat nya jika
hal demikian terus melekat pada keyakinan masyarakat maka proses kontrol sosial
lewat sosialisasipun akan terhambat dan masyarakat tidak mau tau akan aturan
tersebut atau timbul kepura-puraan rakyat untuk mentaati kaidah tersebut.
Bukan hanya itu
saja yang menjadi hambatan dilihat dari struktur atau aparat penegaknya karena
selain kurangnya kesungguhan dari aparat dan mentalitas/moral aparat yang
diragukan ternyata para aparat sendiri selaku mediator dalam proses sosialosasi
yang dianggap lebih tau akan materi/ hukum yang akan disosialisasikannya malah
tidak begitu faham dan mengerti akan kaidah hukum itu sendiri. Inilah yang
menjadi kelemahan pada diri aparat penegak kita sebab bagaimana masyarakat akan
tau dan taat bila aparat penegaknya sendiri kurang memahaminya atau bahkan
tidak mengetahui akan aturan/norma yang akan disosialisasikan. Maka dalam hal
ini perlu diadakan breefing, atau pelatihan terhadap para aparat terlebih
dahulu mengenai apa yang akan disosialisasikan pada masyarakat.
b. Substance
/ Substansi
Menurut friedman
, “The Substance is Composed of substantive rules and rules about how
institutions shoul be have” jadi yang dimaksud sunstansi adalah aturan , norma
dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam system itu. Dan dipertegas
lagi bahwa substansi adalah produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam
system hukum itu, seperti peraturan perundang-undangan.
Substansi
merupakan materi yang disosialisasikan dalam proses sosialisasi dimana dari
substansi tersebut seseorang akan tau, faham, mengerti dan melaksanakan apa-apa
yang terkandung didalamnya, karena substansi ini dapat mempengaruhi bahkan
membentuk struktur dan cultur yang baik
Berangkat dari
pendapat yang dikatakan oleh Soerjono Soekanto bahwa hukum akan ditati oleh
masyarakat bila hukum tersebut sesuai dengan kehendak dan keinginan masyarakat.
Namun sayangnya hal tersebut tidak kita lihat didalam isi/subtansi dari produk
perundangan kita karena masyarakat menganggap hukum kita saat ini sarat dengan
kepentingan-kepentingan pihak yang berkuasa saja dari pada untuk melindungi
kepentingan rakyat yanghanya membebani rakyat dengan kewajiban-kewajiban saja
dari pada menjamin hak-hak mereka, dimana hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Unger bahwa hukum itu sarat dengan kekuasaan dan dapat dimanipulatif
.
Akibat dari
anggapan tersebut wibawa hukum kita saat ini mengalami kemunduran dan
masyarakat saat ini sudah tidak percaya lagi terhadap kekuatan hukum di
Indonesia kemudian masyarakat cenderung ogah-ogahan untuk mentaatinya. Dan Dari
asumsi tersebut pelaksanaan proses sosialisasi mengalami hambatan.
c. Legal
Culture / Kultur
“Legal Culture
refers, then to those parts of general culture-customs, opinions, way of doing
an thinking that bend social forces to wardor away from the law and in
particular ways” artinya menurut Friedman bahwa yang dimaksud dengan kultur
hukum adalah sikap manusi terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai
pikiran serta harapannya kultur hukum
pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum berlaku yang merupakan konsepsi-konsepsi
abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan buruk, dimana nilai-nilai tersebut
merupakan pasangan nilai yang mencerminkan dua keadaan akstrim yang harus
diserasikan terkait dengan proses
sosialisasi, kultur disini terlihat pada budaya masyarakat yang memang enggan
untuk mentaati hukum tersebut dimana mereka sudah terbiasa dengan keadaan yang
sebelumnya sehingga masyarakat menganggap bahwa hukum itu hanya membebani
rakyat saja toh tanpa adanya aturan tersebut saja masyarakat tetap merasa aman-aman
saja. misalnya pada peraturan mengenai sabuk pengaman, banyak masyarakat yang
masih enggan menggunakannya karena apa? Mereka sudah terbiasa dengan kebiasaan
sebelumnya dengan tanpa sabuk pengaman dan nyatanya mereka aman-aman saja. hal
inilah menghambat proses sosialisasi dalam masyarakaat karena walau masyarakat
telah disosialisasikan dengan berbagai cara namun jika keyakinan mereka hal
tersebut tidak begitu penting maka akan terhambatlah pelaksanaannya.
2.3.Peranan Sosialisasi
Hukum Dalam Proses Kontrol Sosial
Sebagaimana
kita ketahui sosialisasi merupakan salah stu proses yang dilakukan dalam usaha
untuk mengendalikan dan mengontrol tingkah laku masyarakat agar tetap berjalan
sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Dalam sosialisasi akan berusaha
ditumbuhkan kesadaran hukum pada diri seseorang sehingga ia akan menjadi tahu,
faham, mangerti dan melaksanakan dengan ikhlas kaidah-kaidah hukum yang
berlaku.
Proses
sosialisasi sebenarnya sudah mulai terjadi ketika seseorang masih kecil, yang
terjadi dalam lingkungan keluarga yang tentunya bukanlah produk
perundang-undangan yang disosialisasikan dalam lingkungan keluarga, tetapi
didalam keluarga tersebut diajarkan dan ditanamkan mengenai kaidah-kaidah yang
dilazimkan oleh masyarakat setempat , cinta dan kasih sayang dengan sesama,
rasa hormat, saling menghargai dan lain-lain yang kesemuanya itu demi untuk
melancarkan pergaulan didalam keluarga dan masyarakat. Kemudian dari keluarga
akan berlanjut pada lingkungan sekolah dan masyarakat luar pada umumnya.
Ketika
seseorang sudah mulai tumbuh menjadi dewasa dan berumur, maka pada saat itulah
mereka baru mulai dikenalkan dengan kaidah-kaidah hukum negara yang mereka tau
melalui bangku sekolah, informasi melalui sarana komunikasi seperti televisi
misalnya. Disinipun kaidah-kaidah hukum tersebut hanya dikomunikasikan pada
taraf pengkhabaran dan pengetahuan saja dan jarang dididikkan secara intensif.
Sosialisasi
yang digambarkan diatas yang dimulai dari lingkungan keluarga dan seterusnya
tersebut merupakan pengertian sosialisasi dalam arti sempit saja dimana
seseorang hanya menjadi tau saja akan kaidah-kaidah hukum yang berlaku tanpa
adanya kesadarna hukum yang tumbuh pada diri seseorang.
Dalam
proses sosialisasi pada hakekatnya merupakan proses learning dan dislearning .
Pada tahapan learning seseorang belajar memahami norma-norma hukum yang
berlaku. Sedangkan pada tahapan dislearning seseorang harus berusaha melupakan
kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak baik sekaligus menumbuhkan kesadaran hukum
pada diri seseorang.
Dari
tahapan-tahapan tersebut dapat terlihat bahwa melalui proses sosialisasi
seseorang akan menjadi tahu isi normatif dari kaidah-kaidah hukum yang berlaku
yang dengan kesadaran itu kemudian seseorang akan berusaha menyesuaikan segala
prilakunya dengan tuntutan-tuntutan kaidah tersebut yang akhirnya akan tumbuh
kepatuhan dan ketaatan pada diri seseorang.
Dengan
kata lain bahwa dengan proses sosialisasi dipercaya akan dapat
mentransformasikan seseorang dari keadaan yang non sosial bahkan anti sosial
menjadi makhluk yang sosial yang mau memperhatikan kepentingan orang lain.
Seperti
telah dikemukakan diatas bahwa melalui proses sosialisasi akan ditumbuhkan
kesadaran hukum pada diri seseorang yang dengan kesadaran itu akan
memototifikasi seseorang untuk secara sukarela menyesuaikan segala prilakunya
pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Upaya kesadaran merupakan upaya
untuk mengembangkan mekanisme kontrol prilaku yang akan tumbuh serta bekerja
dari dalam.
Penegakan
hukum melalui usaha penanaman kesadaran akan cenderung mengarah pada mekanisme
“control social” bersifat “skin in” /kesadarn hukum secara bathiniah, timbulnya
kesadaran hukum secara bathiniah dipandang sangat penting guna penegakan hukum
kedepan karena dalam jangka panjang hukum tidak akan mungkin tegak apabila
hanya mengandalkan mekanisme kontrol sosial melalui keampuhan sanksi yang hanya
bekerja dari luarnya saja / kesadaran lahiriah. Maka hendaknya hukum negara
harus tetap ditegakkan melalui usaha dan peningkatan kesadarn hukum masyarakat,
yang dapat dilakukan melalui proses sosialisasi.
Dari
uraian diatas, jelas terlihat mengenai bagaimana hubungan yang sangat terkait
antara proses sosialisasi dan kontrol sosial dengan demikian jelaslah pula
bahwa sosialisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap proses kontrol sosial
dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dari
uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan
diantaranya:
1. Sosialisasi
berbagai materi hukum perlu terus di upayakan agar setiap perkembangan terbaru
mengenai peraturan perundang-undangan diketahui dan dipahami oleh masyarakat,
sehingga ketersediaan dan kemudahan akses terhadap informasi materi hukum
menjadi bagian penting dari pembudayaan hukum masyarakat
2. Faktor-faktor
yang menghambat pelaksanaan sosialisasi dalam proses kontrol social yakni
berangkat dari konsep yang dikemukakan oleh Lawrence M.Friedman yang dikenal
dengan teori Legal System yang terdiri dari 3 komponen diantaranya :
a. Structure
/ Struktur
b. Substance
/ Substansi
c. Culture
/ Kultur
3. Sosialisasi
memiliki pengaruh yang besar terhadap proses sosialisasi karena dengan
sosialisasi tersebut akan ditumbuhkan kesadran bathiniah seseorang akan kaidah
hukum yang berlaku dan dengan kesadaran itu akan memototifikasi seseorang untuk
secara sukarela menyesuaikan segala prilakunya pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dan kesadaran hukum tersebut mengarah pada
mekanisme “control social” bersifat “skin in” yang berguna dalam upaya
penegakan hukum di Indonesia
3.2.Saran
Pengertian
dan pemahaman hukum kepada masyarakat harus terus dilakukan agar masyarakat
menjadi tahu akan hak dan kewajibannya. Kita semua sebagai masyarakat yang tahu
hukum harus ikut bertanggung jawab dan merasa ikut bersalah apabila ada masyarakat
yang dijatuhi sanksi hukum karena ketidaktahuannya bahwa perbuatannya tersebut
itu melanggar hukum. “Terlebih lagi jika ketidaktahuannya dikarenakan kurangnya
atau tidaknya adanya upaya sosialisasi di tengah-tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
-
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu kajian filosofis dan sosiologi), P.T.
Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002
-
---------------, Keterpurukan Hukum di Indonesia (penyebab dan solusinya),
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002,
-
Ali Aspandi, Menggugat Sistem Hukum Peradilan Indonesia yang penuh ketidak
pastian, LeKSHI, Surabaya
-
Donald Black, The Behavior of Law, Academic Press, 1976, New York
-
Satjipto Rahardjo , Hukum Dan Perubahan Sosial, Edisi Pertama, Alumni, Bandung,
1983
-
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma, Metode dan dinamika masalahnya,
Elsan & Huma, Cetakan pertama, Jakarta
-
Rachmad Budiono, Memahami Hukum, Fakultas-hukum Brawijaya, Malang, 1999
-
Soerjono soekanto, Pokok-pokok Sosiologi hukum, PT.Raja Grafindo persada,
Jakarta, 2000
-
----------------------, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002
-
----------------------, Pengantar Sosiologi, PT.Raja Grafindo persada, Jakarta,
2001
http://elfamurdiana.blogspot.com/2009/07/peranan-sosialisasi-hukum-dalam-proses.html
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji hanya
baginya. Semoga sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita, Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dan juga
kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Puji
syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
segala rahmat, hidayah, inayah-Nya. Sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar.
Makalah
dengan judul ”Sosislisasi Hukum”. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para siswa yang membacanya. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan
dan kesalahan. Maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk meyempurnakan makalah ini.
Dengan
makalah ini, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi penulis serta pembaca pada umumnya.
Banjarsari, Mei 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3. Tujuan
Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
2.1. Pengendalian
Sosial dan Sosialisasi Hukum....................................... 3
2.2. Faktor-faktor
yang menghambat pelaksanaan sosialisasi hukum
dalam
proses kontrol sosial ................................................................ 5
2.3. Peranan Sosialisasi Hukum Dalam Proses
Kontrol Sosial .................. 10
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 12
3.1. Kesimpulan......................................................................................... 12
3.2. Saran
.................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14
Comments
Post a Comment