CLICK HERE

Monday, November 27, 2017

NASKAH DRAMA 5 ORANG LAKI-LAKI

NASKAH DRAMA

Tema                     : Kehidupan

Judul                     : Pengamen Cilik

 

Pemeran             :

1.       Didi

2.       Yoga

3.       Bang Ito

4.       Adril

5.       Roy

 

SINOPSIS

Didi adalah pengamen usia 12 tahun yang mengamen di daerah A. Setiap hari ia harus mengamen mulai pukul 6 pagi sampai pukul 5 sore. Uang yang ia dapat sebagian besar harus ia setorkan pada Bang Ito, preman yang menguasai daerah A. Jika ia tidak mendapat uang banyak, Bang Ito tidak akan segan untuk memukul Didi dan teman-teman pengamen lainnya. Sementara itu, Yoga adalah asli anak orang kaya yang sengaja memilih hidup di jalanan karena kurangnya perhatian orang tuanya. Yoga juga memilih mengamen, tapi ia bukan berada di daerah A, sehingga tidak harus setor uang. Yoga memiliki teman satu geng yang bernasip sama dengannya.

 

NASKAH DRAMA

Di jalan pulang, sambil membawa ukulele, Didi baru akan menyetor uang kepada Bang Ito. Tapi ia kena marah dan pukul karena uang yang ia dapat tidak sesuai target.

 

Bang Ito               : “Seharian ngapain aja? Ha? Jawab?”

Didi                        : “Nyari uang Bang.”

Bang Ito               : “Nyari uang apa jalan-jalan doang?”

Didi                        : “Nyari uang Bang.”

Bang Ito               : “Kalo nyari uang dapatnya nggak segini! Ngerti?”

Didi                        : “Iya Bang, hari ini agak sepi pengendara.”

Bang Ito               : “Alasan melulu!”

 

Keesokan paginya, Didi berangkat mengamen lebih pagi dari hari-hari sebelumnya. Ia juga tidak hanya berada di perempatan lampu merah biasa ia ngamen. Tetapi keluar masuk bus juga. Sampai siang hari, ia lumayan mendapat uang. Ketika sedang asyik menghitung di terminal, seorang laki-laki seusianya tiba-tiba duduk menyampingnya. Bocah tersebut juga membawa ukulele. Hanya saja tidak lebih kumuh dari Didi. Kulitnya putih bersih, namanya Yoga.

 

Yoga                      : “Ngamen juga?”

 

Didi mengangguk pelan.

 

Yoga                      : “Dapat uang berapa?”

Didi                        : “Enam puluh ribu, tapi harus setor Bang Ito lima puluh ribu.”

Yoga                      : “Bang Ito? Abang loe?”

Didi                        : “Bukan, dia penguasa daerah A, jadi banyak pengamen yang harus setor uang

                                   ke dia. Sebagai imbal baliknya, kami diberi izin tingga dan makan 2x sehari.”

Yoga                      : “Tidur kalian di mana?”

Didi                        : “Kolong jembatan.”

Yoga                      : “Sama dong, aku juga di kolong jembatan. Tapi nggak ada tuh sistem setor-

                                   setor. Jadi nggak ada kejar target harus dapat uang berapa.”

Didi                        : “Berarti penguasa wilayah di tempatmu baik banget ya.”

 

Yoga tersenyum sebentar.

 

Yoga                      : “Di tempatku nggak ada Abang-Abang penguasa wilayah. Bahkan jika ada

                                  yang menyakiti salah satu dari kami, maka semua teman-teman akan maju

                                  untuk membela.”

Didi                        : “Ada tempat yang kayak gitu? Boleh saya gabung sama kalian?”

Yoga                      : “Oh tentu, asalkan solidaritas harus terjaga. Nggak boleh ada pengkhianatan.

                                  Jika ada suatu masalah harus dibicarakan baik-baik dengan yang lainnya.”

Didi                        : “Saya sanggup. Saya sudah tidak tahan dengan perlakuan Bang Ito.”

 

Yoga mengulurkan tangannya.

Yoga                      : “Aku Yoga, mulai nanti ikutlah denganku. Akan kukenalkan ke teman

  -temanku di base camp.”

Didi menerima uluran tangan Yoga.

Didi                        : “Didi. Oke aku mengerti.”

 

Sesuai kesepakatan, selesai mengamen, sore itu Yoga membawa Didi ke tempat teman-temannya. Di base camp sudah ada 2 teman lainnya, Adril dan Roy. Keduanya terlihat sedang asyik menggambar sketsa sederhana.

 

Yoga                      : “Teman-teman, kenalkan ini Didi.”

 

Adril dan Roy buru-buru meletakkan pensilnya dan memperkenalkan diri. Sambutan yang cukup baik.

 

Adril                      : “Sini...sini... Duduk dulu, kalau mau pesan minum silakan pesan minum di

                                  warung sebelah, ntar aku yang bayarin.”

Dengan agak ragu, Didi ikut duduk tanpa pesan minum. Ia duduk hati-hati sekali, belum adaptasi.

Roy                        : “Jadi, atas alasan apa kamu kabur dari rumah?”

 

Didi terkejut mendengar pertanyaan Roy, wajahnya berubah pucat.

 

Didi                        : “A...aku tidak kabur dari rumah. Aku hanya kabur dari wilayah Bang Ito.”

 

Adril dan Roy saling berpandangan, tak mengerti. Tapi mereka yakin bahwa Didi anak jalanan juga, dilihat dari pakaiannya yang lusuh dan ukulele yang dibawanya.

Yoga                      : “Jadi Bang Ito ini adalah penguasa wilayah A, di mana biasa Didi ngamen. Didi

                                  harus setor uang 50 ribu rupiah setiap selesai ngamen tiap hari. Ia tak tahan,

                                  jadi ia kabur dan gabung ke sini.”

Adril                      : “Bang Ito bukan Abang loe?”

 

Didi menggeleng pelan.

Roy                       : “Lalu sebelumnya? Kenapa kamu kabur dari rumah? Punya rumah kan?”

Kali ini Didi dipandang lekat oleh Adril, Roy, dan Yoga.

 

Didi                        : “Aku nggak punya rumah. Sejak kecil aku sudah hidup di jalanan sama emak.

                                  Sekarang emak sudah meninggal.”

Yoga, Adril, dan Roy melongo mendengar penjelasan Didi.

 

Didi                        : “Kalian? Apa kalian semua punya rumah?”

 

Yoga, Adril, dan Roy mengangguk bersamaan.

 

Yoga                      : “Kau tenang saja Di, sekarang kamu bisa tinggal bersama kita.”

 

Didi mengangguk diikuti dengan senyumnya.

 

Roy                        : “Jadi Di, kita semua di sini sebenarnya memiliki rumah. Bahkan mewah-

                                  mewah. Kita tidak bermaksud paer. Kami hanya bercerita sama kamu, kenapa

                                  kita berada di jalanan.”

Yoga                      : “Papa sama mama kita pada sibuk karir di luar. Di rumah sama pembokat

                                  doang, males lah.”

Adril                      : “Di jalanan, kita ngerasa bebas dan banyak pengalaman baru, teman baru,

                                  dan tentunya perhatian teman-teman yang nggak bisa kita dapat dari orang

                                  tua. Sesekali kita juga pulang ke rumah, kangen sama mama.”

Roy                        : “Haha dasar anak mama loe!”

 

Didi mulai ikut tertawa.

Didi                        : “Aku nggak mau milih kehidupan seperti ini, tapi aku yakin semua ada

                                  hikmahanya. Dulu Emak bilang kalau hidup di jalanan itu keras. Banyak

                                  penjahat seperti Bang Ito ataupun teman-teman dengan pergaulan bebas.

                                  Tapi selama kita nggak macem-macem alias lurus-lurus aja, semuanya baik-

                                  baki saja. Tidak akan ada perbedaan antara anak jalanan dan anak rumahan.”

Yoga                      : “Aku setuju. Hidup di jalanan emang keras, dan aku yakin kamu udah punya

                                  jiwa tangguh dalam menghadapi kejahatan di jalanan.”

Adril                      : “Di, kamu juga harus tahu, kalau kita di sini juga menikmati banget hidup di

                                  jalanan. Sebisa mungkin memanfaatkan waktu dengan kegiatan yang positif.

                                  Kamu lihat sendiri tadi kita sibuk menggambar sketsa.”

Roy                        : “Selain membuat sketsa, kita juga belajar bikin kerajinan tangan dari barang

                                  bekas. Itupun juga barang-barang hasil mulung.”

Didi                        : “Kalian hebat. Aku mau gabung sama kalian.”

 

Kehidupan jalanan memang terkenal sangar dan ngerinya. Akan tetapi tak sedikit pula ada orang-orang yang peduli pada anak jalanan lainnya dan berusaha mengubah hal negatif menjadi sesuatu yang positif.

 

 

 

NASKAH DRAMA 4 Orang (2 Laki-laki 2 Perempuan)

NASKAH DRAMA

Judul                : Mengisi Liburan Sekolah

Tema               : Pendidikan

Pemeran         : Hiro, Haikal, Dina, Afifah

Karakter          : Hiro (pemalas), Haikal (Rajin), Dina (Periang), Afifah (Religius)

 

Sinopsis Drama :

Suatu ketika di sebuah majid, berkumpulah 4 orang remaja SMA yang tergabung dalam remaja islam masjid (RISMA). Dalam situasi ini adalah beberapa saat menjelang rapat RISMA akan diadakan. Mereka berbincang-bincang ringan seputar masalah agama dan pendidikan.

 

Dialog Drama :

Dina     : Liburan akhir semester setelah ujian ini apa rencana kalian?

Hiro     : Kalau aku lebih baik di rumah. Santai sambil main game dan nonton TV

              saja. Kalau kamu Din?

Dina     : Nanti dulu tanya ke akunya. Aku tunggu jawaban teman-teman lainnya

              dulu. Kamu mau ke mana liburan ini Kal?

Haikal : Hmm, apa ya? Aku mau beres-beres rumah. Aku juga mau banyak

              belajar saja. Lagi pula tugas liburan kita kan banyak sekali.

Hiro     : Ya ampun, tugas lagi-tugas lagi.

Dina     : Kalau kamu Fah? Apa rencanamu?

Afifah : Hmm apa ya? Aku mau menghidupkan masjid saja.

Hiro     : Menghidupkan masjid bagaimana maksudmu?

Afifah : Ya aku mau menyibukkan diri dengan kegiatan ibadah di masjid

              sekaligus menghidupkan kegiatan di dalamnya.

Dina     : Misalnya?

Afifah : Ya seperti yang kita lakukan sekarang ini. Saat ini bukankah kita sedang

              berupaya untuk menghidupkan masjid?

Haikal : Dengan mengobrol begini maksudmu?

Afifah : Bukan bagian mengobrolnya Kal. Tapi rapat yang akan kita

              selenggarakan beberapa saat nanti. Rapat RISMA ini kan salah satu

              bentuk upaya untuk menghidupkan rumah ibadah dengan berbagai

              kegiatan positif.

Dina     : Betul juga sih.

Hiro     : Din, tadi kamu yang memulai diskusi ini kan? Terus rencanamu apa

              liburan kali ini?

Dina     : Aku sih belum ada rencana apa-apa. Makanya aku coba menggali dari

              kalian, siapa tahu dapat referensi yang bagus untuk kegiatan selama

              liburan.

Hiro     : Ah, aku sih sudah mantap. Mau santai-santai saja di rumah.

Afifah : Aku punya ide bagus. Kal, kamu mau mengisi liburan dengan belajar

              kan? Sedangkan Dina belum ada rencana apapun untuk liburan.

              Bagaimana kalau kita isi saja liburan kita dengan belajar sekaligus

              mengisi kegiatan di masjid?

Dina     : Wah ide bagus itu. Nah, benar kan? Aku bisa dapat referensi liburan dari

              kalian. He..he. Bagaimana Kal?

Haikal : Wah, boleh juga itu. Mengisi kegiatan di masjid juga kan termasuk

              aktivitas belajar. Tapi bentuk kegiatannya seperti apa fah?

Afifah : ya kita bisa adakan seminar keotentikan Al-Qur’an dengan ilmu

              pengetahuan, lomba cerdas cermat TPA, lomba hafalan Al-Qur’an, dan

              lainnya. Semua nanti akan kita bahas di rapat Risma. Bagaimana?

Haikal : wah, ide bagus.

Dina     :baiklah, aku ikut kamu Fah. Lalu kamu bagaimana Hiro? Masih mau

              santai-santai di rumah?

Hiro     : yah, bagaimana ya? Kalau semuanya mau menyibukkan diri dengan

              aktivitas di masjid, ya mau tidak mau aku ikut.

Dina     : ha..ha... nah, begitu donk Hiro. Oke, kita sudah sepakat.

Afifa    : Oh iya, sudah pukul 13.00 WIB. Kita mulai saja rapatnya.

Haikal, Dina, Hiro : Oke. Kita mulai sekarang!

 

Akhirnya rapat Risma pun dimulai dengan agenda pembahasan rencana kegiatan remaja masjid untuk mengisi waktu liburan sekolah.