MAKALAH KONSTITUSI NEGARA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang masalah
Konstitusi merupakan hukum-hukum
atau aturan-aturan dasar yang harus kita pahami Dasar Negara menjadi sumber
bagi pembentukan konstitusi. Dasar Negara menempati kedudukan sebagai norma
hukum tertinggi suatu Negara. Sebagai norma tertinggi, dasar Negara menjadi
sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dibawahnya. Konstitusi adalah salah
satu norma hukum dibawah dasar Negara. Dalam arti yang luas : konstitusi adalah
hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang
menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti tengah :
konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis
Dalam arti sempit : konstitusi
adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat
aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari
dasar Negara.norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh bertentangan
dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang
terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum dar Negara.
Jadi kaitan antara dasar Negara dengan konstitusi adalah dasar Negara menjadi
sumber bagi penyusunan konstitusi. Konstitusi sebagai norma hukum dibawah dasar
Negara haru bersumber dan berdasar pada dasar Negara.
1.2. Rumusan Masalah
- Apakah pengertian dari konstitusi?
- Bagaimanakah sejarah dan perubahan konstitusi di
sebagian negara?
- Apakah tujuan konstitusi?
- Apakah isi konstitusi?
1.3. Tujuan
- Untuk mengetahui definisi konstitusi.
- Untuk mengetahui sejarah dan perubahan konstitusi di
sebagian negara.
- Untuk mengetahui tujuan dari konstitusi.
- Untuk mengetahui isi dan esensi dari konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Konstitusi
Pengertian konstitusi dan
Undang-Undang Dasar.
Aturan tata tertib hidup bernergara
yang menjadi dasar segala tindakan dalam kehidupan negara sering disebut
sebagai hukum dasar atau konstitusi.
Konstitusi sering disebut sebagai
Undang-Undang Dasar, meskipun arti konstitusi itu sendiri adalah hukum dasar
yang tertulis dan tidak tertulis. Undang-Undang Dasar tergolong hukum dasar
yang tertulis, sedangkan hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara,
meskipun tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis ini sering disebut
konvensi. Dikatakan konvensi karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
- Merupakan kebiasaan yang berulang-ulang dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan negara.
- Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan
berjalan sejajar.
- Diterima oleh seluruh rakyat.
- Bersifat pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai
aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
- Secara etimologi kata Konstitusi berasal dari bahasa
Perancis, constituir sama dengan Membentuk =
pembentukan suatu Negara/menyusun dan menyatakan sebuah Negara. Konstitusi
juga bisa berarti peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan Negara.
Bahasa belanda konstitusi = Groungwet = undang – undang
dasar (ground = Dasar, wet = undang-undang. Di Jerman
kata konstitusi dikenal dengan istilah Grundgeset, yang
berartiUndang-undang dasar (grund = dasar, gesetz =
undang-undang.
- Secara terminologi konstitusi adalah sejumlah
aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk unsur
mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan
kerja sama antara Negara dan Masyarakat (rakyat) dalam kontek kehidupan
berbangsa dan bernegara.
- Namun apabila konstitusi dipandang sebagai fundamental
laws atau lembaran hukum dasar bagi segala kehidupan masyarakat
di suatu negara, maka jelaslah konstitusi menjadi bagian kajian ilmu
hukum. Kemudian apabila konstitusi dipandang sebagai peratutran dasar
paling awal bagi pembentukan atau pendirian sebuah Negara, maka konstitusi
merupakan bagian dari kajian ilmu Negara. Sementara apabila konstitusi
dipandang sebagai lembaran konsesus politik segenap masyarakat sebuah
Negara-bangsa, maka jelaslah konstitusi merupakan bagian dari kajian ilmu
politik.
2.2. Sejarah Konstitusi
Sebagai Negara yang berdasarkan
hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan
undang-undang dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga akhirnya
diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya, Undang-Undang
Dasar 1945 dirancing sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan
penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam
bahasa jepang dikenal dengan dokuritsu zyunbi tyoosakai yang beranggotakan 21
orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19
orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra
dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan
tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan
dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Malian, 2001:59)
Badan ini kemudian menetapkan tim
khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian
dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu
adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto
Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo
Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr.
Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi
Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan
(Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid hasyim dan Mr. Mohammad Hasan
(Sumatra).
Latar belakang terbentuknya
konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi
bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari
dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai
berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda.
Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut,
maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku
memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa
Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan
kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur
Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin
lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang
dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah
menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa
untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
Setelah kemerdekaan diraih,
kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi,
dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah
Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar
kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan
sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai
berikut:
- Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang
bahannya diambil dari rancangan undang-undang yang disusun oleh panitia
perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
- Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya
hampir seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perancang UUD
tanggal 16 Juni 1945.
- Memilih ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Ir.
Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai
wakil presiden.
- Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi komite
Nasional.
- Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar
Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna
sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap
Negara telah ada yaitu adanya:
·
Rakyat, yaitu bangsa Indonesia.
·
Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari
sabang hingga ke merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil.
·
Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan
Indonesia.
·
Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya
sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara
Tujuan Negara yaitu mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bentuk Negara yaitu Negara
kesatuan.
2.3. Perkembangan dan Perubahan
Konstitusi di Indonesia
Konstitusi sebagai hukum dasar yang
dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara dapat berupa konstitusi
tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Dalam hal konstitusi terstulis, hampir
semua negara di dunia memilikinya yang lajim disebut undang-undang dasar (UUD)
yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara
bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi
tertulis adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap
semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Adanya negara yang dikenal sebagai
negara konstitusional tetapi tidak memiliki konstitusi tertulis, nilai-nilai,
dan norma-norma yang hidup dalam praktek penyelenggaraan negara juga
diakui sebagai hukum dasar, dan tercakup pula dalam pengertian konstitusi dalam
arti yang luas. Karena itu, Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis
beserta nilai-nilai dan norma hukum dasar tidak tertulis yang hidup sebagai
konvensi ketatanegaraan dalam praktek penyelenggaraan negara sehari-hari,
termasuk ke dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar (droit
constitusionnel) suatu Negara.
Dalam perkembangan sejarah kehidupan
berbangsa dan bernegara, konstitusi menempati posisi yang sangat penting.
Pengertian dan materi muatan konstitusi senantiasa berkembang seiring dengan
perkembangan peradaban manusia dan organisasi kenegaraan. Kajian tentang
konstitusi semakin penting dalam negara-negara modern saat ini yang pada
umumnya menyatakan diri sebagai negara konstitusional, baik demokrasi
konstitusional maupun monarki konstitusional. Dengan meneliti dan mengkaji
konstitusi, dapat diketahui prinsip-prinsip dasar kehidupan bersama dan
penyelenggaraan negara serta struktur organisasi suatu negara tertentu. Bahkan
nilai-nilai konstitusi dapat dikatakan mewakili tingkat peradaban suatu bangsa.
Suatu konstitusi tertulis,
sebagaimana halnya Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), nilai-nilai dan norma
dasar yang hidup dalam masyarakat serta praktek penyelenggaraan negara turut
mempengaruhi perumusan suatu norma ke dalam naskah Undang-Undang Dasar. Karena
itu, suasana kebatinan (geistichenhentergrund) yang menjadi latar belakang
filosofis, sosiologis, politis, dan historis perumusan juridis suatu ketentuan
Undang-Undang Dasar perlu dipahami dengan seksama, untuk dapat mengerti dengan
sebaik-baiknya ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar.
Undang-Undang Dasar tidak dapat dipahami hanya melalui teksnya saja.
Untuk sungguh-sungguh mengerti, kita harus memahami konteks filosois,
sosio-historis sosio-politis, sosio-juridis, dan bahkan sosio-ekonomis yang
mempengaruhi perumusannya. Di samping itu, setiap kurun waktu dalam sejarah
memberikan pula kondisi-kondisi kehidupan yang membentuk dan mempengaruhi kerangka
pemikiran (frame of reference) dan medan pengalaman (ield of experience) dengan
muatan kepentingan yang berbeda, sehingga proses pemahaman terhadap suatu
ketentuan Undang-Undang Dasar dapat terus berkembang dalam praktek di kemudian
hari. Karena itu, penafsiran terhadap Undang-Undang Dasar pada masa lalu, masa
kini, dan pada masa yang akan datang, memerlukan rujukan standar yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya, sehingga Undang-Undang Dasar tidak
menjadi alat kekuasaan yang ditentukan secara sepihak oleh pihak manapun juga.
Untuk itulah, menyertai penyusunan dan perumusan naskah Undang-Undang Dasar,
diperlukan pula adanya Pokok-Pokok pemikiran konseptual yang mendasari setiap
perumusan pasal-pasal Undang-Undang Dasar serta keterkaitannya secara langsung
atau tidak langsung terhadap semangat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
dan Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan yang paling
mendasar dari gerakan reformasi yang berujung pada runtuhnya kekuasaan Orde
Baru pada tahun 1998. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi melihat
faktor penyebab otoritarian Orde Baru hanya pada manusia sebagai pelakunya,
tetapi karena kelemahan sistem hukum dan ketatanegaraan. Kelemahan dan
ketidaksempurnaan konstitusi sebagai hasil karya manusia adalah suatu hal yang
pasti. Kelemahan dan ketidaksempurnaan UUD 1945 bahkan telah dinyatakan oleh
Soekarno pada rapat pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 .
Gagasan perubahan UUD 1945 menemukan
momentumnya di era reformasi. Pada awal masa reformasi, Presiden membentuk Tim
Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani yang didalamnya terdapat Kelompok
Reformasi Hukum dan Perundang-Undangan. Kelompok tersebut menghasilkan
pokok-pokok usulan amandemen UUD 1945 yang perlu dilakukan mengingat
kelemahan-kelemahan dan kekosongan dalam UUD 1945. Gagasan perubahan UUD 1945
menjadi kenyataan dengan dilakukannya perubahan UUD 1945 oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pada Sidang Tahunan MPR 1999, seluruh fraksi di
MPR membuat kesepakatan tentang arah perubahan UUD 1945 yaitu:
- Sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.
- Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia;.
- Sepakat untuk mempertahankan sistem presidensiil (dalam
pengertian sekaligus menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri
umum sistem presidensiil);
- Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada
dalam Penjelasan UUD 1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945; dan
- Sepakat untuk menempuh cara adendum dalam melakukan
amandemen terhadap UUD 1945.
Perubahan UUD 1945 kemudian
dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang Tahunan
MPR dari tahun 1999 hingga perubahan keempat pada Sidang Tahunan MPR
tahun 2002 bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya Komisi Konstitusi yang
bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan UUD 1945
berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi.
Perubahan Pertama pada tahun 1999,
Perubahan Kedua pada tahun 2000, Perubahan Ketiga pada tahun 2001, dan
Perubahan Keempat pada tahun 2002. Dalam empat kali perubahan itu, materi UUD
1945 yang asli telah mengalami perubahan besar-besaran dan dengan perubahan
materi yang dapat dikatakan sangat mendasar. Secara substantif, perubahan yang
telah terjadi atas UUD 1945 telah menjadikan konstitusi proklamasi itu menjadi
konstitusi yang baru sama sekali, meskipun tetap dinamakan sebagai
Undang-Undang Dasar 1945.
Perubahan Pertama UUD 1945 disahkan dalam Sidang Umum MPR-RI yang
diselenggarakan antara tanggal 12 sampai dengan tanggal 19 Oktober 1999.
Pengesahan naskah Perubahan Pertama itu tepatnya dilakukan pada tanggal 19 Oktober
1999 yang dapat disebut sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan
semangat konservatisme dan romantisme di sebagian kalangan masyarakat yang
cenderung menyakralkan atau menjadikan UUD 1945 bagaikan sesuatu yang suci dan
tidak boleh disentuh oleh ide perubahan sama sekali. Perubahan Pertama ini
mencakup perubahan atas 9 pasal UUD 1945, yaitu atas Pasal 5 ayat (1), Pasal 7,
Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 14 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20 ayat (1)
sampai dengan ayat (4), dan Pasal 21. Kesembilan pasal yang mengalami perubahan
atau penambahan tersebut seluruhnya berisi 16 ayat atau dapat disebut ekuivalen
dengan 16 butir ketentuan dasar.
Gelombang perubahan atas naskah UUD 1945 terus berlanjut, sehingga
dalam Sidang Tahunan pada tahun 2000, MPR-RI sekali lagi menetapkan Perubahan
Kedua yaitu pada tanggal 18 Agustus 2000. Cakupan materi yang diubah pada
naskah Perubahan Kedua ini lebih luas dan lebih banyak lagi, yaitu mencakup 27
pasal yang tersebar dalam 7 bab, yaitu Bab VI tentang Pemerintah Daerah, Bab
VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Bab IXA tentang Wilayah Negara, Bab X
tentang Warga Negara dan Penduduk, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Bab XII
tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, dan Bab XV tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Jika ke-27 pasal tersebut dirinci jumlah
ayat atau butir ketentuan yang diaturnya, maka isinya mencakup 59 butir
ketentuan yang mengalami perubahan atau bertambah dengan rumusan ketentuan baru
sama sekali.
Setelah itu, agenda perubahan dilanjutkan lagi dalam Sidang
Tahunan MPR-RI tahun 2001 yang berhasil menetapkan naskah Perubahan Ketiga UUD
1945 pada tanggal 9 November 2001. Bab-bab UUD 1945 yang mengalami perubahan
dalam naskah Perubahan Ketiga ini adalah Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan,
Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bab III tentang Kekuasaan
Pemerintahan Negara, Bab V tentang Kementerian Negara, Bab VIIA tentang Dewan
Perwakilan Daerah, Bab VIIB tentang Pemilihan Umum, dan Bab VIIIA tentang Badan
Pemeriksa Keuangan. Seluruhnya terdiri atas 7 bab, 23 pasal, dan 68 butir
ketentuan atau ayat. Dari segi jumlahnya dapat dikatakan naskah Perubahan
Ketiga ini memang paling luas cakupan materinya. Tapi di samping itu, substansi
yang diaturnya juga sebagian besar sangat mendasar. Materi yang tergolong sukar
mendapat kesepakatan cenderung ditunda pembahasannya dalam sidang-sidang
terdahulu. Karena itu, selain secara kuantitatif materi Perubahan Ketiga ini
lebih banyak muatannya, juga dari segi isinya, secara kualitatif materi
Perubahan Ketiga ini dapat dikatakan Sangay mendasar pula.
Perubahan yang terakhir dalam rangkaian gelombang reformasi nasional
sejak tahun 1998 sampai tahun 2002, adalah perubahan yang ditetapkan dalam
Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2002. Pengesahan naskah Perubahan Keempat
ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Dalam naskah Perubahan Keempat ini,
ditetapkan bahwa (a) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan
keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan
Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada
tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat; (b) Penambahan bagian akhir
pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dengan kalimat “Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang
Tahunan Majelis permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan”; (c) pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat
(4) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menjadi Pasal 3 ayat (2) dan (3); Pasal 25E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25A; (d) penghapusan judul
Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta
penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan negara; (e)
pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8
ayat (3), Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3);
Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal
32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34
ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan
Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Secara keseluruhan naskah Perubahan Keempat UUD 1945 mencakup 19 pasal,
termasuk satu pasal yang dihapus dari naskah UUD. Ke-19 pasal tersebut
terdiri atas 31 butir ketentuan yang mengalami perubahan, ditambah 1 butir yang
dihapuskan dari naskah UUD. Paradigma pemikiran atau pokok-pokok pikiran yang
terkandungdalam rumusan pasal-pasal UUD 1945 setelah mengalami empat kali
perubahan itu benar-benar berbeda dari pokok pikiran yang terkandung dalam
naskah asli ketika UUD 1945 pertama kali disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Bahkan dalam Pasal II Aturan Tambahan Perubahan Keempat UUD 1945 ditegaskan,
“Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal”.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sejak tanggal 10 Agustus 2002, status
Penjelasan UUD 1945 yang selama ini dijadikan lampiran tak terpisahkan dari
naskah UUD 1945, tidak lagi diakui sebagai bagian dari naskah UUD. Jikapun isi
Penjelasan itu dibandingkan dengan isi UUD 1945 setelah empat kali berubah,
jelas satu sama lain sudah tidak lagi bersesuaian, karena pokok pikiran yang
terkandung di dalam keempat naskah perubahan itu sama sekali berbeda dari apa
yang tercantum dalam Penjelasan UUD 1945 tersebut.
2.4. Tujuan Pembentukan Konstitusi
Di dalam negara-negara yang
mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusionil, undang-undang dasar
mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa
sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan
demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindung. Gagasan ini
dinamakankonstitusionalisme.
Cara pembatasan yang dianggap paling
efektif ialah dengan jalan membagi kekuasaan. Kata Carl J. Friedrich: “dengan
jalan membagi kekuasaan, konstitusionalisme menyelenggarakan suatu sistim
pembatasaan yang efektif atas tindakan-tindakan pemerintah” (Constitutionalism
by dividing power providesa system of effective restraints upon governmental
action). Pembatasan-pembatasan ini tercermin dalam undang-undang dasar
mempunyai fungsi yang khusus dan merupakan perwujudan atau menifestasi dari
hukum yang tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya oleh rakyat, tetapi
pemerintah serta penguasa sekalipun.
Gagasan konstitusionalisme telah
timbul lebih dahulu dari pada konstitusi itu sendiri. Konstitusionalisme dalam
arti penguasa perlu dibatasi kekuasaannya dan kerena itu kekuasaannya harus
diperinci secara tegas, telah timbul di Abad pertengahan (Midle Ages) Eropa.
Pada tahun 1215, raja John dari Inggris dipaksa oleh beberapa bangsawan untuk
mengakui beberapa hak mereka, yang kemudian ducantumkan dalam magna
Charta (Piagam Besar). Dalam Charter of English
Liberties ini raja John menjamin bahwa pemungutan pajak tidak akan
dilakukan tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, dan bahkan tidak akan
diadakan penangkapan tanpa peradilan. Meskipun belum sempurna, Magna Charta di
dunia Barat dipandang sebagai permulaan dari gagasan dari konstitusionalisme
serta pengakuan terhadap kebebasan dan kemerdekaan rakyat.
Menurut Miriam Budiarjo, setidaknya
setiap konstitusi memuat lima ketentuan (atau ciri-ciri). Adapun kelima
ketentuan tersebut adalah:
- Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara
badan legislatif, eksekutif dan yudikatif; dalam negara federal, pembagian
kekuasaan antar pemerintah negara-bagian; prosedur menyelesaikan masalah
pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya.
- Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill of
Rights kalau berbentuk naskah tersendiri);
- Prosedur mengubah undang-undang dasar;
- Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat
tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini biasanya terdapat jika para
penyusun undang-undang dasar ingin menghindari terulangnya kembali hal-hal
yang baru daja teratasi, seperti misalnya munculnya seorang diktator atau
kembalinya suatu monarki. Misalnya undang-undang dasar jerman melarang
untuk mengubah sifat federalisme dari undang-undang dasar, oleh
karena dikawatirkan bahwa sifat unitarisme dapat melicinkan jalan untuk
munculnya kembali seorang diktator seperti Hitler.
Selain dari itu dijumpai bahwa
undang-undang dasar sering memuat cita-cita rakyat dan azaz-azaz ideollogi
negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat dan spirit yang oleh penyusun
undang-undang dasar ingin diabadikan dalam undang-undang dasar itu sehingga
mewarnai seluruh naskah undang-undang dasar itu. Misalnya undang-undang dasar
Amerika Serikat yang diresmikan dalam thaun 1789 menonjolkan keinginan untuk
memperkokoh penggabungan 13 negara merdeka dalam suatu Uni, mengatakan pada
permulaan Undang-Undang Dasar: “kami, rakyat Amerika Serikat, dalam keinginan
untuk membentuk suatu Uni yang lebih sempurna. . . . (“We, the people of the
United States, in order to form a more perpect Union, . .do ordain and
establish this Constitution for the United States of America”.)
Konstitusi menurut Sovernin Lohman
yang di kutip Dede Rosyada, et al., harus memuat unsur-unsur
sebagai berikut:
- Konstitusi di pandang sebagai perwujudan perjanjian
masyarakat (kontrak sosial). Artinya bahwa konstitusi merupakan konklusi
dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang
akan mengatur mereka.
- Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi
manusia dan warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban
warga negara dan alat-alat pemerintahannya,
- Konstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka
bangunan pemerintahan.
Dalam penyusun atau pembuatan
konstitusi, selain harus mengandung ketentuan-ketentuan atau unsur-unsur
sebagaimana disebutkan di atas, juga tentunya memiliki sejumlah tujuan yang
hendak dicapai (juga sering disebut fungsi konstitusi). Di antara tujuan
konstitusi itu adalah untuk:
- Pembatasan sekaligus pengawasan terhadap proses-proses
kekuasaan politik.
- Melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasaan sendiri.
- Memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa
dalam menjalankan kekuasaannya.
- Aturan main (rule of the game) fundamental bagi setiap
kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara.
Bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 juga dapat dikatakan memuat prinsip-prinsip, asas-asas dan tujuan dari
bangsa Indonesia yang akan di wujudkan dengan jalan bernegara. Dari
prinsip-prinsip, asas-asas dan tujuan dari bangsa Indonesia tersebut terkandung
pula nilai-nilai yang mewarnai isi konstitusi pertama, antara lain:
- Bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
pernyataan kemerdekaan yang terinci, karena terkandung suatu pengakuan
tentang nilai hak kodrat, yaitu hak yang merupakan karunia dari tuhan Yang
Maha Esa yang melekat pada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Hak kodrat ini bersifat mutlak, karenanya tidak dapat diganggu
gugat, sehingga penjajahan sebagai pelanggaran terhadap hak kodrat ini
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan harus dihapuskan.
Atas dasar inilah maka bangsa
Indonesia mewujudkan suatu hasrat yang kuat dan bulat untuk menentukan nasib
sendiri terbebas dari kekuasaan bangsa lain melalui perjuangan sendiri menyusun
suatu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Merdeka artinya benar-benar bebas
dari kekuasaan bangsa lain. Bersatu artinya negara Indonesia merupakan negara
dengan satu bangsa yang mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan.
Berdaulat artinya negara yang berdiri di atas kemampuan diri sendiri, dan
kekuasaannya sendiri, berhak dan bebas menentukan tujuan dan nasibnya sendiri
serta memiliki kedudukan dan derajat yang sama dengan sesama bangsa dan negara
lain yang ada di dunia. Adil maksudnya negara mewujudkan keadilan dalam
kehidupan bersama, dan makmur maksudnya terpenuhi kebutuhan manusia baik
material maupun spiritual, jasmaniah maupun rohaniah. Hal ini dapat dicermati
dari isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 trutama alinea pertama dan alinea
kedua.
- Disamping itu pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan pernyataan kembali proklamasi kemerdekaan, yang isinya merupakan
pengakuan nilai religius, dan nilai moral.
Nilai religius artinya negara
Indonesia mengakui nilai-nilai religius. Secara filosofis bangsa Indonesia
mengakui bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa sehingga kemerdekaan
disamping merupakan hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia juga
merupakan rahmat dari tuhan Yang Maha Esa. Nilai moral mengandung makna bahwa
negara dan bangsa Indonesia mengakui nilai-nilai moral dan hak kodrat untuk
segala bangsa, terutama pada isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan:”....di dorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas”. Oleh karena sifatnya sebagai hak kodrat, maka bersifat mutlak dan
asasi, sehingga hak tersebut merupakan hak moral juga.
Berbagai hal tersebut dapat
dicermati dari isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ketiga. Inilah
yang menjadikan Proklamasi Kemerdekaan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 mempunyai hubungan yang tak terpisahkan. Proklamasi tanpa pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 maka tidak lebih hanya akan menganti kekuasaan orang
asing dengan kekuasaan bangsa sendiri tetapi tidak jelas kemudian apa yang akan
diselenggarakan setelah kekuasaan bengsa sendiri. Sebaiknya pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 tanpa ada proklamasi Kemerdekaan, maka
prinsip-prinsip, asas-asas dan tujuan bangsa Indonesia hanya akan menjadi
angan-angan belaka yang tidak akan terwujud.
- Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat
prinsip-prinsip pokok kenegaraan, yaitu tentang tujuan negara, ketentuan
diadakannya Undang-Undang Dasar Negara, bentuk negara dan dasar filsafat
negara. Hal tersebut dapat dapat dicermati dari isi pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 aline keempat.
Tujuan negara yang tersurat didalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat merupakan sesuatu yang ingin
dicapai oleh bangsa Indonesia. Tujuan negara tersebut merupakan tujuan nasional
yang secara rinci dapat diurai sebagai berikut: (1) membentuk suatu pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan (3) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaikan abadi dan keadilan sosial.
Ketentuan diadakannya Undang-Undang
Dasar Negara itu sendiri juga dapat dicermati dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang menyatakan:”..... maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia....”. ketentuan ini menunjukan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Ketentuan setidaknya
Undang-Undang Dasar merupakan ketentuan keharusan bagi suatu negara untuk
adanya hukum dasar yang melandasi segala kegiatan kehidupan kenegaraan.
Segala penyelenggara negara harus didasarkan pada ketentuan hukum dasar.
Demikian pula setiap pelaksanaan kehidupan kenegaraan yang dilakukan oleh
pemerintah maupun rakyat atau warganegara haruslah berdasarkan pada segala
ketentuan yang ada dalam hukum dasar negara. Dengan hukum dasar negara
penyelenggaraan kehidupan bernegara dapat berjalan dengan tertib dan teratur.
Mengenai bentuk negara dapat di
cermati dari kalimat yang ada dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea
keempat yang menyatakan: “...yang tebentuk dalam susunan negara Republik
Indonesia yang kedaulatan rakyat....”. kalimat ini menunjukan bahwa bentuk
negara Republik yang berkedaulatan rakyat. Republik yang berasal dari kata “res
republika” yang artinya organisasi kenegaraan yang mengerus kepentingan
bersama. Kedaulatan rakyat tanpa suatu pembatasan undang-undang. Oleh karena
itu, kedaulatan rakyat mempunyai arti bahwa kekuasaan tertinggi ada pada
rakyat. Rakyatlah yang berdaulat, dan mewakilkan kekuasaannya pada suatu badan
yaitu Pemerintah. Bila pemerintah dalam melaksanakan tugasnya tidak sesuai
dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah
2.5. Isi Undang-Undang Dasar
Undang-Undang Dasar pada umumnya
berisi hal-hal sebagai berikut:
1.
Organisasi negara, artinya mengatur lembaga-lembaga apa saja
yang ada dalam suatu negara dengan pembagian kekuasaan masing-masing serta
prosedur penyelenggaraan masalah yang timbul diantara lembaga tersebut.
2.
Hak- hak asasi manusia.
3.
Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar,
4.
Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu
dari undang-undang dasar, seperti tidak dikehendaki terulangannya kembali
munculnya seorang dictator atau kembalinya pemerintahan kerajaan yang kejam
misalnya.
5.
Sering pula memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi
negara.
Bagian pembukaan Undang-Undang Dasar
1945
Bagian pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 merupakan suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945 (konstitusi
pertama), dikarenakan di dalamnya terkadang Empat Pokok Pikiran yang pada
hakikatnya merupakan penjelmaan asas keharmonian negara yaitu pancasila.
- Pokok pikiran pertama, yaitu:” Negara melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesi.
- Pokok pikiran kedua yaitu: “Negara hendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini merupakan pokok
pikiran keadilan sosial yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia
mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial
dalam kehidupan masyarakat.
- Pokok pikiran yang ketiga yaitu: “Negara yang
berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan”. Hal ini menunjukan bahwa sistem negara yang
terbentuk dalam Undang-Undang Dasar haruslah berdasarkan atas kedaulatan
rakyat dan berdasarkan/perwakilan.
- Pokok pikiran keempat yaitu: “negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Hal ini menunjukan konsekuensi logis bahwa Undang-Undang Dasar harus
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara
negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhu.
Konstitusi dalam objek kajian
siyasah (politik Islam) dikenal dengan istilah dustur (siyasah dusturiyah).
Istilah dustur ini pada mulanya diartikan dengan seseorang yang memiliki
otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama. Dustur dalam konteks
konstitusi berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama
antar sesama anggota masyarakat dalam sebuah Negara. Baik yang tidak tertulis
(konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).
Bila di telusuri secara literal kata
konstitusi (constitution) berasal dari bahasa Perancis contituir , kata
konstitusi dikenal dengan istilah Groundwet, yang berarti membentuk. Kemudian
dalam bahasa Belanda, kata konstitusi dikenal dengan istilah Groundwet, yang
berarti undang-undang dasar (ground=dasar, wet=undang-undang). Dalam bahasa
Jerman kata konstitusi juga dikenal dengan istilah Grundgesetz, yang juga
berarti undang-undang dasar (grund=dasar, dan gesetz=undang-undang). Baik dalam
bahasa Belanda maupun dalam bahsa Jerman, makna istilah konstitusi tersebut
menunjuk pada nashkah tertulis.
Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro,
juga dikutip Dede Rosyada et al., membagi pengertian konstitusi ke dalam
pengertian, yaitu:
- Pengertian sosiologis dan politis (sosiologiche atau
politiche begrif). Konstitusi merupakan shintesa factor kekuatan yang
nyata (dareele machfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi
menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam
satu Negara.
- Pengertian yuridis (yuridische begrif). Kontitusi
adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan Negara dan sendi-sendi
pemerintahan.
Khusus konstitusi dalam pengertian
sosiologi dan politis, seperti disebutkan di atas, menunjukan kepada kita bahwa
konstitusi merupakan gambaran atau potret nyata dari kehidupan politik
masyarakat dalam suatu negara. Baik kehidupan politik dalam pengertian benturan
kepentingan antara kelompok politik maupun dalam pengertian gambaran hubungan
kekuasaan dan struktur kekuasaan politik yang nyata. Dalam kata lain, secara
sederhananya kalau kita hendak mengetahui bagaimana gambaran persaingan
kekuasaan politik dan struktur kekuatan politik dalam masyarakat suatu negara,
maka lihat konstitusinya
Akan tetapi perlu dicatat bahwa dalam
kepustakaan Belanda (misalnya L.J. van Apeldoorn) diadakan perbedaan antara
pengertian undang-undang dasar (grondwet) dan konstitusi (constitutie). Menurut
paham tersebut undang-undang dasar adalah bagian tertulis dari suatu
konstitusi, sedangkan konstitusi memuat baik peraturan yang tidak tertulis. Dan
rupa-rupanya pada para penyusun undang-undang dasar 1945 menganut pikiran yang
sama, sebab dalam Penjelasaan Undang-Undang Dasar 1945 dikatan: “undang-undang
dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari sebagian hukunnya dasar negara
itu. Undang-Undang Dasar ialah Hukum Dasar yang tertulis, sedang disampingnya
Undang-Undang Dasar itu berlaku juga Hukum Dasar yang tidak tertulis, ialah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
negara, meskipun tidak tertulis”.
Menurut sarjana hukum E.C.S Wade
dalam buku Constitutional Law, undang-undang dasar adalah “naskah yang
memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu
negara dan menentukan pokok cara kerja badan-badan tersebut” (a document which
sets out the framework and principal functions governing the operation of those
organs). Jadi, pada pokoknya dasar dari setiap sistem pemerintahaan diatur
dalam suatu undang-undang-dasar.
Bagi mereka yang memandang negara
dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi kekuasaan, maka
undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan azas yang
menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa negaraan, misalnya antara
badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Undang-undang dasar
menentukan cara-cara bagai mana pusat-pusat kekuasaan ini kerjasama dan
menyesuaikan diri satu sama lain; undang-undang dasar merekam hubungan-hubungan
kekuasaan dalam suatu negara. Sesuai dengan pandangan ini Herman Finer dalam
buku Theory and Practice of Modern Goverment menamkan undang-undang dasar
sebagai “riwayat hidup suatu hubungan-kekuasaan” (the autobiography of a
power relationship).
Pandangan ini merupakan pandangan
yang luas dan yang paling tua dalam perkembangan pemikiran politik. Dapat
dicatat bahwa dalam abad ke-5 s.M. seorang filsuf Yunani benama Aristoteles
yang di dunia Barat dipandang sebagai sarjana ilmu politik yang pertama telah
berhasil untuk melukiskan undang-undang dasar dari 186 negara-kota Yunani
dengan mencatat pembagian kekuasaan dalam setiap negara kecil itu.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
- Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
Konstititusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis
dan tidak tertulis atau Undang-Undang.
- Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar
yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis
/ Konvensi.
- Terbentuknya Konstitusi itu berawal dari janji
Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian
hari, akan tetapi, janji hanyalah janji, dan penjajah tetaplah panjajah
yang selalu ingin menguasai negara indonesia.
- Dengan adanya pembagian wewenang dan cara bekerja
berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia,
masyarakat Indonesia terasa lebih terlindungi dengan hal itulah
perkembangan konstitusi di Indonesia.
3.2. Saran
Pembentukan konstitusi sangatlah
penuh dengan perjuangan. Perjalan pencarian jatidiri bangsa Indonesia berupa
sejarah perubahan- perubahan konstitusi cukup melelahkan. Begitu pentingnya
konstitusi, mari kita jaga bersama kekokohan tiang- tiang Bangsa Indonesia,
yaitu UUD 1945.
DAFTAR
PUSTAKA
Sulaeman, Asep. 2012. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Asman Press
Budiarjo, Miriam. 2000. Dasar-dasar
Ilmu Politik. Jakarta: Gamedia
Gatara, A.A.
Sahid. 2008. Civic Education: Pendidikan Politik,
Nasionalisme Dan Demokrasi.Bandung: Q-Vision,
Priyanto, A. T Sugeng, dkk. 2008.
Contextual Teaching and Learning: Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: PT Gramedia
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://hitamkopiku.blogspot.co.id/2013/12/makalah-konstitusi-negara.html
KATA
PENGANTAR
Bismillahirahmanirrohim
Marilah
kita senantiasa untuk bersyukur kepada Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah penulis dapat menyusun sebuah Makalah dengan judul “Konstitusi Negara” yang sederhana ini.
Shalawat
dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Habibana Wanabiyyana Muhammad SAW,
yang telah merubah peradaban zaman, dari zaman Jahiliyah ke zaman Islamiah,
dari zaman kebodohan menuju zaman kecerdasan
seperti yang kita rasakan seperti sekarang ini.
Penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
mendukung dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari makalah ini banyak terdapat
kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi sistimatikanya, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun saya harapkan dan semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi para pembaca. Atas
perhatiannya saya ucapkan terimakasih.
Banjarsari, Juni 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3. Tujuan ............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 2
2.1. Devinisi
Konstitusi............................................................................. 2
2.2. Sejarah
Konstitusi ............................................................................. 3
2.3. Perkembangan
dan Perubahan Konstitusi di Indonesia .................... 4
2.4.
Tujuan Pembentukan Konstitusi ........................................................ 9
2.5. Isi
Undang – undang Dasar ............................................................... 12
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 16
3.1. Kesimpulan......................................................................................... 16
3.2. Saran
.................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17
Seharusnya lebih baik lagi kalo diberi foot note halaman juga penting
ReplyDelete