RESENSI BUKU/NOVEL “DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH”
RESENSI BUKU
‘DI BAWAH LINDUNGAN
KA’BAH”
1.
Identitas
Buku
Judul Buku : Di Bawah Lindungan Ka’bah
Penulis : Prof. DR. (Buya) Hamka
Penerbit : PT. Bulan Bintang
Tahun Terbit :
Jumadil Awal 1422 / Agustus 2001
Cetakan Ke : 25
Tebal Buku : 80
halaman
Kategori
: Novel Sastra
2. Biografi Penulis
Haji Abdul Malik Karim Amrulloh,
atau lebih kita kenal dengan julukan Buya HAMKA atau HAMKA (yang merupakan
singkatan namanya), lahir pada tahun 1908, di desa kampong molek, Meninjau,
Sumatra Barat dan meninggal di Jakarta pada tanggal 24 juli 1981.
Beliau adalah sastrawan Indonesia sekaligus ulama dan aktivis
politik.
Di bawah lindungan ka’bah merupakan
novel/buku karangan beliau yang ke 13 (1936), yang diterbitkan oleh PT. Bulan
Bintang dengan ketebalan buku yaitu 80 halaman.
3. Sinopsis
Tokoh-tokoh :
Hamid :
Pemuda yang berbudi luhur dan taat beragama. Ia adalah
seorang anak yatim dari sebuah keluarga miskin. Ia
diangkat anak oleh Haji Jafar.
Haji Jafar : Seorang
saudagar kaya raya yang berhati mulia.
Asiah :
Istri Haji Jafar. Ia sangat berbudi luhur.
Zaenab :
Anak gadis Haji Jafar. Ia adalah gadis yang berhati
mulia, taat kepada kedua orang tuanya, dan selalu menjalankan perintah agama.
Rosna :
Teman sepermainan dan sahabat kental Zaenab. Dia juga berbudi
luhur dan taat kepada ajaran agama.
Saleh :
Sahabat karib Hamid yang berbudi luhur dan taat beragama. Dialah
suami Rosna.
Alkisah…
Hamid
adalah seorang anak yatim yang miskin.
Dia diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar yang kaya raya.
Perhatian Haji Jafar dan istrinya, Aisah, terhadap pemuda itu
sangat baik. Mereka menganggap Hamid seperti anak
mereka sendiri. Mereka sangat menyayanginya sebab
pemuda itu sangat rajin, sopan, berbudi luhur, dan taat beragama. Mereka
juga menyekolahkan Hamid di sekolah rendah bersama-sama anak kandung mereka,
Zaenab
Hamid
telah menganggap Zaenab sebagai adik kandungnya sendiri.
Ia sangat menyayangi gadis itu dan selalu berusaha
melindunginya. Begitu pula halnya dengan Zaenab. Ia pun menganggap Hamid seperti kakak kandungnya. Ia banyak menggunakan waktunya untuk bersama-sama dengan
Hamid. Karena bersekolah ditempat yang sama, keduanya
sering pergi dan bermain bersama. Ketika mereka beranjak
remaja, dalam hati mereka mulai tumbuh perasaan lain, suatu perasaan yang belum
mereka rasakan sebelumnya. Hamid merasa bahwa rasa
sayang terhadap Zaenab bukan lagi perasaan sayang kepada adiknya. Demikian pula halnya dengan Zaenab.
Setelah
tamat dari sekolah rendah, Hamid melanjutkan sekolah ke Padang Panjang,
sedangkan Zaenab tidak melanjutkan sekolahnya.
Pada masa tersebut, wanita yang telah menamatkan sekolah
rendah tidak boleh meneruskan sekolahnya. Mereka
dipingit oleh orang tuanya untuk kemudian dinikahkan dengan pilihan orang
tuanya. Demikian dengan Zaenab, ia pun dipingit
oleh kedua orang tuanya. Maka, dengan berat hati, Hamid
meninggalkan gadis itu.
Selama
di Padang Panjang, pemuda itu semakin menyadari perasaan cintanya terhadap
Zaenab. Perasaan rindu hendak
bertemu dengan gadis itu semakin hari semakin menyiksa dirinya. Ia ingin selalu berada didekatnya. Namun, ia
tidak berani mengutarakan perasaan hatinya. Ia
menyadari adanya jurang pemisah yang sangat dalam diantara mereka. Zaenab berasal dari keluarga berada dan terpandang, sedangkan dia
hanya berasal dati keluarga miskin. Itulah sebabnya,
rasa cinta yang bergelora terhadap Zaenab hanya dipendam saja.
Hamid
benar-benar harus menguburkan perasaan cintanya kepada Zaenab ketika Haji
Jafar, ayah Zaenab yang sekaligus ayah angkatnya, meninggal dunia.
Tidak lama kemudian , ibu kandungnya pun meninggal
dunia. betapa pilu hatinya ditinggalkan oleh kedua
orang yang sangat dicintainya. Kini dia merasa hidup sebatang kara. Ia merasa tidak lebih sebagai
pemuda yatim piatu yang miskin. Sejak kematian ayah
angkatnya, Hamid tidak dapat menemui Zaenab lagi karena gadis itu telah
dipingit ketat oleh mamaknya.
Hati Hamid
semakin hancur ketika ia mengetahui bahwa mamaknya,
Asiah, akan menjodohkan Zaenab dengan seorang pemuda yang memiliki hubungan
kekerabatan dengan almarhum ayah angkatnya. Bahkan, Mak Asiah
menyuruh Hamid untuk membujuk Zaenab agar gadis itu menerima pemuda pilihan
ibunya sebagai calon suaminya. Betapa hancur hati
Hamid menerima kenyataan itu. Cinta kasihnya kepada gadis pujaan hatinya
tidak akan pernah tercapai.
Dengan berat
hati, Hamid menuruti kehendak Mak Asiah.
Dia menemui Zaenab dan membujuk gadis itu agar menerima
pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan tersebut,
hati Zaenab menjadi sangat sedih. Dalam hatinya, ia
ingin menolak kehenadak mamaknya, namun ia tidak mampu melakukakanya. Maka,
dengan sangat terpaksa,ia menerima pemuda pilihan
orang tuanya.
Setelah
kajadian itu, Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya.
Ia tidak sanggup menanggung beban yang begitu berat. Itulah sebabnya, dia meninggalkan Zaenab dan pergi ke Medan.
Sesampainya di Medan, dia menulis surat kepada Zaenab.
Dalam suratnya, dia mencurahkan isi hatinya kepada gadis itu.
Dari Medan, Hamid melanjutkan perjalanan menuju Singapura. kemudian
, dia pergi ke tanah suci Mekkah.
Betapa sedih dan
hancurnya hati Zaenab ketika ia menerima surat dari
Hamid. Gadis itu merasa tersiksa karena ia pun
mencintai Hamid. Ia sangat merindukan pemuda itu.
Namun, ia harus melupakan cintanya karena mamaknya
telah menjodohkan dirinya dengan pemuda lain. Karena selalu dirundung
kesedihan, Zaenab menjadi sering sakit-sakitan dan ia
kehilangan semangat hidupnya.
Sementara
itu, Hamid pun selalu dirundung kegelisahan karena menahan beban rindunya pada
Zaenab. Untuk menghapus
kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang syekh.
Sambil bekerja, dia terus memperdalam ilmu agam islam
dengan tekun.
Setelah setahun
berada di Mekkah, Hamid bertemu dengan Saleh, seorang teman kampungnya yang akan melaksanakan ibadah Haji. Ketika itu
Saleh menjadi tamu di penginapan tempat Hamid bekerja. Istri Saleh,
Rosna adalah teman dekat Zaenab sehingga Hamid dapat mendengar kabar tentang
Zaenab. Dari penuturan Saleh, dia mengatahui bahwa Zaenab pun
mencintai dirinya. Sejak kepergiannya, gadis itu
sering sakit-sakitan. Ia sangat menderita batin
karena ia menanggung rindu kepadanya. Ia juga
mengetahui bahwa gadis itu tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan ibunya
karena suatu alasan.
Mendengar
penuturan Saleh, Hamid merasa sedih dan gembira.
Dia sedih sebab Zaenab dalam keadaan menderita batin.
Di lain pihak; ia gembira sebab gadis itu mencintai
dirinya. Artinya, dia tidak bertepuk sebelah tangan.
Selain itu, Zaenab akan menjadi miliknya karena gadis
itu tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan mamaknya. Setelah mengetahui
kenyataan yang menggembirakan itu, Hamid memutuskan untuk kembali ke kampung
halamannya setelah ia menunaikan ibadah haji.
Sementara itu,
Saleh mengirim surat kepada istrinya yang isinya
mengabarkan pertemuannya dengan Hamid. Ia menceritakan
bahwa Hamid masih menantikan Zaenab, dan ia pun memberitahukan bahwa hamid akan
pulang ke kampung halamannya bila mereka telah menunaikan ibadah haji.
Rosna memberikan surat dari Saleh kepada Zaenab. Ketika membaca surat itu, betapa gembiranya hati Zaenab. Ia
tidak pernah menyangka akan bertemu kembali dengan kekasih hatinya. Ia merasa tak sabar lagi menanti kedatangan kekasih hatinya.
Segala kenangan indah bersama pemuda itu kembali menari-nari
dalam pikirannya. Semua perasaannya itu ia
ungkapkan melalui suratnya kepada Hamid.
Hamid menerima surat Zaenab dengan suka cita. Semangatnya
untuk segera kembali ke kampung semakin mengegebu-gebu. Dia sangat merindukan kekasihnya. Itulah
sebabnya, dia memaksakan diri untuk menunaikan ibadah haji sekalipun dalam
keadaan sakit. Dia menjalankan setiap tahap yang wajib
dilaksanakan untuk kesucian dan kemurnian ibadah haji dengan penuh semangat.
Dalam keadaan sakit parah, ia tetap melaksanakan
wukuf. Namun sepulang melakukan wukuf di Padang Arafah,
kondisi tubuhnya semakin melemah.
Pada saat yang sama, Saleh mendapat kabar buruk dari istrinya bahwa Zaenab
telah meninggal dunia. Ia tidak memberitahukan kepada
hamid karena keadaan pemuda itu sangat sakit parah. Namun, Hamid mendesaknya
untuk menceritakan surat tersebut.
Hati
Hamid sangat terpukul mendengar kenyataan itu.
Namun karena keimanannya kuat, dia mampu menerima kenyataan
pahit itu dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Keesokan harinya, dia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke
Mina. Namun, dalam perjalanannya, dia terjatuh,
sehingga Saleh mengupah orang Baduy untuk memapahnya.
Setelah
acara di Mina, keduanya berangkat menuju Masjidil Haram.
Ketika mereka selesai mengelilingi Ka’bah, Hamid minta
diberhentikan di Kiswah. Sambil memegang Kiswah itu ,
ia mengucapkan.” Ya, Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan
Penyayang” beberapa kali. Suaranya semakin melemah dan
akhirnya berhenti selama-lamanya. Hamid telah meninggal dunia di hadapan
Ka’bah, rumah Allah, dan ia akan menuju kesana.
4. Kelebihan Dan Kekurangan
Kelebihan dari Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah : Terletak pada alurnya yang dapat membawa pembaca
merasakan apa yang dirasakan Hamid dan Zainab.
Kekurangan dari Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah : Terletak pada bahasa yang digunakan. Karena bahasa yang digunakan yaitu antara bahasa minang-indonesia
dan bahasa melayu.
5. Kesimpulan
Amanah yang dapat kita ambil sangat
banyak, misalnya harus mempunyai kesabaran dalam menghadapi persoalan hidup,
mentaati kedua orang tua, tidak lebih cepat putus asa, dan masih banyak lagi
ilmu yang terkandung di dalamnya.
Novel ini layak dibaca oleh kalangan
anak remaja maupun dewasa, bahkan orang tua sekalipun, dikarenakan ceritanya
menarik, menceritakan tentang romantisme dan kesabaran tingkat tinggi yang
dapat membuat kita untuk menitikkan air mata.
Comments
Post a Comment