MAKALAH TENTANG KESEHATAN : PERKEMBANGAN PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC)

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1.  Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium Tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia Insiden TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis /TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan jumlah penduduk yang ada di Indonesia, Indonesia menempati urutan ketiga India DAN China dalam hal jmlah penderita diantara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.

Hasil survei kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita TBC baru pertahun dengan 262.000 positif atau insiden rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat tuberkulosis diperkirakan meninmpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru di Indonesia dari tahun ketahun terus meningkat. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini dan mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.

Di Indonesia setiap 30 detik satu orang tertular Tuberkulosis atau TBC, dan rata-rata 13 orang meninggal setiap satu jam. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan beban TBC tertinggi ketiga di dunia. Namun penderita TBC masih menghadapi tantangan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.

Kasus baru TBC mencapai 842.000 pertahun dan ini diperkirakan baru mencapai 46 persen dari total kasus yang diperkirakan

1.2.  Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya ;

1.      Apa definisi dari penyakit TBC?

2.      Bagaimana perkembangan/Situasi Penyakit Tuberkulosis (TBC) di Indonesia?

3.      Bagaimana penularan penyakit Tuberkulosis?

4.      Apa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit tuberculosis?

5.      Bagaimana diagnosa penyakit tuberculosis?

6.      Bagaimana pengobatan terhadap  penyakit Tuberkulosis?

7.      Apa saja pilar dan komponen penanggulangan TBC?

1.3.  Tujuan Penulisan

Seperti halnya rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu ;

1.      Unruk mengetahui definisi dari penyakit TBC?

2.      Untuk mengetahui perkembangan/Situasi Penyakit Tuberkulosis (TBC) di Indonesia?

3.      Untuk mengetahui penularan penyakit Tuberkulosis?

4.      Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit tuberculosis?

5.      Untuk mengetahui diagnosa penyakit tuberculosis?

6.      Untuk mengetahui pengobatan terhadap  penyakit Tuberkulosis?

7.      Untuk mengetahui  pilar dan komponen penanggulangan TBC?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1.  Definisi dan Gejala Penyakit TBC

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.

Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.

2.2.  Perkembangan/Situasi Penyakit Tuberkulosis (TBC) di Indonesia 

Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok.

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TBC dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TBC BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas. Berdasarkan survey Riskesdas 2013, semakin bertambah usia, prevalensinya semakin tinggi. Kemungkinan terjadi re-aktivasi TBC dan durasi paparan TBC lebih lama dibandingkan kelompok umur di bawahnya. Sebaliknya, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan (yang menggambarkan kemampuan sosial ekonomi) semakin rendah prevalensi TBC.

Gambaran kesakitan menurut pendidikan menunjukkan, prevalensi semakin rendah seiring dengan tingginya tingkat pendidikan. Kesakitan TBC menurut kuintil indeks kepemilikian menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok terbawah sampai dengan menengah atas. Perbedaan hanya terjadi pada kelompok teratas. Hal ini berarti risiko TBC dapat terjadi pada hampir semua tingkatan sosial ekonomi

2.3.  Penularan Penyakit Tuberkulosis

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.

Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.

Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi  jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen.

2.4.  Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberculosis

Penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: status sosial ekonomi,status gizi, umur dan jenis kelamin untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini:

1.            Faktor Sosial Ekonomi.

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian, lingkunganperumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidakdapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2.            Status Gizi.

Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentanterhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruhdinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

3.            Umur.

Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15–50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadilebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehinggasangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.

4.            Jenis Kelamin.

Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggalakibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yangdisebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.

Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minumalkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar denganagent penyebab TB-Paru.

2.5.  Diagnosa Penyakit Tuberculosis

Yang menjadi petunjuk awal dari tuberkulosis adalah foto rontgen dada. Penyakit ini tampaksebagai daerah putih yang bentuknya tidak teratur dengan latar belakang hitam. Rontgen juga bisamenunjukkan efusi pleura atau pembesaran jantung (perikarditis).

Pemeriksaan diagnostik untuk tuberkulosis adalah:

Tes kulit tuberkulin, disuntikkan sejumlah kecil protein yang berasal dari bakterituberkulosis ke dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2 hari kemudian dilakukan pengamatan padadaerah suntikan, jika terjadi pembengkakand an kemerahan, maka hasilnya adalah positif.

Pemeriksaan dahak, cairan tubuh atau jaringan yang terinfeksi. Dengan ebuah jarum diambilcontoh cairan dari dada, perut, sendi atau sekitar jantung. Mungkin perlu dilakukan biopsi untukmemperoleh contoh jaringan yang terinfeksi.

Untuk memastikan diagnosis meningitis tuberkulosis, dilakukan pemeriksaan reaksi rantaipolimerase (PCR) terhadap cairan serebrospinalis.Untuk memastikan tuberkulosis ginjal, bisadilakukan pemeriksaan PCR terhadap air kemih penderita atau pemeriksaan rontgen dengan zatwarna khusus untuk menggambarkan adanya massa atau rongga abnormal yang disebabkan olehtuberkulosis. Kadang perlu dilakukan pengambilan contoh massa tersebut untuk membedakan antarakanker dan tuberkulosis.

Untuk memastikan diagnosis tuberkulosis pada organ reproduksi wanita, dilakukanpemeriksaan panggul melalui laparoskopi. Pada kasus-kasus tertentu perlu dilakukan pemeriksaanterhadap contoh jaringan hati, kelenjar getah bening atau sumsum tulang.

2.6.  Pengobatan  Penyakit Tuberkulosis

1.    Etambutol

2.    Isoniasid

3.    Rifampisin

4.    Pyrazinamid

5.    Streptomisin

6.    Sikloserin

§  Isoniazid (INH) sebagai bakterisidial terhadap basil yang tumbuh aktif. Obat ini diberikan selama 18-24 bulan dan dengan dosis 10-20 mg/kg berat badan/hari melalui oral.

§  Kombinasi antar INH, rifampicin, dan pyrazinamid yang diberikan selama 6 bulan.

§  Obat tambahan, antara lain Strepmomycin (diberikan intramuskuler)dan Etham     burol

§  Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan dengan obat anti-TB untuk mengurangi respons peradangan, misalnya pada meningitis.

2.7.  Pilar dan Komponen Penanggulangan TBC

1.      Integrasi layanan TBC berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TBC.

a.       Diagnosis TBC sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi semua dan penapisan TBC

b.      secara sistematis bagi kontak dan kelompok populasi berisiko tinggi.

c.       Pengobatan untuk semua pasien TBC, termasuk untuk penderita resistan obat dengan

d.      disertai dukungan yang berpusat pada kebutuhan pasien (patient-centred support).

e.       Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TBC yang lain.

f.       Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan berisiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk mencegah TBC.

2.      Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.

a.       Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan layanan dan pencegahan TBC.

b.      Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan pemberi layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

c.       Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) dan kerangka kebijakan lain yang mendukung pengendalian TBC seperti wajib lapor, registrasi vital, tata kelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian infeksi.

d.      Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk mengurangi dampak determinan sosial terhadap TBC.

3.      Intensifikasi riset dan inovasi

a.       Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode intervensi dan strategi baru pengendalian TB.

b.      Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang inovasiinovasi baru untuk mempercepat pengembangan program pengendalian TB.

 

\

BAB III

PENUTUP

 

3.1.       Kesimpulan

Tuberkulosis penyakit lama yang masih menjadi pembunuh terbanyak di antara penyakit menular. Dunia pun masih belum bebas dari TBC. Berdasarkan laporan WHO 2017 diperkirakan ada 1.020.000 kasus di Indonesia, namun baru terlaporkan ke Kementerian Kesehatan sebanyak 420.000 kasus.

Mereka yang belum diperiksa dan diobati akan menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan seakan-akan masalah TBC tak kunjung selesai. Dunia ingin mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030 dan Indonesia turut berkomitmen mencapainya.

Besar dan luasnya permasalahan akibat TBC mengharuskan semua pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan pencegahan dan pengendalian TBC. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TBC merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh, karenanya perang terhadap TBC berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan, dan kelemahan akibat TBC.

Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang adalah TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteriMycobacterium tuberculosis tipe humanus. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Gejala umum dari penyakit TBC : 1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan pada malam hari disertai keringat. 2) Penurunan nafsu makan dan berat badan. 3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). 4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus dari penyakit TBC : 1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. 2) Kalau ada cairan dirongga pleura dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. 4) Pada anak-anak dapat mengenai otak dan disebut sebagai meningitis gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pencegahan penyakit TBC  dengan cara melakukan imunisasi BCG sebanyak 1 kali ketika bayi berumur 2 bulan, perhatikan kebersihan rumah, jangan dibiasakan meludah di sembarang tempat, segera periksa ke Puskesmas jika ditemukan tanda-tanda TBC.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.

Pengobatan penyakit tbc yaitu dengan cara mengkonsumsi obat antimikobakteri, seperti : Etambutol, Isoniasid, Rifampisin, Pyrazinamid, Streptomisin dan Sikloserin. Pengobatan ini dilakukan selama 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit tbc dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik

3.2.       Saran

Kepada para pembaca kami ucapakan selamat belajar dan manfaatkanlah makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih perlu ditingkatkan mutunya, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan) Bandung 
Doengoes, M. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Montefiore Medical Center, New York, NY.
Centers for Disease Control.
World Health Organization.
National Library of Medicine.

https://www.academia.edu/29328597/Makalah_Penyakit_TBC?auto=download

https://www.academia.edu/37724371/Ega_Ayu_Prastika_Makalah_Tuberculosis_TBC Makalah_Tuberculosis_TBC

https://sains.kompas.com/read/2019/03/13/075731523/angka-tbc-indonesia-terbesar-  ketiga-di-dunia-tapi-pengobatan-minim?page=all

http://www.depkes.go.id/article/view/18032100002/peduli-tbc-indonesia-sehat.html

Comments

Popular posts from this blog

RESENSI NOVEL BAHASA SUNDA "LEMBUR SINGKUR"

MAKALAH Usaha Kecil KERIPIK PISANG (Kewirausahaan)

MAKALAH PEMBUATAN PIRING LIDI