CLICK HERE

Monday, February 1, 2016

MAKALAH TENTANG SASTRA

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan dengan segala perasaan, pikiran, dan pandangan  hidupnya (Bunanta, 1989: 1). Sebagai salah satu bagian dari sastra, sastra anak atau cerita anak adalah kisahan nyata atau rekaan dalam bentuk prosa atau puisi yang bertujuan menghibur atau memberikan informasi kepada pendengar atau pembacanya (Sudjiman, 1984:4) dalam kalangan anak-anak. Jadi, seperti halnya bacaan dewasa, bacaan anak-anak juga merupakan sebuah hasil cipta sastra.
Namun, selama ini sastra anak masih dianggap sebagai ”anak sastra” karena  untuk menciptakan sastra anak dianggap tidak sesulit mencipta sastra untuk orang
dewasa. Oleh karena itu, minat orang dewasa terhadap sastra anak tidak terlalu besar dibandingkan terhadap sastra orang dewasa, padahal sastra anak tidak kalah  kompleks dengan sastra untuk orang dewasa dan tidak semudah yang dipikirkan orang dewasa. Sastra anak tidak kalah pentingnya dengan sastra dewasa karena salah satu fungsi dari sastra anak adalah untuk mengembangkan kepribadian  anak.
Pengarang dengan daya imajinasinya dapat menerjemahkan masalah kehidupan yang dijalin dalam cerita dan dapat menyampaikannya pada anak- anak, ia dapat membuat sastra anak-anak (Bunanta, 1989: 1). Berdasarkan hal tersebut, pada dasarnya baik orang dewasa maupun anak-anak dapat membuat  sastra anak asal saja ia mampu menggambarkan masalah kehidupan dalam bentuk cerita yang dapat dimengerti oleh anak. Akan tetapi, kebanyakan bacaan anak selama ini diciptakan oleh orang dewasa dengan mengambil perspektif anak  sehingga terkadang dunia anak yang kemudian diceritakan tidak merepresentasikan dunia anak itu sendiri. Bacaan anak yang dibuat orang dewasa cenderung mengandung perasaan sentimental dan pengalaman mereka saat kecil, padahal menurut Bunanta (1989: 2), bacaan anak-anak haruslah mencerminkan  masa kanak-kanak, bukanlah perasaan sentimental dan pengalaman mereka saat  menjadi anak-anak. Orang dewasa menganggap bahwa dunia anak sama dengan dunia mereka saat kecil sehingga mereka dengan mudah dapat menciptakan  bacaan anak dari pengalamannya saat kecil, padahal dunia anak tidaklah sama  dengan kehidupan orang dewasa dan untuk memahaminya tidak mudah.
Di sisi lain, anak-anak masih dianggap tidak dapat menciptakan sastra anak karena belum mampu menjalin sebuah cerita meskipun ia telah bias menulis. Namun, anggapan itu tidak sepenuhnya benar karena ada anak yang telah dapat menjalin sebuah cerita. Hal ini didasarkan oleh tingkatan umur dan psikologi perkembangan anak.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana perkembangan teori sastra?
2.      Apa saja aliran dalam sastra?
3.      Bagaimana pembelajaran sastra melalui pengalaman dengan dongeng dan  media wayang?
4.      Apa yang dimaksud dengan sastra anak ?

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui perkembangan teori sastra.
2.      Untuk mengetahui aliran-aliran sastra.
3.      Untuk mengetahui dan merasakan pengalaman pembelajaran sastra dengan dongeng dan media wayang.
4.      Untuk mengetahui sastra anak.

D.    Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, penulis dapat menambah khazanah pengkajian  sastra anak yang dewasa ini belum terlalu banyak diminati jika dibandingkan  dengan sastra orang dewasa. Di sisi lain, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian serupa.
Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan peneliti peneliti selanjutnya, seperti mengapa seorang anak lebih tertarik atau terinspirasi oleh karya-karya luar negeri dibanding karya-karya dari dalam negeri seperti halnya wayang.

  

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan Teori Sastra
Teori sastra berasal dari kata theria (bahasa latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran yang lebih luas,dalam hubungannya dengan dunia keilmuan teori berarti perangkat penertian,konsep,proposisi yang mempunyai korelasi, yang telah teruji kebenarannya. Pada umumnya, teori dipertentangkan dengan praktik. Setelah suatu ilmu pengetahuan berhasil untuk mengabstraksikan keseluruhan konsepnya pada suatu rumusan ilmiah yang dapat diuji kebenarannya, yaitu teori itu sendiri, maka teori tersebut mesti dioperasikan secara praktis, sehingga cabang-cabang ilmu pengetahuan sejenis dapat dipahami secara lebih rinci dan mendalam.
Teori berfungsi untuk mengubah dan membangun pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Menurut Fokkema dan Kumme-ibsch (1977:175), penelitian terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan pada teori-teori yang sudah ada.tradisa seperti ini dianggap memiliki kelemahan sebagai akibat penyederhanaan,eklektisisme,dan penyimpulan yang salah. Keuntungan yang diperoleh jelas bahwa peneliti diberikan kemudahan,peneliti tinggal menguji kembali dan menyesuaikannya dengan sifat-sifat objek.kecenderungan ini disebabkan oleh beberapa kenyataan,sebagai berikut:
1)      teori-teori yang sudah ada dengan sendirinya sudan teruji, yaitu melalui kritik sepanjang sejarahnya
2)      teori dianggap sebagai unsure yang sangat penting, lebih dari semata-mata alat
3)      belum terciptanya sikap-sikap percaya diri atas hasil-hasil penemuan sendiri, khususnya dalam bidang teori.
Secara genesis dengan demikian dalam proses penelitian teori, diperoleh dua cara,yaitu:
1)      peneliti memanfaatkan teori terdahulu, ada umumnya disebut sebagai teori formal, dengan pertimbangan bahwa teori tersebut secara formal sudah ada sebelumnya.teori formal seolah-olah bersifat deduksi dan apriori
2)      peneliti memanfaatkan teori yang ditemukannya sendiri.teori yang diperoleh melalui manfaat,hakikat dan abstraksi data yang diteliti,pada umumnya disebut teori substansif sebab diperoleh melalui substansi data.
Kedua jenis teori masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kekurangannya adalah tidak adannya aktivitas untuk menemukan teori yang baru, sehingga tejadi stagnasi dalam bidang teori.kelemahan teori formal ini terpenuhi oleh usaha peneliti yang mencoba menemukan teori substansif.
Pemanfaatan teori formal menurut Vredenbreght, memiliki kelebihan dalam kaitannya dengan usaha peneliti sepanjang sejarahnya, untuk secara terus-menerus memperbaharui sekaligus mengujinnya melalui data yang berbeda-beda sehingga, teori makin lama makin sempurna. Teori ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang sastra diadopsi melalui pemikiran para sarjana barat. Tradisi seperti ini sering menimbulkan perdebatan diantara para sarjana Indonesia antara yang tidak setuju dengan yang setuju. Kelompk yang pertama menginginkan agar khasanah Indonesia dianalisis dengan menggunakan teori sastra Indonesia, dengan konsekuensi agar sarjana Indonesia dapat menemukan teori-teori sastra yang lahir melalui sastra Indonesia sebagai teori indonesia asli , sebaliknya yang kedua tidak mempermasalahkanperbedaan diantarannya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1)      tradisi ilmu pengetahuan berkembang dibarat,demikian pula tradisi sastra
2)      karya sastra sekaligus bersifat local dan universal
3)      globalisasi, termasuk paradigma postmodernisme menghapuskan perbedaan antara barat dengan timur.
Sebuah teori disebut baik apabila memilii sifat-sifat sebagai berikut:
1)      mudah disesuaikan dengan cirri-ciri karya yang akan dianalisis
2)      mudah disesuaikan dengan metode dan teori yang menyertainnya
3)      dapat dimanfaatkan untuk menganalisis, baik ilmu sejenis maupun berbeda
4)      memiliki formula-formula yang sederhana tetapi mengimplikasikan jaringan analisis yang kompleks
5)      memiliki prediksi yang dapat menjangkau objek jauh kemasa depan teori dan metode memiliki fungsi untuk membantu menjelaskan dua hubungan gejala atau lebih, sekaligus meramalan modol hubungan yang terjadi.
Teori dan metode disamping mempermudah memahami gejala yang akan diteliti yang lebih penting adalah kemampuannya untuk memotivasi,mengevokasi,sekaligua memodifikasi pikiran peneliti.artinya dengan memanfaatkan teori dan metode tertentu maka dalam pikiran pneliti akan timbul kemampuan untuk memahami gejala sebelumnya yang sama sekali belum tampak. Sebagai alat, teori berfungsi untuk mengarahkan suatu penelitian, sedangkan analisia secara langsung dilakukan melalui instrument yang lebih konkret yaitu melalui metode dan teknik.
Berbeda dengan objek, aspek kebaruan dalam teori dan metode merupakan syarat pokok.teori yang lama dengan sendirinya harus ditinggalkan, digantikan dengan teori dan metode yang baru.demikian seterusnya sehingga teori yang terakhirlah yang dianggap paling relevan. Intensitas terhadap kebaruan disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1)      teori dan metode adalah alat dan cara penelitian
2)      teori dan metode adalah hasil penemuan
3)      teori dan metode adalah ilmu pengetahuan
Karya sastra sebagai objek penelitian, metode dan teori sebagai cara untuk meneliti, berkembang bersama-sama dalam kondisi yang saling melengkapi. Dalam khasanah sastra Indonesia aktivitas penelitian dengan memanfaatkan teori dan metode intuisif ekspresif sudah dimulai sejak periode pujangga baru.pesatnya erkembangan teori sastra selama satu abad sejak awal abad ke-20 hingga awal abad ke-21 dipicu oleh beberapa indikator, sebagai berikut:
1)      medium utama sastra adalah bahasa, sedangkan dalam bahasa itu sendiri sudah terkandung problematika yang sangat luas
2)      satra memasukkan berbagai dimensi kebudayaan, sedangkan dalam budaya itu sendiri juga sudah terkandung permasalahan yang sangat beragam
3)      teori-teori utama dalam sastra sudah berkembang sejak zaman plato dan aristoteles, yang dengan sendirinya telah dimatangkan dengan berbagai disiplin, khususnya filsafat
4)      kesulitan dalam memahami gejala sastra memicu para ilmuan untuk mnemukan berbagai cara sebagai teori yang baru
5)      ragam sastra sangat banyak dan berkembang secara dinamis, kondisi-kondisi sastra yang juga memerlukan cara pemahaman yang berbeda-beda
Dalam ilmu sastra yang dimaksudkan dengan penelitian adalah kegiatan untuk mengumpulkan data,menganalisis data,dan menyajikan hasil penelitian. Peneliti sastra yang pada umumnya disebut kritikus sastra baik sebelum maupun sesudah melakukan penelitian secara sadar mengetahui teori apa yang digunakan, metode dan teknik apa yang membantunya.penelitian sastra mempertimbangkan ciri-ciri sebagai berikut:
1)      hipotesis dan asumsi tidak diperlukan sebab analisis bersifat deskripsi bukan generalisasi
2)      populasi dan sample tidak mutlak diperlukan kecuali dalam penelitian tertentu
3)      tidak diperlukan objektivitas yang umumsebab peneliti terlibat secara terus-menerus, objectivitas terjadi saat penelitian dilakukan
4)      kerangka penelitian tidak bersifat tertutup, korpus data bersifat terbuka deskripsi dan pemahaman berkembang terus
5)      objek yang sesungguhnya bukanlah bahasa tapi wacana,teks,sebab sebagai hakikat deskrusif bahasa sudah terikat dengan system model kedua dengan berbagai system komunikasinya

B.     Aliran Sastra
Istilah-istilah naturalis, materialis, dan idealis, adalah istilah-istilah yang digunakan di kalangan ilmu filsafat sebagai suatu paham, pandangan, atau falsafah hidup yang akhirnya di kalangan ilmu sastra merupakan aliran yang dianut seseorang dalam menghasilkan karyanya. Aliran dalam karya sastra biasanya terlihat pada periode tertentu. Setiap periode sastra biasanya ditandai oleh aliran yang dianut para pengarang pada masa itu. Bahkan unsur aliran yang menjadi mode pada periode tertentu merupakan ciri khas karya sastra yang berada pada masa tersebut.
Masalah aliran sebagai pokok pandangan hidup, berangkat dari paham yang dikemukakan para filosof dalam menghadapi kehidupan alam semesta ini. Tafsiran yang mula-mula diberikan oleh manusia terhadap alam ini ada dua macam, yaitu supernatural dan natural. Penganut paham-paham tersebut dinamakan supernaturalisme dan naturalisme. Paham supernatural mengemukakan bahwa di dalam alam ini terdapat wujud-wujud yang bersifat gaib yang bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa daripada alam nyata yang mengatur kehidupan alam sehingga menjadi alam yang ditempati sekarang ini. Kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan yang paling tua usianya dalam sejarah perkembangan kebudayaan manusia yang berpangkal pada paham supernaturalisme dan masih dianut oleh beberapa masyarakat di muka bumi ini. Sebagai lawan dari paham supernatural adalah naturalisme yang menolak paham supernatural. Paham ini mengemukakan bahwa gejala-gejala alam yang terlihat ini terjadi karena kekuatan yang terdapat di dalam alam itu sendiri yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat diketahui. Paham ini juga mengemukakan bahwa dunia sama sekali bergantung pada materi, kebendaan, dan gerak. Kenyataan pokok dalam kehidupan dan akhir kehidupan adalah materi, atau kebendaan.
Pada bidang seni terdapat pula kedua aliran besar tersebut dengan karakteristik yang berbeda, yaitu aliran idealisme dan materialisme. Idealisme adalah aliran yang menilai tinggi angan-angan (idea) dan cita-cita (ideal) sebagai hasil perasaan daripada dunia nyata. Aliran ini pada awalnya dikemukakan oleh Socrates (469-399 sM.) yang dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Plato (427-347 sM.). Dalam bidang seni rupa pelukis yang beraliran idealisme cenderung lebih suka mewujudkan benda-benda sebaik mungkin daripada apa adanya. Dalam ilmu kesusilaan idealisme mengandung pandangan hidup di mana rohani mewujudkan kekuatan yang berkuasa dan menjelaskan bahwa semua benda di dalam alam dan pengalaman adalah perwujudan pikiran, pandangan yang nyata. Lawan aliran idealisme adalah aliran materialisme. Aliran materialisme ini mengemukakan bahwa dunia sama sekali bergantung pada materi dan gerak. Ajaran ini sudah dikemukakan oleh Democrates pada abad ke-4 sM, yang mengatakan bahwa semua kejadian yang gaib, dan ajaib di alam ini digerakkan oleh atom dan keluasan geraknya. Tidak ada kekuatan gaib yang bersifat supernatural yang mengatur kehidupan ini. Di dalam bidang seni, seni rupa dan seni pahat, aliran materialisme atau naturalisme ini disebut juga dengan aliran realisme, yaitu bentuk lukisan yang diciptakan menurut keadaan alam yang sebenarnya yang berdasarkan atas faktor-faktor perspektif, proporsi, warna, sinar, dan bayangan. Sedangkan di dalam seni sastra aliran materialisme atau naturalisme ini merupakan kelanjutan dari aliran realisme.

C.    Pembelajaran Sastra Melalui Pengalaman dengan Dongeng dan media Wayang
Sastra anak terdiri dari cerita rakyat atau dongeng dan puisi. Dalam makalah ini, penulis mengkhususkan pada aspek cerita rakyat atau dongeng. Dongeng merupakan suatu cerita yang mengandung nilai-nilai moral, ceritanya sederhana, terkadang hanyalah fiktif semata, dan tidak dijumpai nama pengarangnya.
Sebelum perkembangan teknologi belum seperti sekarang, dimana disetiap rumah belum tersedia penerangan maupun listrik apalagi radio, televisi dan sebagainya, setiap malam orang tua selalu menceritakan dongeng atau cerita rakyat sebagai pengantar tidur anak. Hal ini menjadi suatu kebiasaan yang baik untuk melatih daya pikir anak dengan mendengarkan cerita yang disampaikan, melatih daya ingat, dan tentu saja melatih konsentrasi anak. Dengan begitu, meskipun zaman dahulu belum ada alat tulis untuk mencatat mata pelajaran, anak-anak tetap mampu mengukir prestasi hal ini karena ingatan mereka begitu kuat untuk menghafal pelajaran hanya dengan jalan mendengarkan.
Namun, seiring berkembangnya teknologi, semakin banyaknya media hiburan bagi anak-anak, tradisi mendongeng mulai ditinggalkan, bahkan sastra anak semakin memudar keberadaannya. Bahkan sekarang, banyak anak yang tidak mengenal sama sekali cerita rakyat ataupun dongeng yang dulunya sangat terkenal dikalangan masyarakat. Untuk itulah diadakan materi sastra anak yang disisipkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai upaya pelestarian kebudayaan Indonesia. Namun demikian, upaya yang dilakukan kurang diminati oleh siswa karena siswanya sendori cenderung lebih tertarik pada cerita-cerita dari sinetron maupun fiktif luar negeri. Untuk itulah, sebagai upaya untuk menarik minat siswa anak untuk mengapresiasi karya sastra anak khususnya dongeng, kita menggunakan media wayang.
Wayang yang kita gunakan sebagai media pembelajaran, bukanlah wayang yang terbuat dari kulit sapi atau kambing, melainkan wayang yang terbuat dari kardus yang dilapisi dengan kertas karton atau manila yang di beri warna sesuai keinginan. Bentuknya pun terserah dengan keinginan kita menyesuaikan dengan karakter tokoh-tokoh yang terdapat dalam dongeng. Penggunaanya mirip dengan penggunaan media boneka, hanya saja untuk lebih praktis kita gunakan media wayang.
Selain itu, ada upaya untuk melestarikan kebudayaan wayang, meskipun wayang yang digunakan bukanlah wayang kulit, melainkan wayang kertas, tapi setidaknya itu menjadi cara untuk memperkenalkan wayang secara dini kepada anak. Dengan pengenalan wayang kertas, diharapkan anak-anak sebagai generasi muda pewaris kebudayaan bangsa tidak merasa asing dengan keberadaan wayang.
Pada penggunaan media wayang ini, guru berperan sebagai dalang seperti di dalam pertunjukan wayang kulit. Vokal guru harus jelas, intonasi harus tepat, dan bisa mengeluarkan bunyi-bunyi si tokoh di dalam dongeng dengan baik, misalnya untuk menggambarkan tokoh kucing, guru harus bisa mengeluarkan suara mengeong layaknya kucing, ataupun mencicit layaknya ayam. Ketrampilan guru dalam menggerakan wayang ini juga mempengaruhi pertunjukan wayang kertas ini. Guru harus bisa menggerakan wayang secara atraktif dengan tetap mengucapkan kata-kata si tokoh seperti yang terdapat didalam dongeng. Selain itu, guru juga dapat berinteraksi dengan anak-anak dalam penyampain dongeng sehingga anak merasa ikut serta dalam penyelesaian cerita. Penampilan wayang kertas ini juga dapat dibantu dengan efek-efek suara dari cd ataupun media yang lain sehingga setting tempat dan ceritanya benar-benar bisa dirasakan oleh anak. Kemudian diakhir cerita, si guru bisa menjelaskan nilai moral yang terkandung di dalam cerita sehingga anak-anak bisa mengambil hala-hal yang positif dari dongeng tersebut.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MEDIA WAYANG
Sebagai media pembelajaran, tentu saja wayang tetap memiliki kekurangan dibalik kelebihan yang dimiliki.
Kelebihan dari wayang sendiri yaitu:
a.       Media yang mudah dibuat, murah dan praktis.
b.      Bentuknya unik dan menarik.
c.       Mudah penggunaanya.
d.      Bisa menyesuaikan bentuk tokoh-tokoh sesuai didalam dongeng.
e.       Mengasah kreativitas guru.

Sedangkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh wayang yaitu:
a.       Bagi guru yang tak bisa bersuara keras, hal ini akan menghambat penyampain pesan yang ingin disampaikan.
b.      Menuntut guru untuk lebih kreatif dalam menciptakan bentuk-bentuk wayang, sehingga bagi guru yang tidak mau mencurahkan kraetivitasnya, hal ini tentu aja akanmenjadi sulit.
c.       Menuntut guru untuk bisa totalitas dalam menyampaikan dongeng.
d.      Guru harus bisa mengendalikan siswa yang ribut disamping menyelesaikan tugasnya dalam mendongeng, hal ini memerlukan keahlian khusus dan pribadi guru yang sabar.

D.    Sastra Anak
Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan.
Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.

Ciri Sastra Anak
Menurut Puryanto (2008: 7) secara garis besar, ciri dan syarat karya sastra anak adalah sebagai berikut:
1)      Cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
2)      Puisi anak mengandung tema yang menyentuh, ritme yang meriangkan anak, tidak terlalu panjang, ada rima dan bunyi yang serasi dan indah, serta isinya bisa menambah wawasan pikiran anak.




BAB III
KESIMPULAN

Apresiasi bukanlah pengetahuan sastra yang harus dihafalkan, melainkan bentuk aktivitas jiwa. Artinya, dalam mengapresiasi, siswa tidak sekedar mengambil informasi yang berkaitan dengan isi atau mencari beberapa simpulan logis. Melalui apresiasi sastra idealnya siswa dapat mengindra atau merasakan kehadiran pelaku, peristiwa, suasana, dan gambaran obyek secara imajinatif. Lebih dari itu, menurut apresiasi harus mencakup tanggapan emosional pada isi cerita, tanggapan pada pelaku atau peristiwa, dan perasaan siswa dalam merasakan/ menikmati gaya bahasa pengarang cerita.
Tugas guru dan orang tua dalam memilih buku sastra anak-anak adalah melakukan penelitian lebih rinci terhadap unsur-unsur yang lazim ada dalam setiap bacaan cerita (fiksi). Unsur-unsur itu meliputi (1) alur, (2) latar, (3)tema, (4) tokoh, (5) gaya, (6) sudut pandang, dan (6) format buku cerita.
Karya sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak. Jenis karya sastra yaitu dongeng atau cerita rakyat dan puisi.
Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi, misalnya kejadian-kejadian aneh di jaman dahulu.
Anak-anak lebih menyukai permainan online karena lebih mudah digunakan. Wayang sebagai media pembelajaran yang murah, mudah dibuat, sebagai upaya untuk melestarikan budaya bangsa juga untuk menarik minat anak. Wayang kertas selain memilki kelebihan juga memilki kekurangan.
Selanjutnya marilah kita tingkatkan kemampuan kita dalam bersastra, utamanya para pendidik agar peserta didik yang kita ajar dapat betul-bertul memahami dari inti sastra itu sendiri.





DAFTAR PUSTAKA


http://nanasumarna11a.blogspot.com/2011/04/optimalisasi-pembelajaran-sastra-di.html
http://adesorayalenggogeni.wordpress.com/2014/04/19/pembelajaran-sastra-di-sd/
 Depdiknas Prop Jabar 2006. Kurikulum Bahasa dan Sastra sunda Bandung; Dinas Pendidikan Prop Jabar.

                                 


KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan dan  keikhlasan hati, Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah tentang “Perkembangan Teori Anak, Aliran Sastra, Pembelajaran Sastra Melalui Pengalaman, dan Sastra Anak” ini dapat  terselesaikan.
Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran yang yakni baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Dan Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan kita.
Sesuai dengan judul, makalah ini berisi  ulasan-ulasan yang membahas tentang Kajian Perkembangan Teori Anak, Aliran Sastra, Pembelajaran Sastra Melalui Pengalaman, dan Sastra Anak.
Setitik harapan dari kami sebagai penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penyusun miliki. Untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Ciamis, Oktober 2014

Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................    i
DAFTAR ISI..................................................................................................    ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................    1
A.      Latar Belakang ..................................................................................    
B.       Rumusan Masalah  .............................................................................    
C.       Tujuan Penelitian ...............................................................................    
D.      Manfaat Penelitian..............................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................
A.      Perkembangan Teori Sastra................................................................
B.       Aliran Sastra ......................................................................................
C.     Pembelajaran Sastra Melalui Pengalaman dengan Dongeng
dan Media Wayang .............................................................................
D.    Sastra Anak .........................................................................................

BAB III KESIMPULAN ..............................................................................


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 

No comments:

Post a Comment