MAKALAH PERSPEKTIF GLOBAL (VERSI 1)

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ‘’ Dampak Globalisasi bagi pendidikan di Indonesia’’.

Makalah ini diharapkan dapat menjadi bacaan para pembaca agar menjadi  warga negara yang baik dan bertanggung  jawab karena materi disajikan mengarah pada terbentuknya arah globalisasi yang berpengaruh terhadap kehidupan bernegara. Oleh karena itu, makalah ini diharapkan agar bangsa indonesia memiliki sikap yang kritis terhadap situasi dan kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang selalu berubah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing atas saran dan bimbingannya, sehingga makalah ini bisa diselesaikan, walau pun masih jauh dari kata sempurna. Tetapi penulis berharap atas saran dan kritikannya guna penulisan makalah selanjutnya.

Akhir kata, saya ucapkan terimakasih kepada para pembaca yang sudah berkenan membaca makalah ini dengan tulus ikhlas. Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagai saya dan pembaca.



Banjarsari,     Desember 2013

Penulis,



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.
Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama dalam bidang pendidikan. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu Negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positifdan negatif, pengaruh globalisasi meliputi segala aspek kehidupan terutama pada masalah pendidikan di Indonesia. Ada dua isu kritis yang perlu kita sikapi sehubungan dengan perspektif globalisasi dalam kebijakan pendidikan di Indonesia yaitu siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi ? dan bagaimanakah cara penyesuian pendidikan Indonesia di era globalisasi sekarang ini?. Oleh sebab itu untuk melawan globalisasi terutama dalam pendidikan, kita harus bisa menjaga eksistensi sekolah.
Demikianlah, semoga kita dapat mengarungi derasnya gelombang globalisasi dan kita tidak tenggelam dalam gelombang itu.

1.2.            Rumusan Masalah

1.            Apa pengertian globalisasi?
2.            Bagaimana perkembangan globalisasi pada saat ini dan apa dampaknya bagi pendidikan di ndonesia?
3.            Bagaimana cara penyesuaian pendidikan Indonesia di era globalisasi sekarang ini?




1.3.            Tujuan Penulisan

1.             Untuk mengetahui pengertian globalisasi
2.             Mengetahui perkembangan globalisasi dan dampaknya terhadap pendidikan di Indonesia
3.             Mengetahui cara menyesuaikan pendidikan dengan era globalisasi sekarang ini


  

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.            Pengertian Globalisasi
Globalisasi telah menjadi sebuah kata yang memiliki makna tersendiri yang sering kali kita baca atau dengar. Banyak pengguna istilah globalisasi memahaminya berbeda dengan makna yang sesungguhnya. Realitas semacam ini bisa diterima mengingat tidak ada definisi yang tunggal terhadap globalisasi. Misalnya menurut R. Robertson (1992:8) merumuskan globalisasi sebagai “the compression of the world and the intensification of consciousness of  world asa whole.", menurut P. Kotter (1995:42) mendeskripsikan globalisasi sebagai, "the product of manyforces, some of which are political (no major was since 1945), some of which aretechnological (faster and cheaper transportation and communication), and some of which are economic mature firms seeking growth outside their nationalboundaries). Tetapi, dalam tulisan ini kita cenderung mengutip pendapat J.A. Scholte (2002:15-17) yang menyimpulkan bahwa setidaknya ada lima kategori pengertian globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur.
Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain dan kadang kala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur yang khas.

1.      Globalisasi sebagai internasionalisasi
Dengan pemahaman ini, globalisasi dipandang sekedar sebuah kata sifat (adjective) untuk menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai negara. la menggambarkan pertumbuhan dalam pertukaran dan interdependensi internasional. Semakin besar volume perdagangan dan investasi modal, maka ekonomi antar-negara semakin terintegrasi menuju ekonomi global di mana`ekonomi nasional yang distingtif diresap dan diartikulasikan kembali ke dalam suatu sistem melalui proses dan kesepakatan internasional.

2.      Globalisasi sebagai liberalisasi
Dalam pengertian ini, “globalisasi” merujuk pada sebuah proses penghapusan hambatan-hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar Negara untuk menciptakan sebuah ekonomi dunia yang terbuka dan tanpa-batas. Mereka yang berpendapat pentingnya menghapus hambatan-hambatan perdagangan dan kontrol modal biasanya berlindung di balik mantel globalisasi.



3.      Globalisasi sebagai universalisasi
Dalam konsep ini, kata global digunakan dengan pemahaman bahwa proses mendunia dan globalisasi merupakan proses penyebaran berbagai objek dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari konsep ini adalah penyebaran teknologi komputer, televisi, internet, dll.

4.      Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi (lebih dalam bentuk yang Americanised)
Globalisasi dalam konteks ini dipahami sebagai sebuah dinamika, dimana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia, yang dalam prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-determination rakyat setempat.

5.      Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial (atau sebagai persebaran supra-teritorialitas)
Globalisasi mendorong rekonfigurasi geografis, sehingga ruang-sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak teritorial, dan batas-batas teritorial. Dalam konteks ini, globalisasi juga dipahami sebagai sebuah proses(atau serangkaian proses) yang melahirkan sebuah transformasi dalam spatial organisation dari hubungan sosial dan transaksi-ditinjau dari segi ekstensitas, intensitas, kecepatan dan dampaknya yang memutar mobilitas antar-benua atau antar-regional serta jaringan aktivitas. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat geografis ruang dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir melingkupi semua hal yang berkaitan dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi, informasi, komunikasi,transportasi, dll.

2.2.            Perkembangan Globalisasi dan Dampaknya bagi Pendidikan di Indonesia
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari manca negara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak negatif yang tidak sedikit jumlahnya bagimasyarakat. Paling tidak, ada tiga dampak negatif yang akan terjadi dalam dunia pendidikan kita.
1.        Dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neoliberalisme yang melanda dunia. Paradigma dalam dunia komersial adalah usaha mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara terus-menerus. Globalisasi mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor yang dulunya non-komersial menjadi komoditas dalam pasar yang baru. Tidak heran apabila sekolah orang tua murid dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pengembangan institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

2.        Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemenkan, UU Sisidiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.

3.        Globalisasi akan mendorong delokasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan. Pemanfaatan teknologi baru, seperti computer dan internet, telah membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang tradisional.

4.        Pemanfaatan multimedia yang portable dan menarik sudah menjadi pemandangan yang biasa dalam praktik pembelajaran di dunia persekolahan kita. Di sinilah bahwa pendidikan menjadi agenda prioritas kebangsaan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk diperbaiki seoptimal mungkin.

2.3.            Pendidikan  di Indonesia saat ini
Dengan berdampak dari globalisasi, pendidikan saat ini sangat mempengaruhi.

1.      Keadaan buruk pendidikan di Indonesia
Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan,dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek. Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor moderndiisi orang-orang awam. Sedangkan  yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.

2.      Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selaludisyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atasmodal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namundalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah. Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik kebentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempartanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

2.4.            Penyesuaian Pendidikan di Era Globalisasi
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumberdaya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal. Dari tulisan di atas, kita bisa menyimpulkan:
1.            bahwa dalam berbagaitakaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh.
2.            Dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian diatas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
3.            Alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian daripendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuatkita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
3.      Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning, repositioning strategy dan leadership. Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi
  


BAB III
PENUTUP

3.1.            Kesimpulan
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan,baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagimasyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Paling tidak, ada tiga dampak globalisasi yang akan terjadi dalam dunia pendidikan. Pertama, dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neoliberalisme yang melanda dunia. Kedua, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Ketiga, globalisasi akan mendorong delokasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan. Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Cara penyesuaian pendidikan Indonesia di era globalisasi sekarang ini adalah visioning, repositioning strategy, dan leadership. Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi

3.2.            Saran
Penulis menyarankan kepada pemerintah untuk lebih meningkatkan mutu SDM yang berkualitas dan bermoral agar dapat lebih siap untuk menerima dampak positif maupun dampak negatif dari adanya globalisasi. Peningkatan mutu SDM bisa ditingkatkan melalui program pendidikan gratis bagi masyarakat yang kurang mampu. Hendaknya pemerintah juga lebih memperhatikan tentang dampak globalisasi, karena dampak globalisasi tidak hanya merugikan warga negaranya, akan tetapi hal itu juga dapat berimbas pada pemerintah sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

·         http://zag.7p.com/globalisasi_pendidikan.htm akses tanggal 28 Oktober 2009 (Diakses tanggal 18 Desember 2013)

·         http://edukasi.kompas.com akses tanggal 3 November 2009OCTAVIANUS, Petrus. (Diakses tanggal 18 Desember 2013)


·         http//www.atarombapunyablog.blogspot.com/demokrasi-pendidikan (Diakses tanggal 18 Desember 2013)

Comments

Popular posts from this blog

RESENSI NOVEL BAHASA SUNDA "LEMBUR SINGKUR"

MAKALAH Usaha Kecil KERIPIK PISANG (Kewirausahaan)

MAKALAH PEMBUATAN PIRING LIDI