MAKALAH PERSPEKTIF GLOBAL (VERSI 4)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan
globalisasi mendorong kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik
simetris sehingga bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu
pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak globalisasi
memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman mereka terhadap
konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas territorial geografis,
tetapi juga aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang
menopang eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas
absolut terhadap intrusi globalisasi. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran
dan intensifikasi dari hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus
sekat-sekat geografis ruang dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir
melingkupi semua hal; ia berkaitan dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi,
informasi, komunikasi, transportasi, dll.
1.2.
Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka
dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Perumusan
masalah tersebut :
1.
Bagaimana
memahami globalisasi dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan?
2.
Siapkah dunia
pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi?
3.
Apa kondisi dan
kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia?
1.3.
Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat
dipaparkan mengenai tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk memahami
globalisasi dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan.
2.
Untuk mengetahui
siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi.
3.
Untuk mengetahui
kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1.
Pengertian Globalisasi
Kata "globalisasi" diambil dari kata global,
yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan,
kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari
sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial,
atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan
negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan
baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,
ekonomi dan budaya masyarakat. Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi
adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi
akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan
ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.
Anggapan atau jalan pikiran di atas tersebut tidak
sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi memang telah membuat
batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak berguna. John Naisbitt (1988),
dalam bukunya yang berjudul Global Paradox ini memperlihatkan hal yang justru
bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Naisbitt (1988) mengemukakan
pokok-pokok pikiran lain yang paradoks, yaitu semakin kita menjadi universal,
tindakan kita semakin kesukuan, dan berpikir lokal, bertindak global. Hal ini
dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat etnis,
yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal
pengembangan ke dunia Internasional.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai
sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja
orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang
ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling
mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi
dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing.
Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia,
bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki
hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan
antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas
suatu negara menjadi bias.
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak
karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini
sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi
yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
2.2.
Globalisasi dan Pendidikan
Banyak orang yang mempertanyakan tentang kontradiksi
antara pendidikan, globalisasi dan keuntungan. Tak jarang banyak orang
beragumentasi bahwa dunia pendidikan adalah untuk anak-anak dan bukan untuk
menjadi lahan meraih keuntungan. Pertanyaan yang lebih ektrim adalah, apakah
dalam situasi globalisasi masihkan dunia pendidikan tersedia dan menguntungkan
kelompok miskin. Kian mahalnya ongkos mengenyam bangku sekolah membuat hanya
segelintir anak-anak yang mampu mengenyamnya.
James Tooley, PhD mengatakan bahwa pilihan, kompetisi,
dan kewiraswastaan yang bergerak di pasar pendidikan di seluruh dunia telah
menumbuhkan kerangka pendidikan yang terbaik, bahkan bagi kaum miskin(2005). Ia
memberikan contoh program pendidikan yang dijalankan oleh Oxfam di Lahore,
Pakistan, yang mampu menunjukkan bahwa anggapan bahwa sekolah-sekolah swasta
melayani kebutuhan sejumlah kecil orang kaya adalah suatu asumsi yang keliru.
Persaingan yang terjadi antar sekolah-sekolah swasta tersebut bukan hanya
ditataran biaya semata namun juga pada kurikulum sekolah. Sekolah-sekolah
swasta tersebut bahkan telah menjangkau wilayah-wilayah kumuh yang semula
enggan didatangi oleh sekolah pemerintah, seperti apa yang terjadi di India.
Hanya saja, pemerintah acapkali tidak mengakui keberadaan sekolah-sekolah
swasta ini.
Dalam perkembangannya bahkan banyak orang tua murid
yang lebih senang menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dari pada sekolah
pemerintah, meskipun dengan biaya gratis. Seperti yang acapkali ditemukan di
India, banyak sekolah-sekolah negeri telah kehilangan kualitas yang signifikan.
Bukan saja fasilitas fisik sekolah yang menyedihkan namun juga kualitas
mengajar guru yang sangat memprihatinkan. Fenomena seperti ini dapat
dibayangkan, jika mengingat besaran subsidi dan kemampuan pemerintah untuk
bertahan memberikan subsidi pembangunan kepada sekolah-sekolah negeri.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Memahami Globalisasi dan Dampak Globalisasi terhadap
Dunia Pendidikan
Tiap negara memiliki strategi dalam menghadapi
globalisasi sehingga dampak integrasi dan globalisasi beragam. Posisi sebuah
negara bisa diketahui dalam indeks globalisasi yang diukur dengan beberapa
indikator, seperti konektivitas global, integrasi, dan ketergantungan pada
ruang ekonomi, sosial, dan ekologi.
Ada lima kategori pengertian globalisasi yang umum
ditemukan dalam literatur.Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama
lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur
yang khas.
1.
Globalisasi
sebagai internasionalisasi
Dengan pemahaman
ini, globalisasi dipandang sekedar ‘sebuah kata sifat (adjective) untuk
menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai negara.
2.
Globalisasi
sebagai liberalisasi
Dalam pengertian
ini, ‘globalisasi’ merujuk pada sebuah proses penghapusan hambatan-hambatan
yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar negara untuk menciptakan
sebuah ekonomi dunia yang ‘terbuka’ dan ‘tanpa-batas.’
3.
Globalisasi
sebagai universalisasi
Dalam konsep
ini, kata ‘global’ digunakan dengan pemahaman bahwa proses ‘mendunia’ dan
‘globalisasi’ merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman kepada
semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari konsep ini adalah
penyebaran teknologi komputer, televisi, internet, dll.
4.
Globalisasi
sebagai westernisasi atau modernisasi
(lebih dalam
bentuk yang Americanised) ‘Globalisasi’ dalam konteks ini dipahami sebagai
sebuah dinamika, di mana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme,
rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru
dunia, yang dalam prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan
serta merampas hak self-determination rakyat setempat.
5.
Globalisasi
sebagai penghapusan batas-batas territorial
(atau sebagai persebaran
supra-teritorialitas) ‘Globalisasi’ mendorong ‘rekonfigurasi geografis,
sehingga ruang-sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial,
jarak teritorial, dan batas-batas teritorial.’ A. Giddens (1990) mendefinisikan
globalisasi sebagai ‘intensifikasi hubungan sosial global yang menghubungkan
komunitas lokal sedemikian rupa sehingga peristiwa yang terjadi di kawasan yang
jauh dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di suatu tempat yang jauh pula,
dan sebaliknya.’
Dalam dunia pendidikan, globalisasi membawa banyak
dampak dan efek. Dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan paling tidak
terlihat dalam 3 perubahan mendasar dalam dunia pendidikan.Pertama, dalam
perspektif neo-liberalisme, globalisasi menjadikan pendidikan sebagai komoditas
dan komersil. Paradigma dalam dunia komersial adalah usaha mencari pasar baru
dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara kontinyu.Tuntutan pasar ini mendorong
perubahan dalam dunia pendidikan. Perubahan tersebut bisa dalam bentuk
penyesuaian program studi, kurikulum, manajemen, dll. Komersialisasi pendidikan
juga memacu privatisasi lembaga-lembaga pendidikan.Kedua, globalisasi
mempengaruhi kontrol pendidikan oleh negara. Sepintas terlihat bahwa pemerintah
masih mengontrol sistem pendidikan di suatu negara dengan cara intervensi
langsung berupa pembuatan kebijakan dan payung legalitas. Tetapi tuntutan untuk
berkompetisi dan tekanan institusi global seperti IMF dan World Bank yang
membuat dunia politik dan pembuat kebijakan cenderung market-driven.Ketiga,
globalisasi mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi dan orientasi
pendidikan. Pemanfaataan teknologi baru seperti komputer dan internet telah
membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang
tradisional. Disamping membantu akselerasi arus pertukaran informasi, teknologi
tersebut telah ikut mendorong berjamurnya system pendidikan jarak-jauh. Di sini
terlihat fenomena delokalisasi, di mana orang-orang belajar dalam suasana yang
sangat individual dan menghalanginya untuk berinteraksi dengan tetangga atau
orang-orang di sekitarnya.
Meskipun dipandang dari sudut yang berbeda, kita bisa
membuat sebuah generalisasi bahwa kata kunci dari globalisasi adalah:
kompetisi. Kalau sudah menyangkut kompetisi, maka kita mesti memperhatikan
salah satu faktor penentu dalam kompetisi yaitu ketangguhan sumber daya manusia
(SDM) yang merupakan output dari pendidikan. Oleh karena itu, relevansi antara
pendidikan nasional dengan globalisasi tidak saja dalam aspek dampak tetapi
juga dalam segi tantangan. Artinya, globalisasi adalah sebagai sebuah proses
yang tidak bisa diputar mundur dan terus bergulir yang menantang dunia
pendidikan kita.
3.2.
Siapkah Dunia Pendidikan Indonesia Menghadapi
Globalisasi ?
Sebelum kita menjawab apakah dunia pendidikan kita
siap menghadapi globalisasi, kita perlu bertanya apakah Indonesia sudah siap
menghadapi globalisasi. Dalam summit APEC di Bogor tahun 1994, Indonesia dengan
berani menerima jadwal AFTA 2003 dan APEC 2010 dengan menyatakan: “Siap tidak
siap, suka tidak suka, kita harus ikut globalisasi karena sudah berada di
dalamnya”.
Banyak pengamat menilai bahwa pada waktu itu Indonesia
menyatakan ‘siap’ dalam globalisasi kurang didasarkan pada asumsi yang
realistis. Dalam menilai kesiapan dunia pendidikan Indonesia menghadapi
globalisasi ada baiknya kita mengukur posisi Indonesia dengan indikator-indikator—terlepas
dari metodologi yang dipakai oleh pembuat survei—yang dianggap cukup relevan,
yaitu: tingkat kompetisi Indonesia di dunia global (global competitiveness),
indeks persepsi korupsi (corruption perception index), dan indeks pengembangan
SDM (human development index).
Menurut indikator pertama, dalam tingkat kompetisi
global tahun 2002, Indonesia berada pada posisi ke-72 dari 115 negara yang
disurvei. Indonesia berada di bawah India yang menempati posisi ke-56, Vietnam
pada posisi ke-60, dan Filipina pada posisi ke-66. Meskipun konfigurasi yang
dibuat oleh Global Economic Forum ini lebih merupakan kuantifikasi dari aspek
ekonomi dan bersifat relatif, tetapi secara umum prestasi tersebut juga
merefleksikan kualitas dunia pendidikan kita. Dari sudut persepsi publik
terhadap korupsi tahun 2002, hasil survei yang dilakukan oleh Transparency
International dan Universitas Göttingen menempatkan Indonesia pada urutan
ke-122. Indonesia berada di bawah India yang menempati posisi ke-83, Filipina
pada posisi ke- 92, dan Vietnam pada posisi ke-100.
Mengingat sikap dan watak merupakan hasil pembinaan
pendidikan, dunia pendidikan kita bisa dianggap ‘liable’ terhadap perilaku
korup. Implikasi indikator ini terhadap dunia pendidikan kita secara umum ialah
proses pendidikan kita belum mampu—secara signifikan—menghasilkan lulusan yang
bersih, jujur dan amanah. Sedangkan menurut indikator pengembangan SDM tahun
2002, Indonesia menempati posisi ke-112 dari 174 negara.
Data tersebut menempatkan Indonesia di bawah Filipina
yang berada pada posisi ke-85, China pada urutan ke-104, dan Vietnam pada
posisi ke-109. Jika dari segi ekonomi kita—diakui secara jujur—belum siap
bersaing, apalagi dalam dunia pendidikan secara umum. Salah satu bukti
ketidaksiapan SDM kita bersaing secara global adalah level jabatan TKI kita di
luar negeri rata-rata pekerja kasar, hanya sebagian kecil sebagai pekerja
profesional, dan lebih sedikit lagi pada level pimpinan. Hal tersebut
berbanding terbalik dengan TKA (expatriates) yang bekerja di Indonesia yang
mayoria menempati level profesional dan pimpinan.
3.3.
Kondisi dan Kendala Kontemporer Dunia Pendidikan
Indonesia
Berbicara masalah pendidikan di Indonesia adalah
membahas hal yang sangat luas, dinamis, fluktuatif dan relatif. Oleh karena
itu, kita hanya bisa mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia ‘gagal’ secara
kategoris. Sebenarnya pendidikan Indonesia telah banyak menghasilkan
tokoh-tokoh nasional dan output yang brilyan dan kompetitif dari masa ke masa.
Kalau digeneralisasi bahwa dunia pendidikan kita sudah gagal, maka Republik ini
sudah lama bubar. Salah satu contoh keberhasilan pendidikan kita misalnya
adalah menjamurnya sekolah-sekolah yang ‘berprestasi’ khususnya pada jenjang
Sekolah Menengah yang dalam periode 1996-1997 sering dikenal sebagai SMU
(sekarang kembali ke istilah Sekolah Menengah Atas atau SMA) ‘unggulan’ atau
SMU ‘plus.’
Dari studi Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang
Depdiknas terhadap 12 SMU yang dinilai berprestasi yang tersebar di beberapa
propinsi di Indonesia, prestasi yang dicapai oleh sekolah berprestasi ini cukup
melegakan. Indikator pertama, NEM SMU berprestasi setiap tahunnya berada pada
peringkat 1, 2, atau 3 di tingkat propinsi lokasi sekolah bersangkutan. NEM
terentang dari 47,99 sampai 64,27. Sekitar 81,2% rata-rata NEM siswa SLTP
(sekarang kembali ke istilah Sekolah Menengah Pertama atau SMP) yang diterima
di SMU berprestasi adalah 6,5 keatas. Kedua, sebagian besar guru SMU
berprestasi memiliki pendidikan S1, hanya beberapa SMU yang memiliki beberapa guru
jenjang S2, Sarjana Muda atau D3, bahkan SMU. Ketiga, kebanyakan SMU
berprestasi memiliki sarana dan prasarana yang baik, yakni tanah yang cukup
luas, tempat parkir, lapangan olah raga, tempat bermain atau jenis kegiatan
lainnya, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang
guru, ruang TU, alat bantu pelajaran Fisika, Biologi, Matematika serta berbagai
peralatan elektronik seperti video, TV, tape-recorder, sound system dalam lab
bahasa, perangkat komputer sebagai media belajar. Keempat, seluruh guru SMU
berprestasi menyusun satuan pelajaran. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
meliputi: intra dan ekstra kurikuler. Guru umumnya menyampaikan materi dengan
metode yang bervariasi meliputi: ceramah, tanya-jawab, diskusi, simulasi, resitasi,
tugas membaca di perpustakaan, praktikum di laboratorium, dan pemanfaatan media
belajar lainnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Sejalan dengan pembahasan yang secara panjang lebar
dipaparkan dalam bab II, maka penulisan ini mempunyai simpulan sebagai berikut
:
1.
Memahami
globalisasi dengan melihat lima kategori pengertian globalisasi yang umum
ditemukan dalam literatur.Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama
lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur
yang khas.
1)
Globalisasi
sebagai internasionalisasi
2)
Globalisasi
sebagai liberalisasi
3)
Globalisasi
sebagai universalisasi
4)
Globalisasi
sebagai westernisasi atau modernisasi
5)
Globalisasi
sebagai penghapusan batas-batas territorial
Dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan
terlihat dalam 3 perubahan mendasar dalam dunia pendidikan Pertama, dalam
perspektif neo-liberalisme, globalisasi menjadikan pendidikan sebagai komoditas
dan komersil. Kedua, globalisasi mempengaruhi kontrol pendidikan oleh negara.
Ketiga, globalisasi mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi dan
orientasi pendidikan.
2.
Pendidikan
Indonesia menghadapi globalisasi belum siap karena Indonesia menempati posisi
ke-112 dari 174 negara. Salah satu bukti ketidaksiapan SDM kita bersaing secara
global adalah level jabatan TKI kita di luar negeri rata-rata pekerja kasar,
hanya sebagian kecil sebagai pekerja profesional, dan lebih sedikit lagi pada
level pimpinan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan TKA (expatriates) yang
bekerja di Indonesia yang mayoria menempati level profesional dan pimpinan.
3.
Kondisi dan
kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia sudah gagal, maka Republik ini
sudah lama bubar. Salah satu contoh keberhasilan pendidikan kita misalnya
adalah menjamurnya sekolah-sekolah yang ‘berprestasi’ khususnya pada jenjang
Sekolah Menengah yang dalam periode 1996-1997 sering dikenal sebagai SMU
(sekarang kembali ke istilah Sekolah Menengah Atas atau SMA) ‘unggulan’ atau
SMU ‘plus.’
Dari studi Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang
Depdiknas terhadap 12 SMU yang dinilai berprestasi yang tersebar di beberapa
propinsi di Indonesia, prestasi yang dicapai oleh sekolah berprestasi ini cukup
melegakan. Indikator pertama, NEM SMU berprestasi setiap tahunnya berada pada
peringkat 1, 2, atau 3 di tingkat propinsi lokasi sekolah bersangkutan. Kedua,
sebagian besar guru SMU berprestasi memiliki pendidikan S1, hanya beberapa SMU
yang memiliki beberapa guru jenjang S2, Sarjana Muda atau D3, bahkan SMU.
Ketiga, kebanyakan SMU berprestasi memiliki sarana dan prasarana yang baik.
Keempat, seluruh guru SMU berprestasi menyusun satuan pelajaran.
4.2.
Saran
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten
untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagus apa pun konsep perubahan kurikulum, tanpa
diimbangi dengan optimalnya peran stakeholder pendidikan, hal itu tidak akan
banyak membawa dampak positif bagi kemajuan peradaban bangsa. Sudah terlalu lama
bangsa ini merindukan lahirnya generasi bangsa yang “utuh dan paripurna”;
berimtaq tinggi, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hanya potret
generasi semacam ini yang akan mampu membawa bangsa ini sanggup bersaing di
tengah kancah peradaban global yang demikian kompetitif secara arif, matang,
dan dewasa. Nah, akankah perubahan kurikulum di awal tahun ajaran ini mampu
menjadi momentum bangkitnya kemajuan dunia pendidikan di negeri kita.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=367&Itemid=47,
30 November 2007). (Diakses tanggal 18 Desember 2013)
·
http://salmah-semangat.blogspot.com/2010/04/pengaruh-globalisasi-terhadap.html (Diakses tanggal 18
Desember 2013)
·
http://mozi-mozi-mozi-mozi.blogspot.com/2010/01/dampak-globalisasi-terhadap-dunia.html (Diakses tanggal 18
Desember 2013)
·
http://viecenut.blogspot.com/2012/06/pendidikan-di-era-globalisasi.html (Diakses tanggal 18
Desember 2013)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji atas kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan ajaran agama islam
kepada umat manusia. Makalah ini membahas tentang pengaruh globalisasi terhadap
berbagai aspek kehidupan dan makalah ini berjudul “ Pengaruh Globalisasi
Terhadap Dunia Pendidikan
“.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Pembimbing yang
telah memberikan saan dan bimbingannya dalam penyusunan makalah ini yang
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
mereka yang telah berjasa tersebut diatas dengan balasan yang lebih banyak.
Amin…
Banjarsari, Desember 2013
Penulis,
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. ii
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah...................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI........................................................................... 3
2.1. Pengertian Globalisasi.................................................................................. 3
2.2. Globalisasi dan Pendidikan.......................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN................................................................................. 6
3.1. Memahami
Globalisasi dan Dampak Globalisasi terhadap
Dunia Pendidikan....................................................................................... 6
3.2. Siapkah Dunia
Pendidikan Indonesia Menghadapi Globalisasi ................ 8
3.3. Kondisi dan Kendala Kontemporer
Dunia Pendidikan Indonesia............. 9
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 11
4.1. Kesimpulan................................................................................................. 11
4.2. Saran........................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 13
Comments
Post a Comment