MAKALAH IMPLEMENTASI HAM (Hak Asasi Manusia)

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.        Latar Belakang

Jika kita melihat perkembangan HAM di Negara ini ternyata masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui. Mulai dari pelanggaran yang paling sederhana dalam keluarga sampai ke bentuk yang paling besar bersifat massal. Untuk kali ini penulis ingin menyoroti pelanggaran HAM anak yang paling umum terjadi di kota besar.

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu lain,kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.

Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita. Untuk itulah kami menyusun makalah yang berjudul “Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Di Indonesia”,untuk memberikan informasi tentang apa itu pelanggaran HAM.

 

B.         Rumusan Permasalahan

            Berdasarkan hal-hal yang telah di jelaskan pada Latar belakang, adapun permasalahan yang saya temukan dan saya angkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.          Apa dasar Hukum pengaturan, penegakan, dan penghormatan HAM di Indonesia ?

2.          Bagaimana Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia ?

3.          Apa saja permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam upaya penegakan HAM ?

4.          Bagaiman upaya pemerintah dalam penghormatan, pengakuan dan penegakan HAM ?

 

C.        Tujuan Penulisan

Adapun sasaran penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.            Untuk mengetahui pengertian dari Hak Asasi Manusia.

2.            Untuk mengetahui UU yang mengatur HAM di Indonesia.

3.            Untuk mengetahui permasalahan dan penegakan HAM di Indonesia.

4.            Untuk mengetahui beberapa contoh pelanggaran HAM.

5.            Untuk mengetahui upaya pencegahan HAM di Indonesia

 

 

BAB III

LANDASAN TEORI

 

A.        Pengertian HAM

            Istilah Hak Asasi Manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal dengan sebutan droit de l’home (perancis), yang berarti hak manusia, Human Rights (Inggris) atau mensen rechten (Belanda) yang dalam bahasa Indonesia disalin menjadi hak-hak kemanusian atau hak-hak asasi manusia.    

            Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.

            Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara inheren melekat dalam setiap diri manusia sejak dilahirkan. Pengertian ini mnengandung arti bahwa HAM merupakan karunia dari yang maha kuasa kepada

            Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak Asasi bersifat umum (universal), karena diyakini beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, agama, atau jenis kelamin. Dasar dari hak asasi, bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak Asasi manusia bersifat supralegal, artinya tidak bergantung kepada adanya suatu Negara atau undang-undang dasar, maupun kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena hak asasi manusia dimiliki manusia bukan karena kemurahan atau pemberian pemerintah, melainkan Karena berasal dari sumber yang lebih tinggi. Disebut HAM karena melekat pada eksistensi manusia, yang bersifat universal, merata dan tidak dapat dialihkan.

            Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memrlukan legitimasi yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu system hukum nasional maupun Internasional. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM , hak itu tetap eksis dalam setiap diri manusia. Gagasan HAM  yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai yang paling hakiki dalam diri manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan manusia bersifat sekuler dan positivistic, maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan dalam mengatur kehidupan manusia.

            Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara  mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan hidup bangsanya, meskipun demikian sifat dan hakikat HAM di mana-mana pada dasarnya sama juga

            Atas dasar itulah maka tidak ada orang atau badan manapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan pemiliknya. Demikian pula tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada kekuasaan apapun untuk membelenggungnya.

 

B.         Sejarah HAM

Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II. Dan, negara-negara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan daripada penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep "Declaration of Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula Konsep HAM ini secara sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang atau negara bekas jajahan namun tidak banyak mendapat respon. Banyak negara tidak bersedia menandatangani "Declaration of Human Rights". Hak Asasi Manusia (HAM) dilahirkan oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin Eleanor Roosevelt, dan pada 10 Desember 1948 secara resmi diterima oleh PBB sebagai “Universal Declaration of Human Rights”. Universal Declaration of Human Rights (1948) memuat tiga puluh pasal, menjelaskan hak-hak sipil, politik, ekonomi, social dan kebudayaan yang fundamental yang harus dinikmati oleh manusia di dunia ini.Hal itu sesuai dengan pasal 1 piagam PBB, menegaskan salah satu tujuan PBB adalah untuk mencapai kerjasama internasiomal dalam mewujudkan dan mendorong penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasari bagi semua orang, tanpa membedakan suku bangsa, kelamin, bahasa maupun agama. Pada awalnya deklarasi ini hanya mengikat secara formal dan moral anggota PBB, tetapi sejak 1957 dilengkapi 3 (tiga) perjanjian :

1.            International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights

2.            International Covenant em civil and political rights

3.            Optional Protocol to the International covenant on civil and Political Rights

Ketiga dokumen tersebut diterima Sidang Umum PBB 16 Desember 1966, dan kepada anggota PBB diberi kesempatan untuk meratifikasinya. Setiap Negara yang  meratifikasi dokumen tersebut, berarti terikat dengan ketentuan dokumen tersebut. Kovenan tersebut bertujuan memberi perlindungan  atas hak-hak (rights) dan kebebasan (freedom) pribadi manusia.

Setiap Negara yang meratifikasi kovenan tersebut, menghormati dan menjamin semua individu di wilayah kekuasaannya, dan mengakui kekuasaan pengadilan hak-hak yang diakui dalam kovenan tersebut, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal-usul kebangsaan atau social, harta milik, kelahiran atau status lainnya. Meskipun telah disepakati secara aklamasi oleh sejumlah anggota PBB, baru 10 tahun kemudian perjanjian itu dapat diberlakukan. Ini disebabkan pada tahun 1976, baru 35 negara bersedia meratifikasi. Bahkan tidak berbeda dengan Indonesia, Negara yang merasa dirinya champion dalam hak asasi manusia seperti USA dan Inggris hingga awal decade 1990-an belum meratifikasi kedua kovenan tersebut

 

C.        Perkembangan HAM di Indonesia

        Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki.

Berikut adalah perkembangan HAM di Indonesia

1.            Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )

·                  Boedi Oetomo, Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.

·                  Perhimpunan Indonesia Lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri. 

·                  Sarekat Islam Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.

·                  Partai Komunis Indonesia Sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.

·                  Indische Partij Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.

·                  Partai Nasional Indonesia Mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.

·                  Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

2.            Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )

·                  Periode 1945 – 1950

Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.

·                  Periode 1950 – 1959

Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

·                  Periode 1959 – 1966

Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.

·                  Periode 1966 – 1998

Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta KewajibanWarga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untukmemojokkan.

Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an Nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensive menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.

·                  Periode 1998 – sekarang

Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hokum dan instrument Internasional dalam bidang HAM.

Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang–undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( UUD 1945), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang–undangan lainnya.

Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segala peristiwa yang terjadi sebelumnya. Pada masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis yang tiba-tiba hilang tak tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-tangan penguasa pada waktu itu. Aksi demo besar-besaran mahasiswa dari seluruh Indonesia juga menyimpan sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan terhadap rakyat sipil. Semuanya berlangsung secara sporadic dan sangat massif pada waktu itu. Karena institusi hukum telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan untuk menjerat para pelaku pelanggaran tersebut. Bahkan ketika masa reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara mendadak dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya ditemukan racun jenis arsen yang melewati ambang batas normal. Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

A.        Dasar Hukum pengaturan, penegakan dan penghormatan HAM di Indonesia

Istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan adalah pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas.Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat diterbitkannya suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR tentang GBHN yang didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945. Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 November 1988, telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september 1999.

Undang-Undang ini kemudian diikuti  lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang kemudian  disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998  tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165. Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi internasional yang mengatur HAM, antara lain :

1.            Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun 1998.

2.            Konvensi mengenai  Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun 1958.

3.            Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita, melalui UU No. 7 Tahun 1984.

4.            Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990.

5.            Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang pelaksanaannya ditangguhkan sementara.

6.            Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999, melalui UU No. 29 Tahun 1999.

 

B.         Pelaksanaan dan penegakan HAM di Indonesia

Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM,  regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter.   Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant) yang mendukung tegaknya HAM.                            

            Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.

Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran HAM berat(gross human right violation). Disamping itu juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM. Masalah Hak Azasi Manusia (HAM) “populer” di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru, Di masa ini banyak peristiwa yang dinilai merupakan pelanggaran HAM. Pada dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A sampai dengan pasal 28-J. Sebagian kalangan menafsirkan, dengan adanya dasar hukum tersebut maka masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (UUD 1945 Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1). Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki.                 

Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya.

 

C.        Permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam penegakan HAM di Indonesia.

Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di Indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.      Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran HAM berat (gross human right violation). Di samping itu juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM. Berbagai permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam rangka penghormatan, pengakuan, penegakan hukum dan HAM antara lain:

1.            Penegakan Hukum di Indonesia belum dirasakan optimal oleh masyarakat. Hal itu antara lain, ditunjukan oleh masih rendahnya kinerja lembaga peradilan. Penegakan hukum sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang sudah selesai tahap penyelidikannya pada tahun 2002, 2003, dan 2004, sampai sekarang belum di tindak lanjuti tahap penyelidikannya.

2.            Masih ada peraturan perundang-undangan yang belum berwawasan gender dan belum memberikan perlindungan HAM. Hal itu terjadi antara lain, karena adanya aparat hukum, baik aparat pelaksana peraturan perundang-undangan, maupun aparat penyusun peraturan perundang-undangan yang belum mempunyai pemahaman yang cukup atas prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia.

3.            Belum membaiknya kondisi kehidupan ekonomi bangsa sebagai dampak krisis ekonomi yang terjadi telah menyebabkan sebagian besar rakyat tidak dapat menikmati hak-hak dasarnya baik itu hak ekonominya seperti belum terpenuhinya hak atas pekerjaan yang layak dan juga hak atas pendidikan

4.            Sepanjang tahun 2004 telah terjadi beberapa konflik dalam masyarakat, seperti Aceh, Ambon, dan Papua yang tidak hanya melibatkan aparat Negara  tetapi juga dengan kelompok bersenjata yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak untuk hidup secara aman dan hak untuk ikut serta dalam pemerintahan

5.            Adanya aksi terorisme yang ditujukan kepada sarana public yang mnyebabkan rasa tidak aman bagi masyarakat

6.            Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu Negara dengan Negara lainnya manjdi makin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional menjadi makin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain, terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang dan terorisme. Salah satu permasalahan yang sering timbul adalah adanya peredaran dokumen palsu. Yang membuat orang-orang luar bebas datang ke Indonesia.

 

Beberapa masalah Hak Asasi di Indonesia yaitu:

1.            Perlindungan Perempuan : Keadilan dan kesetaraan gender.

UUD 1945 pasal 27 menjamin persamaan Hak perempuan dan Laki-laki ; dan Bahwa perempuan adalah bagian dari HAM yang tercantum dalam UU No. 7/198-4 tentang anti diskriminasi dan UU No. 39/1999 tentang HAK. Ada pun hak-hak politik perempuan tercantum dalam UU No. 68/1958

2.            Rencana Aksi Nasional (RAN) 

Penghapusan perdagangan perempuan dan Anak Indonesia telah memiliki rencana aksi nasional penghapusan trafficking perempuan dan anak 2003-2007. RAN tersebut merupakan implementasi dari konvensi PBB menentang kejahatan Terorganisir antar Negara

3.            Perlindungan Hak Anak

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah legislative dan administrative untuk lebih memperbaiki perlindungan hak-hak anak dan perempuan.  Langkah-langkah legislative tersebut antara lain dengan keluarnya UU No. 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No. 20 tahun 2003 dengan system pendidikan nasional. Sedangkan langkah administrative dalam menetukan rencana aksi dan penentuan penjuru untuk pemajuan dan perlindungan HAM antara lain, melalui kepres No. 59 tahun 2002 tentang rencana aksi nasional penghapusan Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak. Dan juga pembentukan komisi perlindungan anak Indonesia di bentuk pada tahun 2003 melalui keppres No. 77 tahun 2003

 

D.        Upaya Pemerintah dalam hal penghormatan, pengakuan , dan penegakan Hukum dan HAM.

Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas terorika, melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda. Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku di Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil substansil dan klasik.

            Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, Dan memajukan Hak asasi manusia melalui langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, social, budaya, pertahanan dan keamanan Negara, dan bidang lainnya.

            Bahwa untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan perlindungan , kepastian keadilan dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu dibentuk suatu pengadilan Hak asasi manusia untuk menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan pasal 104 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi manusia yakni UU No. 26 tahun 2000.

            Program pemrintah dalam penegakan Hukum dan HAM (PP Nomor 7 tahun 2005) yaitu meliputi pemberantasan korupsi, anti terorisme, dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM  harus selalu ditegakkan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.

            Partisipasi masyarakat dapat pula berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia. Masyarakat disini meliputi antara lain : setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya seperti Perguruan Tinggi dan lembaga studi.

Partisipasi masyarakat ini dapat berupa :

a.       Pengajuan usulan mengenai perumusan dan kebajikan yang berkaitan dengan hak asasi manusia

b.      Melakukan penelitian

c.       Melakukan pendidikan

d.      Melakukan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

A.        Kesimpulan

Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM,  regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter. Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah.

 

B.         Saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.

Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyesuaikan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain. Dan kita juga harus membantu negara dalam mencari upaya untuk mengatasi atau menanggulangi adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada di Indonesia

 

 

DAFTAR PUSTAKA

·              www.waspada-online.com

·              http://jurnal-politik.blogspot.com/2009/09/upaya-penegakan-hak-asasi-manusia-di.html

·              www.komnas-ham.co.id

·              http://www.hukumonline.com

·              http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusiahttp://hhartika02.blogspot.com/2013/10/makalh-pelaksanaan-ham-di-indonesia.html

 

 

KATA PENGANTAR

 

 

Assalamua’alaikum wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan  ke hadirat Alloh SWT, atas diberikannya waktu dan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Implementasi Penegakan HAM ” .

Selain untuk memenuhi tugas mata Pelajaran PKn, makalah ini bertujuan supaya kita lebih mengetahui bagaimana  dan sampai mana pelaksanaan HAM yang ada di Indonesia khususnya .

Namun penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan – kekurangan , baik dalam materi maupun penulisannya, untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan bagi penulisan makalah selanjutnya.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada guru mata pelajaran PKn dan teman teman yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

 

Wassalamua’alaikum wr.wb.

 

 

 

Penulis,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

RESENSI NOVEL BAHASA SUNDA "LEMBUR SINGKUR"

MAKALAH Usaha Kecil KERIPIK PISANG (Kewirausahaan)

MAKALAH PEMBUATAN PIRING LIDI