CLICK HERE

Saturday, August 14, 2021

KERAJAAN - KERAJAAN MARITIM DI INDONESIA PADA MASA HINDU BUDHA BAGIAN 2

KERAJAAN - KERAJAAN MARITIM DI INDONESIA PADA MASA HINDU BUDHA

2. KERAJAAN TARUMANEGARA

 

·         Letak Kerajaan

Kerajaan Tarumanegara terletak ditepi sungai Citarum. Diperkirakan wilayah kerajaan Tarumanegara itu meliputi daerah Banten, Jakarta, dan Cirebon.

 

  • Sejarah Awal Kerajaan Tarumanegara

kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu tertua ke-2 di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358–382 Masehi, Raja Jayasingawarman adalah seorang maharesi atau pendeta yang berasal dari India, tepatnya dari daerah Salankayana. Raja Jayasingawarman mengungsi ke nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Kerajaan Magadha.

Saat tiba di Jawa Barat, Raja Jayasingawarman meminta izin kepada Raja Dewawarman VIII, raja Kerajaan Salakanagara yang berkuasa masa itu, untuk membuka pemukiman baru. Setelah mendapatkan persetujuan, Raja Jayasingawarman pun membangun Kerajaan Tarumanegara.  Nama tersebut berasal dari dua kata, yaitu “Taruma” dan “Nagara”. “Nagara” memiliki arti kerajaan atau negara, sementara “Taruma” atau “Nila” diambil dari nama sungai Citarum yang membelah Jawa Barat. Disesuaikan dengan letak kerajaan Tarumanegara berada di tepi sungai Citarum.

 

Keberadaan Kerajaan Tarumanegara ini pernah tercatat dalam berita dari kerajaan Tiongkok. Dalam berita tersebut, dikatakan bahwa Kerajaan To-Lo-Mo atau Tarumanegara pernah mengirimkan utusan mereka ke Tiongkok pada tahun 528, 538, dan 666 Masehi untuk kunjungan persahabatan. Kabar lainnya mengenai Kerajaan Tarumanegara datang dari Gunawarman, seorang pendeta dari Kashmir yang mengatakan bahwa agama yang dianut rakyat Tarumanegara adalah Hindu.

Raja Jayasingawarman meninggal dan dimakamkan di tepi sungai di Bekasi, tepatnya di Kali Gomati. Setelah itu, takhta kerajaan digantikan oleh putera Raja Jayasinghawarman, yaitu Dharmawarman.

 

  • Puncak Kejayaan Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara mengalami masa kejayaan pada masa Raja Purnawarman memerintah Kerajaan Tarumanegara dari tahun 395–434 Masehi. Ia bergelar Sri Maharaja Purnwarman Sang Iswara Digwijaya Bhima Prakarma Suryamaha Purasa Jagatpati.

Kemasyuran kerajaan ini diabadikan dalam Prasasti zaman Purnawarman mengenai dibangunnya pelabuhan dan beberapa sungai sebagai sarana perekonomian. Pada masa pemerintahan Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara juga memperluas kekuasaan dengan menaklukkan raja-raja kecil di Jawa Barat.

 

Selain itu, pemerintahan di masa Purnawarman sangat memperhatikan pemeliharaan aliran sungai. Seperti pada tahun 410 Masehi, Raja Purnawarman memperbaiki Kali Gangga hingga Sungai Cisuba yang terletak di daerah Cirebon. Selain itu, di tahun 334 Saka atau 421 Masehi, Purnawarman memperindah daerah aliran Sungai Cupu yang mengalir hingga istana raja.

Pada di tahun 335 Saka atau 413 Masehi, Purnawarman memerintahkan membangun Sungai Sarasah atau Sungai Manuk Rawa atau sekarang lebih dikenal dengan Sungai Cimanuk. Ia juga memperbaiki alur Sungai Gomati dan Sungai Candrabaga, yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru, kakeknya di tahun 339 Saka atau 417 Masehi.

Sungai Gomati dan Sungai Candrabaga sendiri menurut para ahli, dikenal sebagai Sungai Bekasi sekarang. Terakhir, pada tahun 341 Saka atau 419 Masehi, ia juga memerintahkan untuk memperdalam Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar di wilayah Kerajaan Tarumanegara. Keberadaan sungai-sungai ini dapat memperteguh daerah-daerah yang dibangun sebagai daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara dan secara tidak langsung, pembangunan sungai-sungai yang dilakukan oleh Raja Purnawarman bisa membangkitkan perekonomian pertanian dan perdagangan pada saat itu.

 

  • Prasasti Mengenai Sejarah Kerajaan Tarumanegara

 

·         Prasasti Ciaruteun

Pada prasasti ini terdapat gambar telapak kaki, lukisan laba-laba, dan huruf ikal melingkar. Prasasti Ciareuten ini berisi: Vikkrantasyavanipat eh Srimatah Purnnavarmmanah Tarumanagarendrasya

Visnoriva Padadvayam Arti dari tulisan tersebut adalah: “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara), ialah telapak yang mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, Raja yang gagah berani di dunia”.

Bekas telapak pada Prasasti Ciaruteun melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti. Disebutkan bahwa kedudukan Raja Purnawarman diibaratkan Dewa Wisnu, dewa dalam kepercayaan Hindu yang bertugas memelihara alam semesta. Artinya, Raja Purnawarman dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Penggunaan cetakan telapak kaki di masa itu mungkin dimaksudkan sebagai tanda keaslian, mirip tanda tangan pada zaman sekarang.

 

·         Prasasti Kebon Kopi

Prasasti Kebon Kopi yang ditemukan di perkebunan kopi di Kampung Muara Hilir, Bogor. Isi Prasasti Kebon Kopi ini adalah tulisan huruf palawa dengan menggunakan bahasa Sansekerta. Kalimat yang tercetak pada Prasasti Kebon Kopi adalah: “Jayavisalasyya Tarumendrasya hastinah Airwaytabhasya vibatidam-padadyayam”. Arti dari kalimat tersebut adalah: “Di tempat ini, di sini kelihatannya terdapat gambar sepasang telapak kaki yang mirip dengan Airawata, gajah yang sangat kuat, penguasa di Taruma atau lebih dikenal Tarumanegara dan kejayaan kerajaan”. Airawata sendiri adalah gajah kendaraan dewa Indra, dewa cuaca dan raja kahyangan.

 

·         Prasasti Jambu

Ditemukan di perkebunan Jambu di bukit Pasir Koleyangkak, Bogor. Isi prasasti ini adalah “Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri Purnawarman, Raja tarumanagara. Baginda termasyhur gagah berani, jujur dan setia menjalankan tugasnya”.

 

·         Prasasti Cidanghiyang

Prasasti ini ditemukan di tepi sungai Cidanghiang di desa Lebak, kecamatan Munjul, kabupaten Pandeglang, Banten, pada tahun 1947. Prasasti ini berisi 2 baris kalimat yang berbentuk puisi yang ditulis dengan huruf Palawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti ini mengagung-agungkan keberanian raja Purnawarman.

 

·         Prasasti Pasir Awi

Prasasti ini ditemukan di Pasir Awi, Bogor. Namun, sayangnya prasasti ini belum bisa dibaca oleh para ahli. Jadi kita belum bisa tahu apa isi dari Prasasti Awi ini.

 

·         Prasasti Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten yang belum bisa dibaca oleh para ahli. Prasasti keenam ini ditemukan di tepi sungai Cisadane.

 

·         Prasasti Tugu

Prasasti ini menjadi prasasti terpenting & terpanjang dari Raja Purnawarman yang waktu itu sudah bertahta selama 22 tahun. Dalam prasasti ini, disebutkan mengenai pembangunan saluran air yang panjangnya 6.112 tombak. 6.112 tombak itu setara 11 km. Aliran air itu diberi nama Gomati yang dibandun dalam waktu 21 hari.

 

  • Masa Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara

Dalam catatan sejarah Kerajaan Tarumanegara, salah satu contoh kemunduran yang terjadi saat itu adalah pemberian wewenang pemerintahan sendiri atau otonomi kepada raja-raja bawahan yang diberikan oleh raja-raja sebelumnya. Karena tidak disertai hubungan dan pengawasan yang baik, para raja bawahan merasa tidak terlindungi dan tidak diawasi oleh Kerajaan Tarumanegara.

Selain itu, pada masa itu juga muncul kerajaan pesaing Tarumanegara yang sedang naik daun, yaitu Kerajaan Galuh, yang menimbulkan terjadinya pemberontakan. Hingga akhirnya saat raja Kerajaan Tarumanegara terakhir, yaitu Raja Linggawarman, tidak memiliki anak laki-laki, pamor Kerajaan Tarumanegara pun semakin merosot.

Kerajaan Tarumanegara akhirnya pecah menjadi 2 kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Kerajaan Sunda menjadi kelanjutan Kerajaan Tarumanagara yang dipegang oleh Raja Tarusbawa, menantu Raja Linggawarman. Sedangkan Kerajaan Galuh dikuasai oleh Raja Wretikandayun.

 

3. KERAJAAN SRIWIJAYA

 

  • Letak kerajaan sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya terletak di tepian Sungai Musi, di daerah Palembang, Sumatera Selatan.

 

  • Sejarah Awal Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak Budha, berdiri pada abad ke-7 yang didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Sejak awal didirikan, Sriwijaya diperkirakan telah berhasil menguasai Sumatera bagian selatan, Bangka dan Belitung, dan Lampung. Sri Jayanasa bahkan mencoba untuk melancarkan ekspedisi militer menyerang Jawa yang dianggap tidak mau berbakti kepada raja Sriwijaya.

Sementara dari Prasasti Kedukan Bukit, diketahui bahwa Dapunta Hyang berasal dari Minanga Tamwan, yang lokasinya tepatnya masih diperdebatkan. Diceritakan pula bahwa Dapunta Hyang mengadakan perjalanan dengan memimpin 20.000 tentara dari Minanga Tamwan ke Palembang, Jambi, dan Bengkulu. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil menaklukkan daerah-daerah yang strategis untuk perdagangan sehingga Kerajaan Sriwijaya menjadi berkembang dan makmur.

 

  • Masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Puncak kejayaan Kerajaan Sriwijaya dapat diraih pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Kejayaan Sriwijaya dapat dilihat dari keberhasilannya di beberapa bidang, seperti bidang maritim dengan menguasai jalur perdagangan melalui Selat Malaka, Selat Sunda, dan Semenanjung Malaya. Rakyatnya pun hidup dengan makmur karena kerajaan mendapatkan banyak pemasukan dari pajak kapal-kapal dagang yang melintas.

Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India.

 

Untuk menjaga stabilitas kerajaan, dibangunlah armada laut yang kuat supaya dapat mengatasi gangguan di jalur pelayaran. Sriwijaya juga menjalin menjalin hubungan perdagangan dengan India, Cina, dan bangsa-bangsa lain. Selain menonjol di bidang maritim, Kerajaan Sriwijaya juga maju di bidang politik, ekonomi, dan agama. Di bidang politik, Sriwijaya dianggap sebagai kerajaan nasional pertama karena wilayah kekuasaannya sangat luas.

Raja Balaputradewa juga menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang kala itu dipimpin oleh Raja Dewapala Dewa. Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk mendirikan asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang belajar di Nalanda. Hal tersebut menandakan Balaputradewa memerhatikan ilmu pengetahuan bagia generasi mudanya.

  • Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya

 

·         Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Batang, Kedukan Buwkit, Palembang, pada 29 November 1920. Prasasti berangka tahun 683 Masehi ini ditulis dengan huruf Pallawa dan Bahasa Sanskerta. Prasasti Kedukan Bukit berisi tentang berdirinya Kerajaan Sriwijaya dan raja pertamanya yang bernama Sri Jayanegara, melakukan perjalanan suci menggunakan perahu bersama 20.000 tentaranya.

·         Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka bagian Barat oleh J.K Van der Muelen pada 1892. Isi prasasti ini menceritakan tentang kutukan bagi orang yang berani melanggar titah dari Raja Sriwijaya.

·         Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu ditemukan di kolam Telaga Biru, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang. Isinya menyebutkan tentang kutukan untuk mereka yang berbuat jahat di kedatuan Sriwijaya.

·         Prasasti Karang Berahi

Prasasti Karang Berahi ditemukan di Desa Karang Berahi, Merangin, Jambi, pada 1904. Isinya menjelaskan tentang kutukan bagi orang-orang yang melakukan kejahatan dan tidak setia dengan raja Kerajaan Sriwijaya.

·         Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah ditemukan di pinggir rawa Desa Palas Pasemah, Lampung Selatan. Peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini ditulis dalam 13 baris dan berhuruf Pallawa dengan Bahasa Melayu Kuno. Isi prasasti ini hampir sama dengan beberapa prasasti peninggalan Sriwijaya lainnya yang ditemukan di Lampung, yaitu tentang kutukan bagi mereka yang tidak patuh kepada penguasa Kerajaan Sriwijaya.

·         Prasasti Talang Tuo

Prasasti Talang Tuo berisi tentang doa dedikasi yang menceritakan aliran Buddha yang dipakai pada masa Sriwijaya, yaitu Mahayana. Selain itu, prasasti yang memiliki 14 baris kalimat ini menceritakan tentang pembangunan taman oleh Sri Jayanasa, yang dibuat untuk rakyat pada abad ke-7.

·         Prasasti Hujung Langit

Prasasti Hujung Langit atau Prasasti Bawang ditemukan di Desa Haur Kuning, Lampung. Meski sebagian besar tulisannya sudah sangat aus, prasasti berangka tahun 997 Masehi ini berkaitan dengan penetapan suatu daerah menjadi sima, daerah perdikan, seperti pada prasasti-prasasti yang ada di zaman Hindu-Buddha.

·         Prasasti Ligor

Prasasti Ligor ditemukan di Thailand bagian Selatan oleh Nakhon Si Thammarat. Prasasti ini menceritakan tentang Raja Sriwijaya yang merupakan raja dari semua raja di dunia yang mendirikan Trisamaya Caitya untuk Karaja.

·       Prasasti Leiden

Prasasti Leiden ditulis pada lempengan tembaga dalam Bahasa Sanskerta serta Tamil. Isi prasasti yang disimpan di museum Belanda ini menceritakan tentang hubungan baik dari Dinasti Chola dengan Dinasti Syailendra dari Sriwijaya.

 

  • Candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya

 

·       Candi Muara Takus

Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kompleks percandian ini bercorak Buddha, dibuktikan dengan bentuk stupa dan temuan fragmen yang berisi mantra agama Buddha. Di dalam kompleks Candi Muara Takus, terdapat empat bangunan berukuran besar lainnya, yaitu Candi Sulung, Candi Bungsu, Stupa Mahligai, dan Palangka.

·       Candi Biaro Bahal III

Candi Biaro Bahal III adalah candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang terletak di Padang Lawas, Sumatera Selatan.

·         Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran pada abad ke-11. Kemunduran melanda berbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi dan politik. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Sriwijaya. Berulangkali diserang Colamandala dari India Terdesak Kerajaan Thailand dan Singasari Banyak raja-raja taklukan yang melepaskan diri Mengalami kemunduran ekonomi dan perdagangan karena bandar-bandar pentingnya melepaskan diri.

 

4. KERAJAAN MATARAM KUNO

 

·       Letak Kerajaan

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah yang dikenal dengan sebutan Bumi Mataram atau kerajaan Medang. Daerah ini dikelilingi pegunungan, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.

Kerajaan Mataram Kuno memiliki dua periode berdasarkan lokasi atau ibu kota pemerintahannya. Pertama adalah periode awal Kerajaan Medang yaitu di Jawa Tengah di bawah Wangsa Sanjaya dan Sailendra (732-929 M), serta yang kedua ketika pindah ke Jawa Timur dan dikuasai oleh Wangsa Isyana (929-1016 M). Pada 929 M, Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok.

·       Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Menurut catatan prasasti Canggal, Kerajaan Medang berdiri pada 732 dan berakhir pada 1016 M  yang didirikan Raja Sanna atau Bratasenawa merupakan seorang raja yang adil, bijaksana, dan mahir berperang, juga murah hati kepada rakyatnya.

Sepeninggal Raja Sanna, kursi pemerintahan digantikan oleh putra dari saudara perempuannya, Sannaha, yang bernama Sanjaya. Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram melanjutkan memerintah Kerajaan Medang dengan bijaksana, adil, religi, yang membuat rakyatnya sejahtera dan taat beragama. Kerajaan Medang pecah kongsi saat Raja Sanjaya wafat dan digantikan oleh putranya, Rakai Panangkaran.

Sesudah Rakai Panangkaran meninggal, Kerajaan Mataram Kuno terpecah menjadi 2 yaitu:

-        Kerajaan Mataram Kuno bercorak Hindu meliputi Jawa Tengah bagian utara di bawah pemerintahan Dinasti Sanjaya. Raja-rajanya Panunggalan, Warak, Garung, dan Pikatan, Peninggalannya berupa kompleks candi Dieng, komplek candai Gedongwoso.

-        Kerajaan Mataram yang bercorak Buddha meliputi Jawa Tengah, bagian selatan di bawah pemerintahan Dinasti Syailendra. Rajanya antara lain Indra. Peninggalannya berupa Candi Ngawen, Mendut, Pawon, dan Borobudur (mulai dibangun pada masa Raja Samaratungga),

Kerajaan Mataram Kuno dipersatukan kembali dengan perkawinan politik Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodhawardani dari keluarga Syailendra.

Raja terbesar Kerajaan Mataram Kuno adalah Raja Balitung. Dengan Raja Balitung, Kerajaan Mataram Kuno mencapai masa kejayaannya. Dia banyak membangun candi dan prasasti.

Contohnya kompleks Candi Prambanan, Daksa, Tulodang, dan Wawa. Inilah peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Selain itu, peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yakni prasasti Canggal (732 M), prasasti Kalasan (776 M), prasasti Kelurak (782 M), prasasti Karangtengah (824 M), prasasti Balitung atau Kedu (907 M), dan prasasti Sojomerto Batang.

 

-        Dinasti Isyana di Jawa Timur.

Mpu Sendok memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur karena serangan Kerajaan Sriwijaya yang diperintah Balaputradewa. Selain itu karena seringnya Gunung Merapi meletus turut mendorong perpindahan ini dan  banyak tenaga laki-laki yang dipekerjakan untuk membuat candi sehingga sawah menjadi terbengkalai.

Pemindahan kekuasaan ke Jawa Timur dilakukan oleh raja Empu Sendok, dan membentuk dinasti baru yakni Isana. Nama Isana diambil dari gelar resmi Empu Sendok yakni Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikramatunggadewa. Wilayah kekuasaan Empu Sendok meliputi Nganjuk di sebelah barat, Pasuruan di

timur, Surabaya di utara dan Malang di selatan. Empu Sendok memegang pemerintahan dari tahun 929–947 dengan pusat pemerintahannya di Watugaluh.

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kerajaan di Jawa Timur ini cukup baik, karena mendapat perhatian dari raja-raja yang memerintah. Di antaranya Airlangga yan memerintahkan membuat tanggul di Waringit Pitu (Prasasti Kalegen 1037) dan waduk-waduk di beberapa bagian Sungai Brantas untuk pengairan sawah-sawah dan mengurangi bahaya banjir.

 

·       Masa kejayaan kerajaan Mataram Kuno

Raja-raja yang memiliki pencapaian besar ketika berkuasa adalah sebagai berikut:

-        Raja Sanjaya sebagai pemimpin pertama Mataram Kuno membangun pondasi kerajaan yang mampu menerima berbagai kalangan agama. Hal ini nantinya terlihat dengan adanya dua wangsa yang berbeda agama. Syailendra beragama Buddha, Sanjaya beragama Hindu. Masih ada pula aliran campuran lainnya yang eksis di lingkungan kerajaan.

-        Rakai Panangkaran mampu menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, dan melanjutkan iklim toleransi antar agama yang baik. Ia membuat pemukiman khusus penduduk beragama tertentu sehingga menghindarkan konflik. Ia juga memulai pembangunan komplek besar Candi Borobudur dan Candi Sewu yang bercorak Budha.

-        Rakai Pikatan merupakan penerus tahta dari wangsa Sanjaya, ia berhasil mengalahkan kandidat dari wangsa Syailendra yaitu Balaputradewa. Rakai Pikatan memulai pembangunan komplek percandian Hindu terbesar yaitu Candi Prambanan. Pada masa ini konflik yang berlangsung sampai ratusan tahun kemudian dengan Sriwijaya dimulai.

-        Dyah Balitung yang berkuasa dari 898-910 M dianggap sebagai raja yang berhasil dalam hal ekspansi kekuasaan. Ia menguasai banyak wilayah di timur dan menguasai jalur perdagangan melalui Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Dua aliran sungai yang kemudian menjadi pilihan ketika Mpu Sindok memindahkan kekuasaannya ke timur, sekitar wilayah Jombang

 

·       Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

-        Prasasti Canggal

Prasasti Canggal menunjukkan angka 654 Saka atau 732 Masehi. Saat ditemukan, lokasinya berada di Desa Canggal bersama puing Candi Canggal. Prasasti Canggal diketahui sebagai peninggalan Dinasti Sanjaya yang berisi tentang didirikannya sebuah lingga (lambang Syiwa) di atas Bukit Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Disebutkan pula bahwa Jawadipa yang kaya akan hasil bumi diperintah oleh Raja Sanaha bersama Raja Sanjaya. Kerajaan berjaya pada masa pemerintahan mereka dan wilayahnya pun berhasil diperluas.

 

-        Prasasti Mantyasih

Prasasti Mantyasih memiliki nama lain Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung. Lokasi penemuannya berada di Kampung Mateseh, Jawa Tengah. Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang terbuat dari tembaga ini dikeluarkan oleh Raja Diah Balitung.

Dalam prasasti berangka 829 Saka atau 907 Masehi ini disebutkan tentang raja-raja yang pernah memerintah pada saat Dinasti Sanjaya, sebelum Diah Balitung berkuasa. Urutan raja-raja tersebut adalah Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai, Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang. Selain itu, diceritakan pula tentang pemberian hadiah tanah oleh Diah Balitung kepada lima orang patihnya yang telah berjasa kepada kerajaan.

 

-        Prasasti Kalasan

Prasasti yang berasal dari masa Dinasti Syailendra ini berangka 700 Saka atau 778 Masehi. Prasasti Kalasan ditemukan di Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Isi Prasasti Kalasan menceritakan tentang Maharaja Tejapurnapana yang berhasil dibujuk untuk membangun bangunan suci. Bangunan suci yang pertama khusus untuk Dewi Tara, sedangkan bangunan kedua adalah sebuah biara untuk para biksu (pendeta Buddha).

-        Prasasti Ratu Boko

Prasasti berangka 856 Masehi ini ditemukan di kompleks Candi Prambanan. Isinya bercerita tentang kekalahan Raja Balaputradewa dalam perang saurada melawan kakaknya, Pramodhawardani, dan melarikan diri ke Sriwijaya. Prasasti Klurak Prasasti Klurak dibuat pada 782 Masehi dan menceritakan bahwa Kerajaan Mataram Kuno pada masa Dinasti Syailendra pernah dipimpin oleh seorang raja yang bernama Indra. Prasasti yang ditemukan di Desa Prambanan ini ditulis dalam huruf Pranagari dan Bahasa Sanskerta.

 

·       Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno disebabkan oleh memuncaknya konflik antara Mataram dan Sriwijaya. Dharmawangsa Teguh melancarkan serangan melalui laut ke Palembang. Namun Raja Sriwijaya, Sri Cudamaniwarman meminta bantuan Cina sehingga serangan tersebut dapat digagalkan setelah enam belas tahun berperang (990-1006).

Sriwijaya membalas serangan tersebut pada tahun 1016-1017, ketika seorang tokoh bernama Haji Wurawari melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Dharmawangsa. Kerajaan Mataram atau Medang hancur, salah satu anggota Wangsa Isana yaitu Airlangga membawa seluruh pengikutnya dan mendirikan kerajaan Kahuripan yang terletak di tepi sungai Brantas.

 

4. KERAJAAN MAJAPAHIT

 

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang didirikan oleh Raden Wijaya. Kerajaan Majapahit berdiri sekitar tahun 1292 hingga 1500 masehi.

Wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit hampir mencakup seluruh nusantara dan berpusat di Jawa Timur. Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389 M) dengan Gajah Mada sebagai patihnya.

 

  • Awal Mula Kerajaan Majapahit Berdiri

Awal mula kerajaan Majapahit berdiri adalah setelah runtuhnya kerajaan Singasari akibat pemberontakan Jayakatwang pada 1292 masehi. Keponakan Kartanegara (raja Singosari yang kalah oleh Jayakatwang) yang terdesak yakni Raden Wijaya kemudian melarikan diri.

Dalam pelariannya ia mendapat bantuan dari seseorang bernama Arya Wiraja. Raden Wijaya kemudian membuat desa kecil di hutan Trowulan dan menamai desa tersebut dengan Majapahit. Penamaan diambil dari nama buah maja yang tumbuh subur di hutan itu namun memiliki rasa yang pahit,  Seiring berjalan waktu, desa tersebut berkembang dan Wijaya secara diam-diam memperkuat dirinya dengan merebut hati para penduduk yang datang dari Tumapel dan Daha.

Niat balas dendam Raden Wijaya terbantu lebih cepat dengan datangnya tentara Khubilai Khan pada 1293. Setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang pasukan Khubilai Khan karena tidak ingin tunduk di bawah kekuasaan kaisar Mongol.

Penobatannya sebagai raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 atau 10 November 1293 merupakan cikal bakal lahirnya kerajaan Majapahit. Sebagai raja, Raden Wijaya memiliki gelar Kertarajasa Jayawardhana. Nama rajasa disematkan Raden Wijaya untuk menghormati pamannya, sang pendiri kerajaan Singasari sekaligus menghormati para leluhurnya di Singasari.

 

  • Masa Jaya Kerajaan Majapahit

Setelah Raden Wijaya wafat (1293 - 1309), era kepemimpinan berganti ke tangan Sri Jayanagara, Tribuwana Wijayatunggadewi, dan Sri Rajasanagara atau yang lebih dikenal dengan Hayam Wuruk.

Kerajaan Majapahit sangat berkembang pesat saat dipimpin oleh Hayam Wuruk cucu dari Raden Wijaya dengan dampingan mahapatih Gajah Mada. Mahapatih Gajah Mada dikenal dengan Sumpah Palapanya yang bertekad mempersatukan Nusantara di bawah panji kekuasaan Majapahit.

Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, daerah kekuasaan mencakup seluruh Nusantara, yakni meluas sampai ke Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura), dan sebagian kepulauan Filipina.

Majapahit memiliki kekuatan yang signifikan dalam membangun relasi dengan China, Champa, Kamboja, Annam, dan Thailand (Siam).

Sekitar 98 kerajaan pada saat itu ada di genggaman Majapahit. Keberhasilan Hayam Wuruk tak lepas dari pengaruh Gajah Mada. Gajah Mada adalah panglima tertinggi, mahapatih, sekaligus tangan kanan Hayam Wuruk.

 

  • Pusat Kerajaan Majapahit

Sebagai kerajaan besar di masa itu, Majapahit tercatat pernah mengalami kepindahan pusat pemerintahan sebanyak 3 kali. Ketiga pusat pemerintahan tersebut masih dalam area wilayah Jawa Timur.

-        Mojokerto

Pusat pemerintahan atau ibu kota pertama kerajaan Majapahit berada di kota Mojokerto. Kala itu ibu kota dipimpin oleh raja pertama, yakin Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya. Disebutkan letak pusat pemerintahan terletak di tepi sungai Brantas.

-        Trowulan

Pusat pemerintahan kemudian berpindah mengikuti masa kepimimpinan Sri Jayanegara, raja kedua kerajaan Majapahit. Jayanegara memindahkan pusat pemerintahan ke Trowulan. Pada masa kini, kota tersebut berjarak 12 km dari Mojokerto. Pusat pemerintahan di Trowulan berjalan cukup lama.

-        Daha

Daha atau disebut Kediri saat ini merupakan kota ketiga dari pusat pemerintahan kerajaan Majapahit.

Kepindahan pusat pemerintahan Majapahit ke Daha berkaitan erat dengan masalah internal di kerajaan dan ancaman dari kerajaan Islam, kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

 

  • Bukti Peninggalan Kerajaan Majapahit

Candi Tikus. Candi Tikus terletak di Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Pari, Candi Penataran, Candi Jabung, Candi Sukuh.

 

  • Kejatuhan Kerajaan Majapahit

Melemahnya kekuasaan Majapahit terjadi saat kematian Hayam Wuruk dan mahapatih Gajah Mada pada 1364. Sinar kejayaan Kerajaan Hindu-Buddha paling besar dan Berjaya di Nusantara perlahan meredup meski telah beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan.

Masa jaya Majapahit berakhir saat wilayah kekuasaannya direbut oleh kerjaan lain. Terutama setelah mendapat serangan dari kerajaan islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak.

No comments:

Post a Comment