KERAJAAN - KERAJAAN MARITIM DI INDONESIA PADA MASA HINDU BUDHA BAGIAN 2
KERAJAAN
- KERAJAAN MARITIM DI INDONESIA PADA MASA HINDU BUDHA
2. KERAJAAN
TARUMANEGARA
·
Letak Kerajaan
Kerajaan
Tarumanegara terletak ditepi sungai Citarum. Diperkirakan wilayah kerajaan
Tarumanegara itu meliputi daerah Banten, Jakarta, dan Cirebon.
- Sejarah
Awal Kerajaan Tarumanegara
kerajaan Tarumanegara merupakan
kerajaan Hindu tertua ke-2 di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358–382 Masehi, Raja Jayasingawarman
adalah seorang maharesi atau pendeta yang berasal dari India, tepatnya dari
daerah Salankayana. Raja Jayasingawarman mengungsi ke nusantara karena
daerahnya diserang dan ditaklukkan Kerajaan Magadha.
Saat tiba di Jawa Barat, Raja
Jayasingawarman meminta izin kepada Raja Dewawarman VIII, raja Kerajaan
Salakanagara yang berkuasa masa itu, untuk membuka pemukiman baru. Setelah
mendapatkan persetujuan, Raja Jayasingawarman pun membangun Kerajaan
Tarumanegara. Nama tersebut berasal dari dua kata, yaitu “Taruma”
dan “Nagara”. “Nagara” memiliki arti kerajaan atau negara,
sementara “Taruma” atau “Nila” diambil dari nama sungai Citarum
yang membelah Jawa Barat. Disesuaikan dengan letak kerajaan Tarumanegara berada
di tepi sungai Citarum.
Keberadaan
Kerajaan Tarumanegara ini pernah tercatat dalam berita dari kerajaan Tiongkok.
Dalam berita tersebut, dikatakan bahwa Kerajaan To-Lo-Mo atau Tarumanegara
pernah mengirimkan utusan mereka ke Tiongkok pada tahun 528, 538, dan 666
Masehi untuk kunjungan persahabatan. Kabar lainnya mengenai Kerajaan
Tarumanegara datang dari Gunawarman, seorang pendeta dari Kashmir yang
mengatakan bahwa agama yang dianut rakyat Tarumanegara adalah Hindu.
Raja
Jayasingawarman meninggal dan dimakamkan di tepi sungai di Bekasi, tepatnya di
Kali Gomati. Setelah itu, takhta kerajaan digantikan oleh putera Raja
Jayasinghawarman, yaitu Dharmawarman.
- Puncak
Kejayaan Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan
Tarumanegara mengalami masa kejayaan pada masa Raja Purnawarman memerintah
Kerajaan Tarumanegara dari tahun 395–434 Masehi. Ia bergelar Sri Maharaja
Purnwarman Sang Iswara Digwijaya Bhima Prakarma Suryamaha Purasa Jagatpati.
Kemasyuran
kerajaan ini diabadikan dalam Prasasti zaman Purnawarman mengenai dibangunnya
pelabuhan dan beberapa sungai sebagai sarana perekonomian. Pada masa
pemerintahan Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara juga memperluas kekuasaan
dengan menaklukkan raja-raja kecil di Jawa Barat.
Selain
itu, pemerintahan di masa Purnawarman sangat memperhatikan pemeliharaan aliran
sungai. Seperti pada tahun 410 Masehi, Raja Purnawarman memperbaiki Kali Gangga
hingga Sungai Cisuba yang terletak di daerah Cirebon. Selain itu, di tahun 334
Saka atau 421 Masehi, Purnawarman memperindah daerah aliran Sungai Cupu yang
mengalir hingga istana raja.
Pada
di tahun 335 Saka atau 413 Masehi, Purnawarman memerintahkan membangun Sungai
Sarasah atau Sungai Manuk Rawa atau sekarang lebih dikenal dengan Sungai
Cimanuk. Ia juga memperbaiki alur Sungai Gomati dan Sungai Candrabaga, yang
sebelumnya pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru, kakeknya di tahun 339 Saka
atau 417 Masehi.
Sungai
Gomati dan Sungai Candrabaga sendiri menurut para ahli, dikenal sebagai Sungai
Bekasi sekarang. Terakhir, pada tahun 341 Saka atau 419 Masehi, ia juga
memerintahkan untuk memperdalam Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar
di wilayah Kerajaan Tarumanegara. Keberadaan sungai-sungai ini dapat
memperteguh daerah-daerah yang dibangun sebagai daerah kekuasaan Kerajaan
Tarumanegara dan secara tidak langsung, pembangunan sungai-sungai yang
dilakukan oleh Raja Purnawarman bisa membangkitkan perekonomian pertanian dan
perdagangan pada saat itu.
- Prasasti
Mengenai Sejarah Kerajaan Tarumanegara
·
Prasasti Ciaruteun
Pada
prasasti ini terdapat gambar telapak kaki, lukisan laba-laba, dan huruf ikal
melingkar. Prasasti Ciareuten ini berisi: Vikkrantasyavanipat eh Srimatah
Purnnavarmmanah Tarumanagarendrasya
Visnoriva Padadvayam Arti dari
tulisan tersebut adalah: “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti
kaki Dewa Wisnu (pemelihara), ialah telapak yang mulia Sang Purnawarman, raja
di negeri Taruma, Raja yang gagah berani di dunia”.
Bekas
telapak pada Prasasti Ciaruteun melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat
ditemukannya prasasti. Disebutkan bahwa kedudukan Raja Purnawarman diibaratkan
Dewa Wisnu, dewa dalam kepercayaan Hindu yang bertugas memelihara alam semesta.
Artinya, Raja Purnawarman dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
Penggunaan cetakan telapak kaki di masa itu mungkin dimaksudkan sebagai tanda
keaslian, mirip tanda tangan pada zaman sekarang.
·
Prasasti Kebon Kopi
Prasasti
Kebon Kopi yang ditemukan di perkebunan kopi di Kampung Muara Hilir, Bogor. Isi
Prasasti Kebon Kopi ini adalah tulisan huruf palawa dengan menggunakan bahasa
Sansekerta. Kalimat yang tercetak pada Prasasti Kebon Kopi adalah: “Jayavisalasyya
Tarumendrasya hastinah Airwaytabhasya vibatidam-padadyayam”. Arti dari kalimat
tersebut adalah: “Di tempat ini, di sini kelihatannya terdapat gambar sepasang
telapak kaki yang mirip dengan Airawata, gajah yang sangat kuat, penguasa di
Taruma atau lebih dikenal Tarumanegara dan kejayaan kerajaan”. Airawata sendiri
adalah gajah kendaraan dewa Indra, dewa cuaca dan raja kahyangan.
·
Prasasti Jambu
Ditemukan
di perkebunan Jambu di bukit Pasir Koleyangkak, Bogor. Isi prasasti ini adalah
“Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri Purnawarman, Raja tarumanagara. Baginda
termasyhur gagah berani, jujur dan setia menjalankan tugasnya”.
·
Prasasti Cidanghiyang
Prasasti
ini ditemukan di tepi sungai Cidanghiang di desa Lebak, kecamatan Munjul,
kabupaten Pandeglang, Banten, pada tahun 1947. Prasasti ini berisi 2 baris
kalimat yang berbentuk puisi yang ditulis dengan huruf Palawa dan bahasa
Sansekerta. Isi prasasti ini mengagung-agungkan keberanian raja Purnawarman.
·
Prasasti Pasir Awi
Prasasti
ini ditemukan di Pasir Awi, Bogor. Namun, sayangnya prasasti ini belum bisa
dibaca oleh para ahli. Jadi kita belum bisa tahu apa isi dari Prasasti Awi ini.
·
Prasasti Muara Cianten
Prasasti
Muara Cianten yang belum bisa dibaca oleh para ahli. Prasasti keenam ini
ditemukan di tepi sungai Cisadane.
·
Prasasti Tugu
Prasasti
ini menjadi prasasti terpenting & terpanjang dari Raja Purnawarman yang
waktu itu sudah bertahta selama 22 tahun. Dalam prasasti ini, disebutkan
mengenai pembangunan saluran air yang panjangnya 6.112 tombak. 6.112 tombak itu
setara 11 km. Aliran air itu diberi nama Gomati yang dibandun dalam waktu 21
hari.
- Masa
Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara
Dalam
catatan sejarah Kerajaan Tarumanegara, salah satu contoh kemunduran yang
terjadi saat itu adalah pemberian wewenang pemerintahan sendiri atau otonomi
kepada raja-raja bawahan yang diberikan oleh raja-raja sebelumnya. Karena tidak
disertai hubungan dan pengawasan yang baik, para raja bawahan merasa tidak
terlindungi dan tidak diawasi oleh Kerajaan Tarumanegara.
Selain
itu, pada masa itu juga muncul kerajaan pesaing Tarumanegara yang sedang naik
daun, yaitu Kerajaan Galuh, yang menimbulkan terjadinya pemberontakan. Hingga
akhirnya saat raja Kerajaan Tarumanegara terakhir, yaitu Raja Linggawarman,
tidak memiliki anak laki-laki, pamor Kerajaan Tarumanegara pun semakin merosot.
Kerajaan
Tarumanegara akhirnya pecah menjadi 2 kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan
Kerajaan Galuh. Kerajaan Sunda menjadi kelanjutan Kerajaan Tarumanagara yang
dipegang oleh Raja Tarusbawa, menantu Raja Linggawarman. Sedangkan Kerajaan
Galuh dikuasai oleh Raja Wretikandayun.
3. KERAJAAN SRIWIJAYA
- Letak
kerajaan sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya terletak di tepian Sungai Musi, di daerah
Palembang, Sumatera Selatan.
- Sejarah
Awal Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak Budha, berdiri
pada abad ke-7 yang didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Sejak awal didirikan,
Sriwijaya diperkirakan telah berhasil menguasai Sumatera bagian selatan, Bangka
dan Belitung, dan Lampung. Sri Jayanasa bahkan mencoba untuk melancarkan
ekspedisi militer menyerang Jawa yang dianggap tidak mau berbakti kepada raja
Sriwijaya.
Sementara dari Prasasti Kedukan Bukit, diketahui bahwa
Dapunta Hyang berasal dari Minanga Tamwan, yang lokasinya tepatnya masih
diperdebatkan. Diceritakan pula bahwa Dapunta Hyang mengadakan perjalanan
dengan memimpin 20.000 tentara dari Minanga Tamwan ke Palembang, Jambi, dan
Bengkulu. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil menaklukkan daerah-daerah yang
strategis untuk perdagangan sehingga Kerajaan Sriwijaya menjadi berkembang dan
makmur.
- Masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Puncak kejayaan Kerajaan Sriwijaya dapat diraih pada masa
pemerintahan Raja Balaputradewa. Kejayaan Sriwijaya dapat dilihat dari keberhasilannya
di beberapa bidang, seperti bidang maritim dengan menguasai jalur perdagangan
melalui Selat Malaka, Selat Sunda, dan Semenanjung Malaya. Rakyatnya pun hidup
dengan makmur karena kerajaan mendapatkan banyak pemasukan dari pajak
kapal-kapal dagang yang melintas.
Sriwijaya
menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan
penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda.
Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur
barus, kayu gaharu, cengkih, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang
membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India.
Untuk menjaga stabilitas kerajaan, dibangunlah armada laut
yang kuat supaya dapat mengatasi gangguan di jalur pelayaran. Sriwijaya juga
menjalin menjalin hubungan perdagangan dengan India, Cina, dan bangsa-bangsa
lain. Selain menonjol di bidang maritim, Kerajaan Sriwijaya juga maju di bidang
politik, ekonomi, dan agama. Di bidang politik, Sriwijaya dianggap sebagai
kerajaan nasional pertama karena wilayah kekuasaannya sangat luas.
Raja Balaputradewa juga menjalin hubungan erat dengan Kerajaan
Benggala yang kala itu dipimpin oleh Raja Dewapala Dewa. Raja ini menghadiahkan
sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk mendirikan asrama bagi para pelajar
dan siswa yang sedang belajar di Nalanda. Hal tersebut menandakan Balaputradewa
memerhatikan ilmu pengetahuan bagia generasi mudanya.
- Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya
·
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit
ditemukan di tepi Sungai Batang, Kedukan Buwkit, Palembang, pada 29 November
1920. Prasasti berangka tahun 683 Masehi ini ditulis dengan huruf Pallawa dan Bahasa
Sanskerta. Prasasti Kedukan Bukit berisi tentang berdirinya Kerajaan Sriwijaya
dan raja pertamanya yang bernama Sri Jayanegara, melakukan perjalanan suci
menggunakan perahu bersama 20.000 tentaranya.
·
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur
ditemukan di Pulau Bangka bagian Barat oleh J.K Van der Muelen pada 1892. Isi
prasasti ini menceritakan tentang kutukan bagi orang yang berani melanggar
titah dari Raja Sriwijaya.
·
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu
ditemukan di kolam Telaga Biru, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang. Isinya
menyebutkan tentang kutukan untuk mereka yang berbuat jahat di kedatuan
Sriwijaya.
·
Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Desa Karang Berahi,
Merangin, Jambi, pada 1904. Isinya menjelaskan tentang kutukan bagi orang-orang
yang melakukan kejahatan dan tidak setia dengan raja Kerajaan Sriwijaya.
·
Prasasti Palas Pasemah
Prasasti Palas Pasemah ditemukan di pinggir rawa Desa Palas
Pasemah, Lampung Selatan. Peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini ditulis dalam 13
baris dan berhuruf Pallawa dengan Bahasa Melayu Kuno. Isi prasasti ini hampir
sama dengan beberapa prasasti peninggalan Sriwijaya lainnya yang ditemukan di
Lampung, yaitu tentang kutukan bagi mereka yang tidak patuh kepada penguasa
Kerajaan Sriwijaya.
·
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo berisi tentang doa dedikasi yang
menceritakan aliran Buddha yang dipakai pada masa Sriwijaya, yaitu Mahayana.
Selain itu, prasasti yang memiliki 14 baris kalimat ini menceritakan tentang
pembangunan taman oleh Sri Jayanasa, yang dibuat untuk rakyat pada abad ke-7.
·
Prasasti Hujung Langit
Prasasti Hujung Langit atau Prasasti Bawang ditemukan di Desa
Haur Kuning, Lampung. Meski sebagian besar tulisannya sudah sangat aus,
prasasti berangka tahun 997 Masehi ini berkaitan dengan penetapan suatu daerah
menjadi sima, daerah perdikan, seperti pada prasasti-prasasti yang ada di zaman
Hindu-Buddha.
·
Prasasti Ligor
Prasasti Ligor ditemukan di Thailand bagian Selatan oleh
Nakhon Si Thammarat. Prasasti ini menceritakan tentang Raja Sriwijaya yang
merupakan raja dari semua raja di dunia yang mendirikan Trisamaya Caitya untuk
Karaja.
·
Prasasti Leiden
Prasasti Leiden ditulis pada lempengan tembaga dalam Bahasa
Sanskerta serta Tamil. Isi prasasti yang disimpan di museum Belanda ini
menceritakan tentang hubungan baik dari Dinasti Chola dengan Dinasti Syailendra
dari Sriwijaya.
- Candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya
·
Candi Muara Takus
Candi Muara
Takus terletak di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kompleks
percandian ini bercorak Buddha, dibuktikan dengan bentuk stupa dan temuan
fragmen yang berisi mantra agama Buddha. Di dalam kompleks Candi Muara Takus,
terdapat empat bangunan berukuran besar lainnya, yaitu Candi Sulung, Candi
Bungsu, Stupa Mahligai, dan Palangka.
·
Candi Biaro Bahal III
Candi Biaro Bahal III adalah candi peninggalan Kerajaan
Sriwijaya yang terletak di Padang Lawas, Sumatera Selatan.
·
Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran pada abad
ke-11. Kemunduran melanda berbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi dan
politik. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan
Sriwijaya. Berulangkali diserang Colamandala dari India Terdesak Kerajaan
Thailand dan Singasari Banyak raja-raja taklukan yang melepaskan diri Mengalami
kemunduran ekonomi dan perdagangan karena bandar-bandar pentingnya melepaskan
diri.
4.
KERAJAAN MATARAM KUNO
·
Letak Kerajaan
Kerajaan
Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah yang dikenal dengan sebutan Bumi Mataram
atau kerajaan Medang. Daerah ini dikelilingi pegunungan, seperti Gunung
Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung
Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti
Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah
sebabnya daerah ini sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno memiliki dua periode berdasarkan
lokasi atau ibu kota pemerintahannya. Pertama adalah periode awal Kerajaan
Medang yaitu di Jawa Tengah di bawah Wangsa Sanjaya dan Sailendra (732-929 M),
serta yang kedua ketika pindah ke Jawa Timur dan dikuasai oleh Wangsa Isyana
(929-1016 M). Pada 929 M, Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur oleh
Mpu Sindok.
·
Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Menurut
catatan prasasti Canggal, Kerajaan Medang berdiri pada 732 dan berakhir pada
1016 M yang didirikan Raja Sanna atau
Bratasenawa merupakan seorang raja yang adil, bijaksana, dan mahir berperang,
juga murah hati kepada rakyatnya.
Sepeninggal
Raja Sanna, kursi pemerintahan digantikan oleh putra dari saudara perempuannya,
Sannaha, yang bernama Sanjaya. Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram
melanjutkan memerintah Kerajaan Medang dengan bijaksana, adil, religi, yang
membuat rakyatnya sejahtera dan taat beragama. Kerajaan Medang pecah kongsi
saat Raja Sanjaya wafat dan digantikan oleh putranya, Rakai Panangkaran.
Sesudah
Rakai Panangkaran meninggal, Kerajaan Mataram Kuno terpecah menjadi 2 yaitu:
-
Kerajaan Mataram Kuno bercorak Hindu
meliputi Jawa Tengah bagian utara di bawah pemerintahan Dinasti Sanjaya.
Raja-rajanya Panunggalan, Warak, Garung, dan Pikatan, Peninggalannya berupa kompleks
candi Dieng, komplek candai Gedongwoso.
-
Kerajaan Mataram yang bercorak Buddha
meliputi Jawa Tengah, bagian selatan di bawah pemerintahan Dinasti Syailendra.
Rajanya antara lain Indra. Peninggalannya berupa Candi Ngawen, Mendut, Pawon,
dan Borobudur (mulai dibangun pada masa Raja Samaratungga),
Kerajaan
Mataram Kuno dipersatukan kembali dengan perkawinan politik Rakai Pikatan dari
Dinasti Sanjaya dengan Pramodhawardani dari keluarga Syailendra.
Raja
terbesar Kerajaan Mataram Kuno adalah Raja Balitung. Dengan Raja Balitung,
Kerajaan Mataram Kuno mencapai masa kejayaannya. Dia banyak membangun candi dan
prasasti.
Contohnya
kompleks Candi Prambanan, Daksa, Tulodang, dan Wawa. Inilah peninggalan Kerajaan
Mataram Kuno. Selain itu, peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yakni prasasti
Canggal (732 M), prasasti Kalasan (776 M), prasasti Kelurak (782 M), prasasti
Karangtengah (824 M), prasasti Balitung atau Kedu (907 M), dan prasasti
Sojomerto Batang.
-
Dinasti Isyana di Jawa Timur.
Mpu
Sendok memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur
karena serangan Kerajaan Sriwijaya yang diperintah Balaputradewa. Selain itu
karena seringnya Gunung Merapi meletus turut mendorong perpindahan ini dan banyak tenaga laki-laki yang dipekerjakan
untuk membuat candi sehingga sawah menjadi terbengkalai.
Pemindahan
kekuasaan ke Jawa Timur dilakukan oleh raja Empu Sendok, dan membentuk dinasti
baru yakni Isana. Nama Isana diambil dari gelar resmi Empu Sendok yakni Sri
Maharaja Rake Hino Sri Isanawikramatunggadewa. Wilayah kekuasaan Empu Sendok
meliputi Nganjuk di sebelah barat, Pasuruan di
timur, Surabaya di utara dan
Malang di selatan. Empu Sendok memegang pemerintahan dari tahun 929–947 dengan
pusat pemerintahannya di Watugaluh.
Kehidupan
sosial ekonomi masyarakat Kerajaan di Jawa Timur ini cukup baik, karena
mendapat perhatian dari raja-raja yang memerintah. Di antaranya Airlangga yan
memerintahkan membuat tanggul di Waringit Pitu (Prasasti Kalegen 1037) dan waduk-waduk
di beberapa bagian Sungai Brantas untuk pengairan sawah-sawah dan mengurangi
bahaya banjir.
·
Masa kejayaan kerajaan
Mataram Kuno
Raja-raja yang
memiliki pencapaian besar ketika berkuasa adalah sebagai berikut:
-
Raja Sanjaya sebagai
pemimpin pertama Mataram Kuno membangun pondasi kerajaan yang mampu menerima
berbagai kalangan agama. Hal ini nantinya terlihat dengan adanya dua wangsa
yang berbeda agama. Syailendra beragama Buddha, Sanjaya beragama Hindu. Masih
ada pula aliran campuran lainnya yang eksis di lingkungan kerajaan.
-
Rakai Panangkaran mampu
menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, dan melanjutkan iklim
toleransi antar agama yang baik. Ia membuat pemukiman khusus penduduk beragama
tertentu sehingga menghindarkan konflik. Ia juga memulai pembangunan komplek
besar Candi Borobudur dan Candi Sewu yang bercorak Budha.
-
Rakai Pikatan merupakan
penerus tahta dari wangsa Sanjaya, ia berhasil mengalahkan kandidat dari wangsa
Syailendra yaitu Balaputradewa. Rakai Pikatan memulai pembangunan komplek
percandian Hindu terbesar yaitu Candi Prambanan. Pada masa ini konflik yang
berlangsung sampai ratusan tahun kemudian dengan Sriwijaya dimulai.
-
Dyah Balitung yang
berkuasa dari 898-910 M dianggap sebagai raja yang berhasil dalam hal ekspansi
kekuasaan. Ia menguasai banyak wilayah di timur dan menguasai jalur perdagangan
melalui Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Dua aliran sungai yang kemudian
menjadi pilihan ketika Mpu Sindok memindahkan kekuasaannya ke timur, sekitar
wilayah Jombang
·
Prasasti Peninggalan
Kerajaan Mataram Kuno
-
Prasasti Canggal
Prasasti Canggal menunjukkan
angka 654 Saka atau 732 Masehi. Saat ditemukan, lokasinya berada di Desa
Canggal bersama puing Candi Canggal. Prasasti Canggal diketahui sebagai
peninggalan Dinasti Sanjaya yang berisi tentang didirikannya sebuah lingga
(lambang Syiwa) di atas Bukit Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Disebutkan pula
bahwa Jawadipa yang kaya akan hasil bumi diperintah oleh Raja Sanaha bersama
Raja Sanjaya. Kerajaan berjaya pada masa pemerintahan mereka dan wilayahnya pun
berhasil diperluas.
-
Prasasti Mantyasih
Prasasti Mantyasih memiliki nama lain Prasasti Kedu atau
Prasasti Balitung. Lokasi penemuannya berada di Kampung Mateseh, Jawa Tengah.
Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang terbuat dari tembaga ini dikeluarkan
oleh Raja Diah Balitung.
Dalam prasasti berangka 829 Saka atau 907 Masehi ini
disebutkan tentang raja-raja yang pernah memerintah pada saat Dinasti Sanjaya,
sebelum Diah Balitung berkuasa. Urutan raja-raja tersebut adalah Raja Sanjaya,
Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan,
Rakai, Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang. Selain itu, diceritakan pula tentang
pemberian hadiah tanah oleh Diah Balitung kepada lima orang patihnya yang telah
berjasa kepada kerajaan.
-
Prasasti Kalasan
Prasasti yang berasal dari masa Dinasti Syailendra ini
berangka 700 Saka atau 778 Masehi. Prasasti Kalasan ditemukan di Kecamatan
Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Isi Prasasti Kalasan menceritakan tentang Maharaja
Tejapurnapana yang berhasil dibujuk untuk membangun bangunan suci. Bangunan
suci yang pertama khusus untuk Dewi Tara, sedangkan bangunan kedua adalah
sebuah biara untuk para biksu (pendeta Buddha).
-
Prasasti Ratu Boko
Prasasti berangka 856 Masehi ini ditemukan di kompleks Candi
Prambanan. Isinya bercerita tentang kekalahan Raja Balaputradewa dalam perang
saurada melawan kakaknya, Pramodhawardani, dan melarikan diri ke Sriwijaya. Prasasti
Klurak Prasasti Klurak dibuat pada 782 Masehi dan menceritakan bahwa Kerajaan
Mataram Kuno pada masa Dinasti Syailendra pernah dipimpin oleh seorang raja
yang bernama Indra. Prasasti yang ditemukan di Desa Prambanan ini ditulis dalam
huruf Pranagari dan Bahasa Sanskerta.
·
Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Keruntuhan
Kerajaan Mataram Kuno disebabkan oleh memuncaknya konflik antara Mataram dan
Sriwijaya. Dharmawangsa Teguh melancarkan serangan melalui laut ke Palembang.
Namun Raja Sriwijaya, Sri Cudamaniwarman meminta bantuan Cina sehingga serangan
tersebut dapat digagalkan setelah enam belas tahun berperang (990-1006).
Sriwijaya
membalas serangan tersebut pada tahun 1016-1017, ketika seorang tokoh bernama
Haji Wurawari melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Dharmawangsa.
Kerajaan Mataram atau Medang hancur, salah satu anggota Wangsa Isana yaitu
Airlangga membawa seluruh pengikutnya dan mendirikan kerajaan Kahuripan yang
terletak di tepi sungai Brantas.
4. KERAJAAN MAJAPAHIT
Kerajaan Majapahit adalah
kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang didirikan oleh Raden Wijaya. Kerajaan
Majapahit berdiri sekitar tahun 1292 hingga 1500 masehi.
Wilayah kekuasaan Kerajaan
Majapahit hampir mencakup seluruh nusantara dan berpusat di Jawa Timur. Kerajaan
Majapahit mencapai puncak kejaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk
(1350-1389 M) dengan Gajah Mada sebagai patihnya.
- Awal Mula Kerajaan Majapahit
Berdiri
Awal mula kerajaan Majapahit
berdiri adalah setelah runtuhnya kerajaan Singasari akibat pemberontakan
Jayakatwang pada 1292 masehi. Keponakan Kartanegara (raja Singosari yang kalah
oleh Jayakatwang) yang terdesak yakni Raden Wijaya kemudian melarikan diri.
Dalam pelariannya ia mendapat
bantuan dari seseorang bernama Arya Wiraja. Raden Wijaya kemudian membuat desa
kecil di hutan Trowulan dan menamai desa tersebut dengan Majapahit. Penamaan
diambil dari nama buah maja yang tumbuh subur di hutan itu namun memiliki rasa
yang pahit, Seiring berjalan waktu, desa
tersebut berkembang dan Wijaya secara diam-diam memperkuat dirinya dengan
merebut hati para penduduk yang datang dari Tumapel dan Daha.
Niat balas dendam Raden Wijaya
terbantu lebih cepat dengan datangnya tentara Khubilai Khan pada 1293. Setelah
berhasil mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang pasukan Khubilai Khan
karena tidak ingin tunduk di bawah kekuasaan kaisar Mongol.
Penobatannya sebagai raja pada
tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 atau 10 November 1293 merupakan cikal bakal
lahirnya kerajaan Majapahit. Sebagai raja, Raden Wijaya memiliki gelar
Kertarajasa Jayawardhana. Nama rajasa disematkan Raden Wijaya untuk menghormati
pamannya, sang pendiri kerajaan Singasari sekaligus menghormati para leluhurnya
di Singasari.
- Masa Jaya Kerajaan Majapahit
Setelah Raden Wijaya wafat (1293
- 1309), era kepemimpinan berganti ke tangan Sri Jayanagara, Tribuwana
Wijayatunggadewi, dan Sri Rajasanagara atau yang lebih dikenal dengan Hayam
Wuruk.
Kerajaan Majapahit sangat
berkembang pesat saat dipimpin oleh Hayam Wuruk cucu dari Raden Wijaya dengan
dampingan mahapatih Gajah Mada. Mahapatih Gajah Mada dikenal dengan Sumpah
Palapanya yang bertekad mempersatukan Nusantara di bawah panji kekuasaan
Majapahit.
Di bawah pemerintahan Hayam
Wuruk, daerah kekuasaan mencakup seluruh Nusantara, yakni meluas sampai ke
Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara,
Maluku, Papua, Tumasik (Singapura), dan sebagian kepulauan Filipina.
Majapahit memiliki kekuatan yang
signifikan dalam membangun relasi dengan China, Champa, Kamboja, Annam, dan
Thailand (Siam).
Sekitar 98 kerajaan pada saat itu
ada di genggaman Majapahit. Keberhasilan Hayam Wuruk tak lepas dari pengaruh
Gajah Mada. Gajah Mada adalah panglima tertinggi, mahapatih, sekaligus tangan
kanan Hayam Wuruk.
- Pusat Kerajaan Majapahit
Sebagai kerajaan besar di masa
itu, Majapahit tercatat pernah mengalami kepindahan pusat pemerintahan sebanyak
3 kali. Ketiga pusat pemerintahan tersebut masih dalam area wilayah Jawa Timur.
-
Mojokerto
Pusat pemerintahan atau ibu kota pertama kerajaan Majapahit berada di
kota Mojokerto. Kala itu ibu kota dipimpin oleh raja pertama, yakin Kertarajasa
Jayawardhana atau Raden Wijaya. Disebutkan letak pusat pemerintahan terletak di
tepi sungai Brantas.
-
Trowulan
Pusat pemerintahan kemudian berpindah mengikuti masa kepimimpinan Sri
Jayanegara, raja kedua kerajaan Majapahit. Jayanegara memindahkan pusat
pemerintahan ke Trowulan. Pada masa kini, kota tersebut berjarak 12 km dari
Mojokerto. Pusat pemerintahan di Trowulan berjalan cukup lama.
-
Daha
Daha atau disebut Kediri saat ini merupakan kota ketiga dari pusat
pemerintahan kerajaan Majapahit.
Kepindahan pusat pemerintahan
Majapahit ke Daha berkaitan erat dengan masalah internal di kerajaan dan
ancaman dari kerajaan Islam, kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam
pertama di Pulau Jawa.
- Bukti Peninggalan Kerajaan
Majapahit
Candi Tikus. Candi Tikus terletak di Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Pari, Candi Penataran, Candi Jabung, Candi Sukuh.
- Kejatuhan Kerajaan Majapahit
Melemahnya kekuasaan Majapahit terjadi saat kematian Hayam Wuruk dan
mahapatih Gajah Mada pada 1364. Sinar kejayaan Kerajaan Hindu-Buddha paling
besar dan Berjaya di Nusantara perlahan meredup meski telah beberapa kali
mengalami pergantian kepemimpinan.
Masa jaya Majapahit berakhir saat
wilayah kekuasaannya direbut oleh kerjaan lain. Terutama setelah mendapat
serangan dari kerajaan islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak.
Comments
Post a Comment